"Papa ayo cepet, Xavi mau lihat Sean!" Pekik anak itu sambil menarik tangan sang papa agar pria itu ikut ke kamar dimana Sean berada.
"Xavi, tunggu mama sebentar nanti baru kita ke sana." Ucapnya.
Tak lama sosok wanita cantik berambut panjang itu datang dengan menenteng tas serta plastik putih di tangan kirinya. "Mas Rezky? Xaviro? Mama kira kalian sudah duluan."
"Tau nih, papa mau nunggu mama katanya. Yaudah Xavi duluan aja kalo gitu." Tidak mengucapkan apa-apa lagi, lelaki itu pergi meninggalkan kedua orang tuanya yang sedang menggeleng melihat tingkah anak itu.
Sepanjang perjalanan, Xavi sesekali berhenti sebentar untuk melihat nama kamar yang ia lewati. Karena baru pertama ini ia menjenguk sepupunya yang baru saja masuk dan dirawat di rumah sakit.
Tak sengaja langkahnya terhenti ketika ada yang menghampirinya dari lawan arah. Pria dengan jas putih dengan stetoskop di lehernya kini berhenti di hadapannya, dengan sopan Xavi mencium punggung tangan lelaki itu.
"Xaviro? Papa sama mama ikut gak?" Tanya orang itu.
Ia mengangguk. "Ada di depan. Kamar Sean dimana om?"
"Ruang Eidelweis, lantai tiga." Ucap pria itu. "Yaudah, om mau ganti baju dulu."
"Iya, Xavi ke tempat Sean ya om."
🍁🍁🍁
"Woi, bro! Berantem mulu sih lo, kalah juga kan akhirnya." Ucap Xavi seraya terkekeh melihat kondisi sepupunya itu. "Om Damar tau kalau ini semua gara-gara berantem?"
Sean tidak bersuara, hanya anggukan yang terlihat untuk menjawab pertanyaan dari Xaviro.
"Wih keren, terus gimana? Lo diamuk kaga?" Celetuk lelaki yang kini sudah berada di sofa sebrang brankar Sean. "Tadi gue ketemu Om Damar, mukanya capek bener keliatannya."
"Biarin deh." Timpalnya.
Sean memejamkan matanya, rupanya rasa pening itu terasa lagi setelah beberapa jam lalu ia terasa membaik. Tapi matanya kembali terbuka ketika ia mendengar suara pintu yang terbuka, Xaviro pun juga ikut menoleh.
Tiga orang berdiri di ambang pintu, dan tersenyum—kecuali papanya. Ensley dan Rezky mendekat ke arah brankar sedangkan Damar malah duduk di sofa sebelah Xaviro.
"Kok bisa?" Tanya Rezky.
"Berantem." Sahut Damar yang sudah bersender di sofa. "Sukanya ribut mulu dia."
"Dia duluan yang cari masalah ke Sean!" Sean membela diri.
"Sudah-sudah, sekarang gimana keadaan kamu?" Lerai Ensley. "Ini tante bawain makanan kesukaan kamu."
"Udah gak papa, makasih ya tante, om."
Kini lelaki yang sedari tadi santai di sofa itu bangkit dan menghampiri ketiganya. Damar mengecek cairan impusan kemudian menoleh ke anaknya. "Makan gak?"
Sean menggeleng. "Nanti aja. Mama mana pa?"
"Pulang sebentar mau istirahat." Jawab Damar.
"Sean kapan bisa pulang, pa?"
"Besok."
"Lo pulang aja, Mar, biar gue, Ensley sama Xaviro disini." Sahut Rezky.
"Iya, sebentar lagi." Ucap Damar sambil memindahkan barang-barang yang sudah tidak digunakan lagi dari atas nakas. Setelah itu ia beralih lagi ke anak laki-lakinya itu. "Jangan lupa makan, jangan ngerepotin Om Rezky sama Tante Ensley. Papa pulang dulu, nanti malam kesini lagi sama mama."
KAMU SEDANG MEMBACA
unforgettable [COMPLETED]
Ficção Adolescente"Tell me how to forget someone loved" ~ UNFORGETTABLE by. itsmefadhlh [COMPLETED] ● RANK ● #289 in Teen Fiction (05/07/18)