3. Tak Disangka

6.3K 261 6
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم


"jika ingin ilmumu bermanfaat, maka kamu harus ta'dim (hormat) terhadap gurumu, peliharalah juga sikapmu terhadap anaknya, kerabatnya serta orang terdekatnya"
***

Kesokan harinya, seperti biasa Nafisyah bangun tepat jam tiga pagi. Sudah menjadi rutinitasnya sejak pertama masuk pesantren, ia akan melaksanakan salat tahajud, memperbanyak membaca Al-Qur’an selagi menunggu salat subuh, mengikuti kajian, setelah itu giliran beres-beres dan tambahan kalau minggu atau sabtu Nafisyah ditugaskan ke pasar.

Itu semua Nafisyah lakukan dengan senang hati, semata-mata membuat rasa rindu akan rumah terkurangi karena kegiatan sehari-harinya.

Hari Sabtu ini, Nafisyah, Maya serta Ainun pergi ke pasar untuk membeli bahan-bahan memasak.
Entah mengapa, mereka bertiga selalu ditakdirkan untuk bersama-sama terus.

Ttitd ... ttid ... tittd … suara klakson mobil membuat mereka betiga menoleh kebelakang. "Mobil. Kenapa mobil itu klaksonin kita, mau ngajak kali, yah?" tanya Ainun sambil sedikit tertawa.

"Ya, gak tahu lah, lagian kamu kegeeran banget. Itu nyuruh kita kepinggir kali hahaha," tawa Maya menanggapi ucapan Ainun. "Eh, ayo cepet, Naf. Nanti ketinggalan angkotnya lagi!" teriak Maya untuk mempercepat langkah Nafisyah supaya mereka tidak ketinggal angkot ke pasar.

"Sabar dong, aku susah nih pake samping kaya gini, mana masih sakit kaki aku." Protes Nafisyah sambil mengangkat sedikit samping yang ia gunakan sebagai rok itu, Nafisyah risih jika harus menggunakannya takut lepas atau melorot, ia pun sedikit jingjit dan susah saat berjalan, ditambah ia tadi sempat terjatuh tentu karena polahnya sendiri.
Saat sebelum meneriaki angkot untuk berhenti, Nafisyah berlari sambil mengangkat sampingnya dan tak menyangka kalau kakinya akan terkilir dan jatuh.

Sontak Maya dan Ainun tertawa lepas sedangkan Nafisyah mengaduh kesakitan. Dan pada akhirnya angkot pun meninggalkan mereka.

"Teman macam apa kalian, aku jatuh bukan nya bantuin malah pada diketawain, ih.” Protes Nafisyah saat ia tersungkur jatuh, “Kalian pikir aku lagi ngelawak kali yah. Sakit tau,” rengeknya ketus sambil berusaha berdiri.

“Iya-iya afwan, Syah, hehe,” ujar Ainun sambil membantu Nafisyah berdiri.
Tak lama dari itu Ainun kembali terbahak, menertawakan Nafisyah. Memang jago ya, Ainun meledek Nafisyah.

“Lucu juga ya, haha,” ungkap Nafisyah seraya tersenyum juga.
Setelah jatuh, sedari tadi mereka bercanda dan tak menyadari kalau jalan yang mereka lewati sedikit ketengah dan membuat pengendara yang melintas merasa terganggu.

Tiitd ... titd ... titd … lagi dan lagi suara klakson kendaraan muncul, mungkin ini sudah yang ke empat kalinya. Setelah sedikit bergeser ke tepi jalan, ternyata salah satu mobil yang klaksonin mereka itu berhenti.

Terlihat jelas seorang laki-laki yang keluar dari mobil dan melangkah mendekati mereka.

"May, May, lihat deh bukannya itu ustaz Rahman, ya?" tanya Ainun.
Taka da jawaban. Mereka pun menunduk ketika sudah semakin jelas siapa yang mendekatinya.

"Maya, Ainun, Za--hraa. Tugas ke pasar?" Rahman menyapa sekaligus bertanya dengan suara yang terdengar kaku. “Ayo ikut, sekalian aja. Ada keperluan disekitar pasar ana juga.” Ucapnya terus tak membiarkan mereka bertiga menjawab.

"Hah!? Aw…" sontak Nafisyah dibuat kaget ditambah rasa sakit karena sikuan tangan Maya ke perutnya.
"Em, ustaz ke saya?" tanya Nafisyah ragu sekaligus kaget, kenyataan bahwa Rahman mengajaknya ke pasar dan Zahra? Panggilan itu. Terasa sedikit aneh didengar, bagaimana bisa ustaz Rahman memanggilnya dengan sebutan Zahra.

CINTA PADA AKAD KEDUA {Terbit}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang