#44 》Forgive

3.1K 199 15
                                    

Point penyelidikannya yang sudah ia temukan saat ini adalah,

1. Rambutnya sama-sama pirang.
2. Warna kulitnya sama.
3. Tingginya sama.
4. Body-nya juga sama.

Hanya saja wajahnya tidak ada dalam foto itu—hanya tampilan belakangnya saja.

Kanaya memijit keningnya yang kini terasa pening karena terus memikirkan hal itu. Dan seketika ucapan Derek seerti mengiang-ngiang di kepalanya.

"Kanaya hati-hati patah hati. Gue sih ngingetin aja, ya, pacar lo itu lebih bejat dari pada gue waktu nusuk dia dulu."

"Masalah itu aja dia gak cerita sama lo? Tuh! Punya hubungan tuh harus saling terbuka, lo apa Mar? Masalah apa lagi yang udah lo tutupin sama cewek lo?"

Kanaya berjalan menuju balkonnya. Kini ia harus mencari ketenangan. Batinnya terus berkata. Kenapa masalah gue selalu datang berbarengan?

TOK TOK TOK

Suara ketukan pintu itu membuat Kanaya menoleh. Dengan cepat gadis itu membuka pintu kamarnya dan mendapati Bi Lastri yang sudah ada di depan pintu.

"Kana, di bawah ada.." ujar Bi Lastri.

Damar. Tebaknya dalam hati.

Tapi wanita paruh baya itu tidak meneruskan perkataannya lagi.

"Siapa? Damar?"

Bi Lastri menggeleng cepat. "Turun ya, Kana." Ucap Bi Lastri lagi sambil menunduk, kemudian ia berlalu dari hadapan gadis itu.

Karena penasaran, dengan cepat gadis itu berjalan ke kamar Rezky yang posisinya tidak jauh dari kamarnya. Kanaya membuka pintunya tanpa mengetuk terlebih dahulu dan gadis itu mendapati sang kakak sedang terlelap di atas kasur dengan wajah yang tertutup lembaran-lembaran kertas. Sepertinya lelaki itu ketiduran ketika sedang mengerjakan sesuatu.

Gadis itu berdecak kemudian segera turun ke bawah.

"Mama?" Gadis itu bingung kenapa bisa mamanya itu datang lagi kesini.

Untungnya Rezky sedang tidur, jadi kakaknya tidak akan ribut dan mendapatkan cibiran dari mamanya itu.

Kanaya duduk di sofa lain yang ada di berhadapan dengan mamanya. Dilihatnya Gina tersenyum manis, ditambah ada keraguan dan kegugupan di wajah wanita itu.

"Mau apa?" Tanya Kanaya lagi berusaha mengilangkan kegugupannya juga.

Gina berdeham, ia mencoba menetralkan suaranya agar tidak serak. "Kanaya, maafin mama." Ucapnya dengan nada memohon.

"Mama tahu, Kanaya marah besar. Coba saja kalau mama gak pergi terus, pasti papa kamu gak akan susul mama. Coba kalau mama selalu kasih kabar sama papa, sama kalian, pasti semuanya gak akan kayak gini."

"Dimata Kanaya sekarang pasti mama jahat, mama gak sayang sama kalian, mama perusak keluarga, mama—"

"Kanaya udah maafin mama. Tapi satu syarat," potong gadis itu.

"Apa?"

"Mama gak boleh ngejelekin Kak Rezky lagi. Kak Rezky juga abang Kana, dia satu-satunya keluarga yang tinggal sama Kana sekarang."

Gina tersenyum, tanpa sadar setetes air mata lolos dari tampungannya. Ia beranjak dari sofa kemudian menghampiri Kanaya dan duduk di sebelahnya.

"Mama mau, cari papa kamu. Mama dapat info papa ada di London. Sama—,"

"Sama apa?"

"Sama Marvin..."

Kanaya bungkam. Di satu sisi gadis itu sangat merindukan keduanya, tapi di sisi lain Kanaya belum sepenuhnya percaya sama mamanya itu.

unforgettable [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang