9. kenyataan yang harus diterima

4K 188 1
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

***

Segala sesuatu yang kita lakukan sudah menjadi ketetapanNya. Baik buruk kita harus terima, kita hanya sebagai wayang yang dimainkan oleh seorang dalang.

Alur kehidupan wayang di tentukan bagaimana dalang yang memainkan, tidak tahu akan seperti apa. Sebaliknya pun kita, Allah lah yang mengatur segalanya.

Tidak berhak kita untuk menentang alur kehidupan kita, semua diatur atas skenarioNya, atas takdir yang kita jalani.

Salah satu kunci didalam kehidupan, ya! Bersabar ikhlas menerima ketetapannya.

***
Setelah sadar, Nafisyah yang tidak tahu apa-apa langsung dibawa kesebuah mobil dan dengan bingung nya kenapa Maya dan Ainun tidak mengikutinya. Ia ingin bicara, tapi entah kenapa tenggorokannya terasa sakit dan kering. Alhasil ia sudah berada di mobil ini.

Mobil yang hanya ditempati oleh dua orang manusia, hanya Nafisyah dan ustadz Rahman didalamnya.

"Affwaan... Ustadz ekkhngng.." ucap Nafisyah serak.
"Ada apa Naf, tidurlah istirahat. Perjalanan masih jauh" jawab Ustadz Rahman yang fokus mengendarai mobilnya, tanpa sedikit melirik ke belakang.

"Ustadz saya haus, ingin minum. Boleh turun dulu sebentar" Nafisyah dengan nada lemahnya.
"Astagfirullah..!! maaf kan saya, tadi buru-buru dirumah sakit hampir lupa kalau kamu belum makan dan minum apa-apa sejak sore" ucap ustadz Rahman, sambil menghentikan mobilnya dipinggir jalan.

"Eettt kamu mau kemana, tunggu disini biar saya saja" Ucap Ustadz Rahman, ketika melihat Nafisyah yang hendak keluar mobil.

"Tidak ustadz, saya masih bisa kok" ucap Nafisyah.
"Sudah tunggu, badanmu masih lemas. Tunggu saya" Ucap Ustadz Rahman, dan pergi ke sebuah warung.

"Ini!" ucap ustadz Rahman sambil menyodorkan roti dan air mineral.

"Syukron ustadz" ucap Nafisyah sambil membuka air mineral  tersebut.

"Ustadz sebenernya kita mau kemana, kok bukan jalan ke pesantren?" Tanya Nafisyah yang bingung melihat jalan yang bukan menuju pesantren, melainkan ke jalan tol.

"Bandung" Ucapnya singkat.
"Rumah saya?" ucap Nafisyah.
"ya!" jawabnya singkat.

Tak ada lagi percakapan diantara mereka, hening dan saling diam. Dan membuat situasi yang Nafisyah tidak suka, kecanggungan!
Harus ngomong apa aku, tiap nanya jawabnya singkat. Aaahhh canggung gini. Mana pantat aku udah panas gini, dari tadi Cuma duduk manja aja. Ucap Nafisyah dalam hati.

"Naf sebelumnya saya minta maaf telah lancang membawamu bersama saya, saya tidak bermaksud apa-apa hanya khawatir dan membawamu pergi untuk pulang" ucap Rahman tulus, setelah ia menimbang-nimbang dalam benaknya untuk membicarakan apa.

"Akhirnya ngomong juga" ucap Nafisyah pelan.
"Haah, apa Naf? Saya gak denger" jawab Ustadz Rahman.

"Eehh nggak Ustadz, saya berhutang budi pada ustadz. Terima kasih ustadz telah mau membawa saya pulang. Padahal saya baru seminggu loh di pesantren biasanya kan gak boleh pulang sebelum 40 hari" Ucap Nafisyah berterima kasih, untung saja  ustadz Rahman tidak mendengar ucapan sebelumnya.

Percakapan diantara mereka memang terbilang formal dan canggung terbukti dari ucapan kamu saya dan tindakan obrolan mereka yang seperti tanya jawab kuis.

"situasi dan kondisi yang mengharuskan" Ucap ustadz Rahman dengan singkat.

"Eeeeemmmmm..." jawab Nafisyah dengan pelan. 

CINTA PADA AKAD KEDUA {Terbit}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang