Pagi kembali, Reka meninggalkan Alista yang masih tertidur karena harus kuliah pagi. Semua sarapan sudah Reka siapkan untuk Alista.
Beberapa menit menaiki bus, Reka berjalan di halaman kampus.
Ia berjalan menunduk. Fokusnya bercabang memikirkan masalah kakaknya. Reka berhenti bersandar di sebuah tiang dengan kedua tangan dimasukkan ke saku celana, tatapannya fokus pada dasar tanah dan tengah memikirkan sesuatu.Nana melihat Reka begitu antusias. Ia berjalan perlahan menuju Reka. Namun, antusiasnya menghilang saat melihat Reka melamun menatapi dasar tanah.
"Kak Reka? Kak Reka ngapain? Kok gak masuk?"
"Bukan urusan lo." Reka pergi berjalan menuju kelas menghiraukan pertanyaan Nana.
"Huhhh salah lagi," gumam Nana menarik napas kesabarannya, lagi.
Pulang kuliah Reka berencana bertemu dengan Melani dan menanyakan tentang kakaknya saat itu juga. Mereka bertemu di sebuah cafe.
"Ada apa Rey? Kok tiba-tiba mau nemuin gue?"
"Kak Melan, gue mau nanya soal Alista."
"Alista? Oh iya, ngomong-ngomong gue juga mau ngobrol sama dia soal Alan."
"Alan? Maksud kak Melan, soal bang Alan? Ada apa emangnya?"
Melani tak pernah betah jika menyimpan informasi yang sudah ia ketahui. Ia menceritakan segalanya tentang berita pernikahan Alan pada Reka.
"Kak Alan nikah? Masa ini sebabnya?" batin Reka.
"Gue kira, hubungan Alan sama Alista bakalan berjalan panjang. Ternyata itu cuma pemikiran gue aja Rey," ucap Melan seraya meminum secangkir tehnya dengan asyik.
"Eh iya tadi lo mau nanya apa soal Alista?"
"Eh, nggak sih. Cuma mau nanya tentang kerjanya dia jadi guru privat, jadi yang dia ajar itu adeknya bang Alan kan? Lo tau Alamatnya kak?"
"Tau kok, emangnya lo mau ngapain nanya Alamat rumah Alan?"
"Nggak, gue mau tau aja."
"Oh, gitu."
¤¤¤
Alista bangun dari tidurnya. Badannya begitu nyeri ketika terbangun. Kepalanya begitu sakit ia rasa. Ia kemudian menarik selimutnya kembali setelah ia merasa memang dirinya tengah demam.
Beberapa menit setelah mengetahui sang kakak demam, Reka mencoba mengompres kening sang kakak dengan telaten.
"Yakin kak gak mau ke dokter?" tanya Reka begitu cemas.
"Nggak, tadi kan udah minum obat demam. Udah kamu kerja aja sana. Tolong chat Arda kakak hari ini ga bisa ngajar, Hp kakak di atas nakas," ucap Alista lemah.
"Kakak yakin gak apa-apa? Janji sama Reka telepon Rey kalau ada apa-apa!"
"Iya iya."
Setelah mendapat alamat yang diberikan Melani, Reka langsung pergi ke rumah itu. Kebetulan Arda sedang ingin keluar untuk bertemu dengan temannya. Ia menghampiri Arda yang hendak memakai helm.
"Permisi, lo Arda kan?"
"Lo siapa?"
"Kenalin, gue Reka, adeknya Alista."
Arda sedikit kaget mendengarnya dan langsung membuka kembali helm yang dipakainya.
"Ada apa lo ke sini? Mana Alista?" tanya Arda.
"Sebenarnya gue mau ngomong tentang Alista."
"Ya udah ayo naik, ikut gua." Arda memberi tumpangan untuk Reka kala itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALISTA
Teen FictionAlista harus menjadi tulang punggung keluarga setelah kematian kedua orangtuanya. Ia harus menghidupi dirinya dan satu adik laki-lakinya. Beberapa pekerjaan ia lakukan dengan keras termasuk menjadi guru privat anak orang tajir. Sebuah masalah timbul...