35 √ Rumor Has It

209 35 12
                                    

Fathan benci hal yang irasional. Sementara itu, Aldy melihat sesuatu yang irasional seperti ia melihat sebuah invensi baru; sebagai hal yang wajib ia pecahkan.

Gibran?

Gibran menyukai irasionalitas. Menghindarkannya dari kebosanan yang biasanya akan mendorong alur pikirannya ke hal-hal yang membuatnya melakukan sesuatu yang impulsif—seperti menghancurkan hidup orang yang tidak ia sukai.

Kalau kata teman-temannya, Gibran Alghifari Rahardian itu adalah seorang red flag berjalan. Ia tentu akan menyangkal, mengingat dia tidak seburuk itu. Ia tidak merencanakan kehancuran dunia dua puluh empat jam per tujuh, tidak setiap hari melumpuhkan lawan-lawan politiknya di atas meja bundar, juga tidak pernah merencanakan makar untuk menjadikan dirinya nomor satu di Triumvirate angkatannya.

Yah, tidak mungkin juga sih melakukan makar untuk menggulingkan Aldy—tidak mungkin dalam arti tidak mungkin ia mampu. Bisa jadi Gibran yang malah diguling di atas api dan disantap jadi hidangan utama makan malam Aldy.

Tidak secara harfiah, tentu saja.

...Semoga.

Moving on, Gibran kembali menyatakan bahwa ia bukan red flag berjalan. Kalau memang ada yang bisa dinyatakan sebagai seorang red flag berjalan, ia akan lempar sebutan itu teruntuk kakak kelasnya yang sangat hangat jadi buah bibir Siegfried belakangan ini.


"Eh, lo udah denger belom, tentang si anak baru?"

"The fact that hari ini dia duduk bareng para Vecchi for breakfast? Yeah, I did."

"Hus! Jangan sembarangan nyebut mereka Vecchi di sini! Lo tau sendiri telinga sama mata mereka dimana-mana!"

"Lo takut apa sih? Dilabrak? Tinggal lapor ke anak Kelas VIIIA terdekat. Kelar. Tuh lo liat aja di belakang lo, ada Kak Reza sama Kak Gibran. They won't do anything."

"Are you dumb or something? Gue nggak bakal liat ke belakang gue justru karena lo bilang gitu. Do you know how scary Kak Gibran is? Kecuali, lo ngomong yang di belakang gue itu Kak Fathan. Besides, it's an insult, that means you started it first—lo yang bakal kena."

"It's only an insult kalau mereka mengakui julukan 'Vecchi' ini. Posisi mereka kan nggak diakui secara formal—admitting that the term 'Vecchi' exists means that the Nobility faction exists. Lo harusnya inget kalau faksi yang dibuat tanpa persetujuan sekolah itu enggak diakui dan ngelanggar aturan sekolah—terutama faksi classist kayak mereka. They only exist because everyone decided to let them be—because Kak Damian Zhegraive thinks they're funny and Kak Ara doesn't bother with nameless people like them. Play smart, lo itu anak Siegfried. Kreatif dikit lah."


Reza yang tengah uring-uringan tiduran di kursi taman panjang di hadapan Gibran terkekeh mendengar percakapan dari salahsatu meja taman yang berada di dekat mereka.

"Siapa yang barusan ngomong?" Gadis berambut ikal itu tiba-tiba berdiri dari posisi tidurnya, menoleh ke arah Gibran untuk bertanya, tatapnya penuh kegirangan. Maklum ia bertanya, ia membelakangi mereka.

Gibran melirik dari makan siangnya sejenak, sebelum kembali menyantap Beef Teriyaki miliknya, "Haitham bin Rasyid Al Saud, Kelas VII C."

Reza menaikkan sebelah alis, "Al Saud*? Tapi bukan anak Kelas A?"

Pertanyaan ini dijawab sebuah gelengan oleh Gibran, "Branch family kayaknya, gue lupa. Bukan. Dia emang nggak mau, Aldy pernah nawarin. Katanya dia pengen a leisure life di Siegfried. You know firsthand gimana birokrasi itu bikin orang sinting."

EnigmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang