Semua orang tahu Aldy.
Tidak ada siswa Kelas Eksekutif yang tidak tahu Renaldya Ariadne Ghreiva – bocah divisi SD yang kerap kali mampir ke bangunan Kelas Eksekutif setiap pulang sekolah.
Gadis jenius dengan riwayat bertebaran medali emas juara satu dan Damian 0.2, bedanya gadis itu lebih dingin dan lebih tidak berekspresi lagi dari Damian.
Bicaranya lebih irit dipangkat dua, apatisnya diintegral tiga, dan kemampuan sosialnya dibagi empat.
Namun banyak yang tidak tahu dia siapa.
Ale sudah sering bertemu dengannya, walau hanya sekilas. Damian lebih suka memonopoli segala waktu kosong Aldy untuk dirinya sendiri – baik itu di kantornya maupun di labnya, di lantai tiga bangunan workshop Kelas Unggulan.
Ia tidak terlalu terkejut bertemu dengan Aldy di kantor Damian suatu ketika, saat pulang sekolah di minggu pertama setelah PLS ketika Ale naik ke kelas sembilan.
Tidak mengherankan. Aldy sekarang siswa divisi SMP, ia Aleco duga akan lebih sering Damian bawa ke kantornya.
Pertanyaannya; Mana Damian?
Itu pertanyaan yang Aleco sampaikan pada Aldy, yang memandangnya dengan kepala yang dimiringkan seperti burung.
"Tidur."
Oh. Oke.
Kalau Aldy yang menyebutkan Damian sedang tidur, kau tidak mengganggu tidur Damian. Kecuali dunia akan kiamat, tidak ada alasan valid untuk mengganggu tidur kakak kelasnya yang satu itu.
Hanya Tuhan yang tahu kapan dan berapa lama tidur Damian di kesehariannya.
Well.
Hanya Tuhan dan Aldy.
Karena Aldy itu Aldy. Damian tidak menyimpan rahasia dari Aldy, kalau Aldy bertanya maka jawabannya dari Damian adalah jawaban yang sebenar-benarnya sesuai kenyataan.
"Gue titip berkas buat Kak Damian, ya? Bilangin tinggal dicek ulang sama tanda tangan doang, makasih."
Aldy tidak berkedip, menatap lurus ke arah Aleco yang meletakkan map di tangannya ke atas meja Damian.
"Duluan, Dy."
Pintu ditutup, dan itu menjadi interaksi terakhir mereka sebelum mereka bertemu lagi ketika Aleco sedang renggang dan diajak juniornya ikut basket hanya sekadar untuk mengisi waktu luangnya.
xX - Sepuluh - Xx
Kalau diingat-ingat, Ale sendiri tidak tahu mengapa ia bisa dekat dengan Aldy.
Mereka bertemu ketika Ale luang dan Aldy sedang ikut latihan bersama tim basket.
Tidak begitu sering berbicara juga di awal dulu, hanya sebatas percakapan singkat mengenai kemana ekstrakurikuler mereka akan diarahkan – berhubung Aldy manager junior yang Ale duga akan mengambil nama manager utama divisi SMP nantinya dan Ale sendiri adalah kapten angkatannya.
Ia tidak ingat mengapa bisa Aldy jadi tong sampah curhatnya.
Tapi ada yang ia ingat.
Satu percakapan di luar pembahasan basket mereka biasanya.
Percakapan itu, Ale ingat sekali, tentang Reksa.
"Kak Ale." Aldy memanggil, dan Ale hanya berdehem menjawab – fokusnya tidak beralih dari bola yang sedang ia dribble dan ring yang menjadi tujuannya.
Mereka tengah menjadi orang terakhir di lapangan basket outdoor malam hari itu, sudah yang lainnya sudah berpulang ke rumah atau masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enigma
Teen FictionFirst Book from the 'Arcanum' Trilogy, Apriori. . Siegfried International Academy bukan sekolah sembarangan, kata orang lain. Isinya hanya para kaum elit, isinya hanya para jenius dengan latar belakang yang bukan main-main. Di mata kaum awam, yang m...