Kedua insan tengah bercanda mesra di sebuah sofa. Saling melempar senyum, canda dengan penuh cinta. Arda tiba-tiba saja keluar dari kamarnya dan hendak pergi keluar rumah. Pasangan yang di mabuk cinta itu terkejut dan mereka saling melepaskan genggamannya.
"Ini masih pagi loh, gue rasa gue gak harus liat ini," ucap Arda membuat mereka tersipu malu.
"Mau kemana lo?" tanya Alan.
"Ke kampus lah. Lo pikir ke mana?" jawabnya malas.
Notifikasi di ponsel Alista membuat gadis itu mengalihkan perhatiannya. Ia meraih ponsel dan membuka sebuah chat dari nomor tak dikenal. Sebuah foto terlampir membuat kedua matanya melebar tanpa sepengetahuan Alan.
"Alan sama Luna?" batinnya begitu heran.
Ia melirik suaminya dengan datar. Alan meraih ponselnya di meja setelah menegur sang adik. Ia lantas menatap sang istri dengan senyum. Wajahnya menjadi datar ketika wajah Alista yang bergeming tanpa menimpali senyumnya. Alista melangkah pergi tanpa bicara sepatah kata pun dengan Alan, membuat Alan sendiri terheran.
"Loh loh, kamu kenapa Alista? Ada yang salah?" Alan mengikuti langkahnya.
"Ini apa?" tanya Alista menyodorkan ponselnya yang monitornya terpampang jelas foto dirinya bersama Luna dengan tangan Luna memegang jelas tangan Alan. Alista kali ini bersikap dengan tenang. Ia tak ingin kesalahpahaman terjadi pada dirinya terhadap Alan.
Alan melotot kaget melihat foto tersebut di ponsel istrinya sendiri. Terlebih lagi, foto itu memang terlihat jelas bahwa Luna memegang tangannya dengan senyum.
"Ini, kamu ... dapat darimana kamu? Aku sama Luna gak ngelakuin apapun Alista."
"Iya aku tau, kamu bukan orang yang kayak gitu. Tapi ini harusnya gak pantas dilihat, apalagi sama aku. Gak pantas juga buat di ekspos begini Alan. Aku bahkan gak pernah kasih nomor aku ke siapapun. Dan bahkan aku gak mau mencampuri apapun urusan kamu di kantor Alan. Karena aku percaya kamu. Tapi, siapa yang mengirim ini? Dan apa-apaan juga ini?"
"Luna gak ngapa-ngapain aku Lis. Dia cuma minta buat jangan benci dia, aku jujur."
"Iya aku ngerti, tapi tolong jangan pernah kirim-kirim apapun hal yang gak pantas aku lihat Alan."
"Mana sini, aku mau lacak nomor itu. Aku minta maaf. Aku gak akan ngelakuin hal sekeji itu. Aku cuma cinta sama satu perempuan, yaitu kamu," ucap Alan lantas mendekapkan Alista pada pelukan hangatnya. Ya, Alan sungguh beruntung memiliki istri yang sangat pengertian dan bijak seperti Alista. Namun, dekapan itu malah menjadi kecemasan bagi Alista. Matanya memencar bingung memikirkan sesuatu.
••
Nando kembali ke kampus. Ia bahkan mencari Nana saat itu.
"Nando?"
"Makan yuk sama gue? Gue traktir kali ini. Gue kan baru, belum tau kampus ini lebih dalam," ucap Nando menarik paksa Nana untuk diajak makan bersamanya.
"Ngomong-ngomong, lo ini dikenal pengganggu di kampus ya?" tanya Nando dengan senyum.
"Apa? Pengganggu? Hehe ...." ucap Nana tersenyum canggung.
"Dari mana dia tau kalau gue dijuluki pengganggu? Kak Reka denger pasti gue lagi yang malu," batin Nana.
Reka melangkah begitu fokus pada jalan yang ia pijak. Namun fokusnya itu berubah ketika matanya yang fokus melihat wanita yang selama ini tak asing baginya bersama dengan seorang laki-laki.
"Sama siapa dia? Pantes aja sehari ini dia gak ngikutin gue, bagus juga deh," gumamnya.
Nando dan Nana kemudian pergi ke kelas. Sungguh kebetulan mereka berpapasan dengan Reka saat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALISTA
Ficção AdolescenteAlista harus menjadi tulang punggung keluarga setelah kematian kedua orangtuanya. Ia harus menghidupi dirinya dan satu adik laki-lakinya. Beberapa pekerjaan ia lakukan dengan keras termasuk menjadi guru privat anak orang tajir. Sebuah masalah timbul...