Kasus kematian orangtua Alista setahun yang lalu masih misterius. Pasalnya, seorang yang menabrak orangtua mereka melarikan diri dan masih menjadi buronan polisi hingga saat ini. Beberapa kali dalam sebulan, Alista bahkan bulak-balik ke kantor polisi untuk menuntas kasus kematian orangtuanya.
"Bagaimana pak, apa bapak menemukan pelakunya?"
"Sampai saat ini kami belum menemukannya. Tapi kami menemukan bukti dari CCTV jalan yang kami pikir itu sudah rusak. Saat ini, kami sudah mengantongi plat nomor mobil truk yang menabrak mobil orangtua Anda."
"Syukur deh kalau gitu. Pak, saya mohon banget sama bapak, tolong tuntasin masalah ini sampai akhir, karena kita hidup di negeri dimana hukum itu berlaku bagi siapapun yang salah."
"Kami segera menjalankan tugas kami sebagai seorang polisi. Semoga dipermudah untuk pencarian. Saya akan kabari anda untuk keterangan lebih lanjut."
"Terima kasih banyak pak."
Matanya mengerjap beberapa kali. Ia bahkan terus meringis karena matanya selalu menangkap sosok Alista. Akhir-akhir ini, Alan selalu dibayangi dengan sosok gadis berwajah cantik dengan ekspresi jutek ciri khasnya. Alan bahkan tak tahu apa yang sedang terjadi pada dirinya saat itu.
"Gue kenapa ya? Kenapa akhir-akhir ini suka kebayang sama wajahnya Alista. Atau mungkin, karena sering liat? Jangan jangan jangan Alan jangan." Alan bergumam seraya terus memfokuskan dirinya untuk menyetir.
Penglihatannya beralih ketika ia melihat Alista di sisi jalan sedang melangkah di trotoar. Kebetulan sekali bayang-bayangnya selama ini menjadi kenyataan. Alih-alih penasaran, Alan mencoba menghampiri Alista dan menepikan mobilnya. Gadis itu merengut bingung karena mobil itu tiba-tiba berhenti tepat di sampingnya. Kaca jendela mobil pun terbuka dan menampakkan wajah Alan yang begitu penasaran.
"Alan?"
"Alista, dari mana? Kok jalan kaki?"
"Saya dari kantor polisi."
"Apa? Kantor polisi? Ada yang jambret kamu ya?"
Alan terlihat panik, menyangka jika Alista telah mengalami musibah pencopetan. Ia mengira itu semua karena melihat wajah Alista yang memang tidak terlihat baik. Matanya terlihat basah memerah.
Alista menatap Alan beberapa menit. Air matanya pun mulai menggenang hampir tak terbendung. Tiba-tiba, ia melangkah memasuki mobil Alan bahkan tanpa izin Alan lebih dulu. Sementara pria itu malah kebingungan dengan sikap Alista.
"Lah lah. Kamu mau ngapain? Heh, kenapa nangis di dalam mobil gue sih? Ada apa?" Alan masih dalam situasi kepanikan. Ia tak bisa pungkiri, jika Alista berani melakukan tindakan hal itu. Terlebih lagi, ia menangis tersedu di dalam mobilnya. Tak ingin orang salah paham, Alan lantas tancap gas membawa Alista ke sebuah cafe.
Alan menaruh sebotol minuman dingin ke meja tempat Alista terduduk. Ia masih menunduk sendu tanpa menatap wajah Alan sedari tadi. Alan sendiri duduk dengan tenang di hadapannya, menatap Alista dengan begitu fokus. Tak selang beberapa menit, Alista membuka mulut menceritakan segala keluh kesahnya saat itu. Detik itu, serasa detik yang mulai mempengaruhi kehidupan Alan dan pandangan hidupnya terhadap Alista. Rasa aneh yang awalnya ingin ia buang, tapi datang lagi dengan sendirinya.
"Jadi gitu. Terus, kenapa kamu nangis? Alista, yang berlalu biar lah berlalu."
"Tapi saya masih gak bisa lupain itu. Saya gak bakal maafin orang itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
ALISTA
Fiksi RemajaAlista harus menjadi tulang punggung keluarga setelah kematian kedua orangtuanya. Ia harus menghidupi dirinya dan satu adik laki-lakinya. Beberapa pekerjaan ia lakukan dengan keras termasuk menjadi guru privat anak orang tajir. Sebuah masalah timbul...