15 √ Ratu Bertahta Embun Beku

262 34 6
                                    

Caroline Averial Sanjaya tak begitu tau harus bereaksi bagaimana ketika pada saat pengumuman mentor, ia mendapatkan kakak kelasnya dengan pamor yang tak mungkin tidak diketahui satu sekolahan.

Divisi SMP menyayanginya sebagai anak emas dalam lingkup Kelas Unggulan, divisi SMA segan padanya, dan divisi SD alumninya dulu mengidolakannya.

Jujur, siapa sih selain anak non-elevasi dalam penerimaan siswa baru yang tidak mengenal nama Renaldya Ariadne Ghreiva?

Adik kelas kesayangan Damian Zhegraive, dan peringkat kedua umum tiga divisi setelah nama Damian langsung – mungkin sekarang malah mendaratkan diri di peringkat pertama karena Kak Damian sudah lulus.

Siapa siswa Kelas VII A yang baru, yang tidak mendambakannya sebagai mentor untuk setahun awal mereka masuk divisi SMP ini?

Nama mentor-mu bisa jadi booster pack untuk namamu sendiri, sebagaimana nama Kak Damian menjadi head start untuk nama Kak Aldy.

Dan dirinya diberi kesempatan untuk mendapat nama Kak Aldy.

Bagi orang lain di kelasnya, itu anugerah luar biasa yang harusnya disyukuri seumur hidup.

Baginya sendiri?

Antara benci dan senang, ia tak begitu bisa membedakan.

Di satu sisi, ini akan menjamin nilai dan masa depannya secara objektif.

Di sisi lain, dirinya tidak terlalu akrab dengan mereka yang seumuran dengannya selain beberapa tertentu – ini akan mengundang mimpi buruk untuknya.

Jadi setelah pengumuman namanya itu, dirinya dengan kaku berjalan ke depan.

Tentunya seperti pasangan-pasangan senior-junior yang sudah diumumkan tadi, berbarengan dengan Kak Aldy yang berjalan ke arah meja guru tempat Ibu Dian – Walikelas Kelas VII A – dan Pak Wijaya – Walikelas Kelas VIII A – tengah berada.

Dengan baju seragam formalnya lengkap dan parasnya yang tegap, Kak Renaldya kelihatan santai-santai saja. Fakta ini berbanding terbalik dengannya yang sudah bisa merasakan keringat dingin berseluncur bebas di punggungnya.

Ibu Dian tersenyum lebar kepada mereka berdua ketika keduanya menempatkan diri duduk berdampingan di kursi yang sudah disediakan.

"Selamat loh, Nak." Ujar Ibu Dian seraya agak tertawa bercanda, "Kamu dapet kakak kelas ranking satu, loh."

Iya, Bu. Anak divisi SD kelas tiga pun tau siapa Kak Renaldya.

Ia tentunya mengabaikan sarkas batin yang menjawab spontan itu, dirinya hanya tersenyum dan menjawab seadanya.

Di dalam hati, paniknya menjerit-jerit tak karuan.

Pak Wijaya yang berkesan kalem tak berekspresi juga tersenyum kecil pada Kak Aldy, "Kamu sudah punya tanggung jawab bukan cuma ke atas lagi sekarang, ya?"

Untuk seseorang dengan track record seperti Kak Renaldya, ia cukup paham maksud Pak Wijaya; 'Kamu nggak bisa sembarangan seenakmu sendiri lagi, jadi cerminan yang patut dicontoh juniormu.'

Tidak mengherankan.

Kak Aldy jarang tertangkap basah bertengkar walau korbannya pada akhirnya kelihatan bagaimanapun kejadiannya, ia juga tidak macam-macam dengan rokok maupun obat-obatan terlarang.

Namun semua yang tau 'kesempurnaan'nya pasti tau 'cacat' Kak Aldy yang dijuluki 'Raja' dari angkatannya itu.

Tak sembarang orang bisa berinteraksi dengannya secara langsung dan benar-benar digubris oleh Kak Aldy.

EnigmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang