Alista memanfaatkan pergantian shift kerjanya dengan mengajak Melani untuk meminum kopi bersama di sebuah kedai.
"Lis lo serius jalanin ini? Lo ini sarjana ilmu hukum loh Lis."
"Lah emangnya kenapa kalau gue sarjana? Kerjaan gue halal kok. Iya gue tau, kerjaan gue emang cuma jadi kasir toko. Setelah kepergian orangtua gue, gue mulai belajar gimana hidup, gimana caranya melindungi seseorang, gimana caranya bisa cari uang. Pokoknya, apapun yang gue kerjain saat ini, itu bisa ngingetin gue sama orangtua gue, gimana dulu mereka capek-capek kuliahin gue sampai saat ini. Gue mau berada di posisi mereka, gue mau ngerasain jadi mereka, sampai saat nanti gue sukses, gue baru tau, hidup itu gak mudah dan butuh perjuangan hingga akhir."
Perkataan Alista membuat Melani sedikit merinding mendengarnya. Bahkan, ia tak tahu kenapa ia bisa berteman dengan orang sebijak Alista di dunia ini. Dan Melani, begitu bahagia memiliki teman sepertinya. Alista terus mengingatkannya pada kehidupan yang terus berjalan, sementara kita tak punya banyak waktu untuk bersenang-senang dalam hidup.
"Gila, gue salut sama lo Lis. Lo bikin gue merinding."
"Oh iya, gue mau beres-beres dulu nih. Lo gue tinggal gak apa-apa kan? Setelah ini gue mau pulang kok."
"Ya udah, pulang bareng aja sama gue. Gue tunggu di mobil ya."
Setelah menyelesaikan latihan basket pagi itu bersama teman-temannya, Reka memulai pekerjaan paruh waktunya di Restoran. Tak pernah luput dari penglihatannya, yaitu ... tatapan Nana. Iya, tatapan seribu cinta dari Nana. Semakin hari, semakin Nana terlihat bahagia ketika melihat sang pujaan hati dalam bola matanya langsung. Nana merasa, bahwa ia sedang hidup di neverland ketika ia bisa satu pekerjaan dengan Reka. Nana bahkan belum memintanya pada Tuhan. Tapi ia langsung diberi kesempatan itu secara tiba-tiba.
"Gue mimpi apa ya, bisa satu kerjaan sama kak Reka, setiap hari liat kak Reka senyum juga," batin Nana membayangkan bagaimana tampannya laki-laki pujaannya yang memang memiliki visual begitu nyaman dipandang.
Reka dipanggil manager Resto untuk melakukan sebuah promosi produk baru yang telah dikeluarkan. Selain melalui media sosial, Pak Manager pun mengharuskan Reka untuk menempel selebaran ke setiap jalan atau ke toko-toko kecil di sepanjang kota. Ia pun membagikan selebaran promosi di jalan-jalan besar untuk mengajak customer meminati makanan di Restoran tersebut.
"Saya promosi pak?"
"Iya,kamu mau kan sekarang nempelin selebaran ini ke jalan-jalan sekitaran? Setelah itu bisa lakukan promosi online."
"Mau pak, ini juga kan tugas. Ya sudah pak, saya bisa mulai sekarang?"
"Tunggu, kamu gak sendiri," ucap Manager.
Reka terdiam bingung sejenak.
"Bapak manggil saya?"
Nana datang dengan begitu sumringah ke ruang pak Manager Resto tersebut. Matanya melebar kaget ketika melihat Reka pun berada di ruangan yang sama.
"Kamu bersama Nana. Nana, kamu mau kan melakukan promosi sama Reka? Mohon kerja samanya ya? Kalian kan di sini baru. Anggap aja training. Nanti kalau lulus kuliah, gak usah kayak gini lagi. Langsung jadi owner." Pak Manager menambah motivasi ke dalam pembicaraannya yang terus sambil memasang senyum terhadap mereka berdua.
Nana menoleh beberapa kali ke arag Reka dan ia menoleh lagi pada Pak Manager dengan kebingungan. Saking kaget beserta gugupnya, Nana sampai tidak tahu apa yang harus ia lakukan selain berkata iya. "Baa ... ba ... baik pak."
"Kenapa sama dia sih, bikin risih aja dah." Reka membatin malas. Ia menghela napasnya dengan pasrah setelah tahu bahwa dirinya akan melakukan promosi bersama Nana, gadis yang selalu memiliki tatapan aneh pada dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALISTA
Ficção AdolescenteAlista harus menjadi tulang punggung keluarga setelah kematian kedua orangtuanya. Ia harus menghidupi dirinya dan satu adik laki-lakinya. Beberapa pekerjaan ia lakukan dengan keras termasuk menjadi guru privat anak orang tajir. Sebuah masalah timbul...