40. Kepulangan

4.2K 213 25
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم
***

Setelah membereskan barang-barang, Nafisyah segera berpamitan dengan Maya dan suaminya. Tak lupa kepada kedua orang tua Mizan, yang sudah memberikan izin penuh tinggal di pesantren.

"May, mas Mizan, Bu, pak. Terimakasih selama ini sudah memberi tempat tinggal buat saya."

Awalnya Nafisyah ragu saat mengetahui ia akan tinggal di sebuah lingkungan pesantren. Ia sadar diri dengan kondisinya, takut akan menjadi aib besar bagi pesanten.

Tapi, Maya dan keluarganya lah yang sanggup meyakinkannya dan tak jarang saat sudah menetappun Nafisyah kerap sekali diberi beberapa wejangan, pengingat bagi dirinya sendiri.

"Iya, nanti jangan lupa kesini ya. Silaturahmi, mampir. Ibu pasti kangen sama kamu," Ujar Ibu Ranti, yang merupakan orang tua dari Mizan.

"Iya Bu, insyaallah."
"Mau salam juga buat mas Misbah dan santri-santri lainnya ya. Maaf gak sempet pamitan," pinta Nafisyah untuk menyalamkan salamnya pada Misbah. Adik dari Mizan. Dan pada santri lainnya.

"Iya insyaallah. Hati-hati ya Naf,"

"Ya udah, Bu, pak, saya pamit dulu. Terimakasih. Assalamualaikum..." Kini yang membuka suara Khalif sendiri.
Nafisyah segera bersalaman dengan ibu dan Maya, tak lupa ia memeluknya. Ia tak tahu kapan akan bisa menemui mereka kembali.

Setelah itu, Nafisyah benar-benar pergi.

Berdua bersama Khalif di dalam mobil membuat Nafisyah sedikit risih.
Apalagi tak ada sedikitpun perbincangan diantaranya.

"Zah, telpon ibu gih. Bilang kalau kamu sekarang pulang." Menyadari akan kegelisahan Nafisyah, Khalif membuka suara untuk menghilangkan keheningan.

"Iya, kak."

"Pasti ibu ayah seneng banget deh," ujar Khalif.

"Hem?"
"Aku malu kak, aku malu sama Allah, sama ayah ibu. Aku tau mungkin Allah marah dengan perbuatanku selama ini, aku tau juga perbuatanku ini membuat beban berat untuk keluarga, menjadi aib juga bagi mereka. Aku malu," Isak tangis Nafisyah pun tak terbendung dengan sesekali ia menghapus kasar air mata yang keluar.

Ia mengungkapkan kegelisahan dan ketakutan nya selama ini untuk pertama kalinya setelah sebelumnya hanya kepada Allah saja.

"Tak apa, semua sudah rencana Allah. Kamu sabar, ikhlas saja." Ungkap Khalif sambil menghentikan mobil nya tepat di depan sebuah Indomaret.
"Kakak, kedalem dulu. Tunggu ya, nggak lama." Alih-alih menenangkan tangisan Nafisyah. Khalif malah pergi melangkah menuju Indomaret.
Bukan tanpa alasan ia menghindar, Khalif sendiri tak sanggup jika harus melihat Nafisyah menangis.

Beberapa menit menunggu, akhirnya Nafisyah pun memberanikan diri untuk mengangkat kepalanya, ia pun sudah merasa capek dengan tangisnya. Ia mencari-cari tissue. Tapi sayang, tak ada hasil dari pencariannya.

"Cari apa? Ini!" Ucap Khalif yang baru saja masuk ke dalam mobil. Ia menyodorkan sebuah kotak tissue. Khalif yakin, setelah capek menangis. Nafisyah akan segera mencari tissue. Maka dari itu, ia memberhentikan mobilnya tepat di depan Indomaret.
"Nih, ini juga ambil." Suruh Khalif, ia kembali menyodorkan sekantong keresek besar, menyodorkan ke belakang kemudi tepat dimana Nafisyah duduk.

CINTA PADA AKAD KEDUA {Terbit}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang