Seperti biasa, Bagas selalu datang di sela Alista istirahat dari pekerjaannya. Mereka makan bersama juga bercanda bersama. Sejak Bagas kembali ke kampung halamannya, mereka menjadi lebih dekat. Bagas bahkan sering membawakan makanan untuk Alista.
"Bagas, makasih banget ya. Lo repot-repot bawain makanan buat gue. Lo gak pernah berubah."
Bagas hanya senyum tersipu.
"Entah kenapa saat gue deket sama lo, hati gue rasanya nyaman banget Lis. Sejak SMA sampai sekarang, perasaan gue gak berubah, masih aja seneng liat wajah lo," batin Bagas yang tersenyum saat melihat Alista makan dengan lahap.
"Biasa aja Lis makannya."
"Habisnya gue laper hehe."
Bagas mengajak Alista untuk pergi jalan dengannya. Ia mengajak Alista untuk nonton di bioskop. Gadis berambut panjang itu berpikir keras, apakah dia mau melakukan itu bersama Bagas? Pikirnya. Bahkan selain Alan, ia tak pernah menonton bersama laki-laki lain sebelumnya. Dan lagi, hal itu membuatnya tiba-tiba ingat dengan Alan.
"Bagas ngajak gue nonton? Kira-kira mau gak yah? Dia kan udah baik banget sama lo Lis, apa salahnya nonton bareng," batin Alista.
"Gimana mau gak? Resfreshing aja kok."
"Ya udah gue mau. Besok lo chat gue aja, biar nanti gue yang ke sana."
¤
¤Pagi menjelang, hembusan angin melewati setiap celah rumah Alista. Gadis berambut lurus itu terbangun dari mimpinya, dan langsung bersiap merapikan dirinya.
"Kakak mau ke mana? Bukannya libur?"
"Kakak mau ketemu sama Bagas. Ya udah kakak pergi dulu ya Rey, sarapan kamu ada di meja makan."
"Bang Bagas? Gue kira dia mau pergi sama bang Alan," gumam Reka.
Langkah Alista membuat Bagas tersenyum.
"Alista, lo bener-bener cantik hari ini."
"Apaan sih, bisa aja lo." Alista tersipu malu.
"Ya udah kita jalan plus makan dulu, baru kita nonton, gimana?"
"Sebanyak itu jadwalnya, bukannya lo ajak gue cuma nonton?"
"Anggap aja kita lagi ngedate." Bagas begitu antusias membuat Alista terdiam heran.
"Nggak, gue bercanda kok."
Lagi dan lagi, semakin hari, Alista merasa bahwa ada alasan lain kebaikan yang Bagas berikan padanya. Tapi lebih dari itu, Alista tak ingin terus berpikir negatif terhadap orang lain.
Mereka melewati satu hari bersama. Tiba lah saat menonton film di bioskop. Alista terlihat melamun. Sejenak, ia teringat dengan Alan yang sering mengajaknya untuk nonton bersama. Senyuman Alan yang terfokus pada film selalu terngiang membuat Alista menyimpan semua itu di sisi celah otaknya.
"Lis, Alista!"
"Eh iya ada apa?"
"Lo kenapa? Kok malah ngelamun, filmnya seru loh."
Alista hanya tersenyum menimpalinya. Ia pun terkejut karena bisa-bisanya ia mengingat Alan ketika dirinya bersama orang lain.
"Gak boleh dibiarin. Alista, lo kenapa sih bisa inget sama dia. Dia itu mau menikah dan lo gak boleh mikirin orang lain," batin Alista.
Bagas menatap Alista aneh, selama film berlangsung Alista hanya melamun sepanjang film diputar.
••
Alan menatapi pemandangan di luar rumahnya melalui kaca jendela kamarnya di lantai dua. Ia terus terngiang dengan perkataannya pada Bu Laras yang menerima perjodohannya dengan Luna. Sekaligus terngiang dengan ucapan sang adik perihal Alista dan perasaannya. Kini, ia benar-benar harus memilih tujuan hidupnya sesuai apa kata hatinya. Tak ingin lama prustasi, ia kemudian mengajak Luna untuk bicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALISTA
Ficção AdolescenteAlista harus menjadi tulang punggung keluarga setelah kematian kedua orangtuanya. Ia harus menghidupi dirinya dan satu adik laki-lakinya. Beberapa pekerjaan ia lakukan dengan keras termasuk menjadi guru privat anak orang tajir. Sebuah masalah timbul...