34. Next

3.9K 196 36
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم
***

Ada lagu nih, siapa tahu bisa mengiringi dan mewakili perasaan kalian pada cerita ini.

***
"Terkadang kecewa datang, saat kita tak mendapat kan apa yang diinginkan"
***

Nafisyah kembali kecewa. Ya! Kecewa karena apa yang akan menjadi miliknya akan terbagi dengan yang lain.

Nafisyah bisa apa? Hanya bisa menolak dengan keras wasiat itu. Toh tak wajib untuk dilaksanakan bukan?

Hasna memang tak memaksanya untuk menerima wasiat tersebut, hanya saja ummi dan Rahman seperti nya mereka berat dengan keputusan Nafisyah.

Bisa apa Nafisyah, hanya bisa menangis dan meluapkan emosi nya dengan menyendiri di kamar.
Lagi dan lagi Rahman membuat Nafisyah kembali kecewa. Bahkan sekarang lukanya begitu parah.

"Naf... Buka dulu," suara Rahman kembali terdengar. Sedari tadi Rahman membujuk Nafisyah untuk membukakan pintu kamarnya, tetapi tak ada jawaban apapun dari Nafisyah.

"Jangan seperti ini, kita bicarakan dulu." Lanjut Rahman lagi.

Hati kecil Nafisyah berkata pada saat itu juga, "jangan seperti ini? Lalu aku harus bagaimana. Mengamuk di depan kamu hah!! Aahhh.."

Nafisyah yang masih duduk di bawah pinggiran kasur. Segera bangkit untuk membukakan pintu. Terlebih dahulu ia menghapus air matanya dulu.

"Naf," seru Rahman saat melihat Nafisyah sudah ada di hadapannya. Setengah jam lamanya Nafisyah menyendiri di kamar.

Nafisyah menangkis tangan Rahman yang akan merangkulnya dalam pelukan. Ia tak mau di peluk Rahman saat ini. Rasanya sakit.

"Nafisyah, aku tak punya hak untuk mengiyakan atau menolak wasiat itu. Semua ada di tangan kamu, apapun itu." Rahman memulai pembicaraan nya.

Mendengar perkataan Rahman, Nafisyah hanya tersenyum getir. "Bodoh sekali, jika aku harus mengiyakan wasiat itu. Bodoh banget jika aku menolak wasiat itu juga. Toh yang akan menikah dan bahagia nya hanya pihak aa saja, jika pun tak menikah tetap saja semua akan memberatkan aku. Menenteng laki-laki yang tak mencintai aku.." ungkapan amarah Nafisyah yang tak terbendung.

Jeda seperkian detik Nafisyah berucap kembali, "Buat apa minta jawaban dari aku, jika jawaban nya sudah jelas. Aku menolak nya a, sungguh. Jika pun aku menerima nya lepaskan aku saja." Keputusan Nafisyah.

"Bukan itu yang aku mau Naf, aku gak bakal lepasin kamu" kini Rahman mulai berbicara lagi, ia tertohok dengan ucapan Nafisyah.

Sebelum menjawab ucapan Rahman, Nafisyah terlebih dahulu menghapus air matanya.
"Serakah! lalu aku akan di madu? Sebelum itu terjadi aku udah menghilang a, sungguh saat ini juga aku udah tersiksa apalagi nanti jika dia sudah ada di kehidupan aku."

"Tanyakan pada hati aa, apa jawabannya. Jangan tanya aku?" Suara Nafisyah meninggi, Kini Nafisyah menanyakan apa jawaban tentang wasiat itu dari sisi Rahman.

"..." Tak ada jawaban apapun dari Rahman.

"Kenapa? Aa bingung untuk menjawab nya." Ungkap Nafisyah

"Ya aku bingung, berat untuk menjawab nya, satu sisi ada keinginan ummi, ayah Hasna dan kamu," jeda Rahman.
"Beri aku waktu untuk menjawabnya," lanjut Rahman.

"Sekarang juga aa sudah tak yakin dengan jawaban nya. Apa bedanya dengan nanti. Hanya sebuah jawaban aku atau dia a," sanggah Nafisyah saat  Rahman meminta waktu untuk menjawabnya.

CINTA PADA AKAD KEDUA {Terbit}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang