41. Mencoba berbicara

4.3K 203 19
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم
***

"Assalamualaikum, bu, ayah." Nafisyah segera berhambur pada pelukan ibunya.

"Ya Allah Aisyah... Nak." Ibu segera membalas pelukan anaknya, begitupun ayah ia membelai lembut kepala dan pundak anaknya.

"Bu aku gak mau ketemu a Rahman, aku gak mau Bu. Usir dia," ujar Nafisyah, ia menunjuk pada pintu yang terbuka.

"Emang ada Rahman sayang?" Tanya ibu dengan lembut. 

"Ada, ada... Aku gak mau," Nafisyah kembali menggelengkan kepalanya, tanda ia tak mau jika harus bertemu Rahman.

"Iya, nanti ayah bilang sama Rahman." Ucap Ayah.

"Sekarang kamu istirahat ya, ke kamar gih." Suruh ayah sebelum ia pergi menemui Rahman di luar.

"Aisyah, tenang dulu ya. Ibu mau ambil minum dulu," ucap ibu. Nafisyah hanya membalasnya dengan anggukan. Dan segera menuju kamar kesayangannya.

Ketika ayah mendekat pintu, Rahman sudah terlihat batang hidungnya, terlihat sangat gelisah dan kacau. "Rahman, kamu sudah lihatkan. Sekarang kamu pulang, seperti yang ayah bilang tadi." Ucap Ayah mengingatkan Rahman dengan perbincangan nya sewaktu tadi.

"Yah, kasih Rahman kesempatan buat ketemu Nafisyah. Sebentar, Rahman janji." Pinta Rahman, ia kekeh ingin menemui Nafisyah.

"Ada baiknya ente ngehindar dulu Man. Nafisyah butuh menyembuhkan lukanya dulu," saran Khalif menambah ucapan ayah.

"Iya Lif ane tau, tapi ane harus bicara sekarang sama dia. Ane mau ngejelasin semuanya," ungkap Rahman.

"Ayah coba buat bicara sama Nafisyah dulu ya, kalau dia menolaknya terpaksa kamu harus pulang dulu." Ujar Ayah dan Rahman pun menyetujui nya.

"Man, coba ente ngomong lewat ini." Khalif menunjukkan hp nya.
"Ane rekam, nanti ane kasih sama Nafisyah. Ane yakin dia gak bakalan mau ketemu, dia takut ketumu ente," ujar Khalif memberi solusi dari masalah saat ini.

Tak langsung menyetujui, Rahman malah menjambak rambut nya dengan keras. Sebegitu bencinya Nafisyah pada Rahman, hingga ia pun takut untuk menemui Rahman.
"Aaahh.... Astagfirullah ya Allah," rapalan kekesalan Rahman, tentunya pada dirinya sendiri. 

"Baik Lif, tunggu ayah dulu. Kalau dia gak mau ketemu, ane nurutin saran ente." Putusan Rahman.

''Bagaimana yah?" Tanya Rahman saat ayah sudah kembali terlihat.

Hanya ada gelengan kepala saja dari ayah, menandakan Nafisyah benar-benar tidak mau menemui Rahman.
"Lebih baik kamu pulang dulu, ayah akan bujuk lagi nanti."

"Hhwuuhh.." hembusan nafas pun keluar dari mulut Rahman.

"Kalau begitu ayah kembali kedalam," pamit ayah.

"Lif, ane minta bujuk dia juga. Ane beneran nyesel, ane mau memperbaiki nya lagi semua." Ujar Rahman.

"Iya, ane tau ini berat buat ente. Kuncinya sabar, kalau dia jodoh ente, dia bakal kembali lagi ke ente. Yakin kan itu," tangan Khalif tak henti-hentinya terus menepuk halus pundak Rahman. Menyalurkan kekuatan untuknya.

"Baik, ane rekam suara dulu. Ane titip ini buat dia ya," ucap Rahman dan segera merekam kata yang akan diberikan pada Nafisyah, semoga saja mewakili kerinduan nya pada Nafisyah.

CINTA PADA AKAD KEDUA {Terbit}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang