12 √ Kuda Hitam

290 38 2
                                    

Aleco punya ekspetasi pada Dewantara.

Kau tau mengapa Ale begitu berharap pada manusia satu ini?

Karena mendapat peringkat pertama bagi seorang siswa non-elevasi itu mitos belaka. Aleco saja masih kalah dengan Reksa, 'kan?

Nilai rata-rata harus melebihi nilai rata-rata peringkat pertama alumni Kelas A, dan rata-rata yang disebutkan disini maksud Ale bukan rata-rata akademik.

Rata-rata campuran tiga konteks utama tes masuk; TPA, nilai akademis, dan nilai sikap – dengan nilai prestasi hanya sekadar bonus. TPA dan nilai akademis masih bisa-bisa saja berubah, kau tak pernah tau. Prestasi tidak begitu diutamakan mau bagaimanapun itu. Namun nilai sikap?

Aleco punya bekal tiga tahun untuk akumulasi total nilai sikapnya di masa ia SMP, dan nilai paling abstrak satu ini memiliki juri terselubung.

Ini berlaku untuk semua siswa elevasi, dimana hasilmu di divisi SMP menentukan kelanjutanmu ke divisi SMA.

Bagaimana siswa non-elevasi, katamu?

Siswa non-elevasi melewati tiga sesi wawancara model eliminasi.

Urutan tesnya dimulai dengan tes akademis yang berlanjut ke tes TPA. Setelah ditemukan nilai akhir yang ditambahi nilai prestasi, barulah calon siswa diwawancara.

Nilai sikap siswa non-elevasi berasal dari hasil tiga nilai wawancara itu, yang berarti tes wawancara yang disebutkan disini harus sesuai dengan tiga tahun siswa elevasi bersekolah.

Menurut kalian, sesulit apa meraih peringkat pertama dengan proses macam itu?

Makanya Ale katakan bahwa non-elevasi yang menjadi peringkat pertama adalah mitos – dan Dewantara Arjuna Prasetya mematahkan pemikiran itu hanya dengan kehadirannya.

Tiga hari di minggu kedua masuk sekolah, ekspetasi Aleco mengenai Dewa yang menjalani proses calon pengganti pemegang tahta sementara ambyar begitu saja.

Dewa itu ambisiusnya bukan main.

"File dari Sie Delapan mana?"

"Udah di hard disk yang tadi Kak, ada dua folder baru yang namanya 'Sie SMP' sama 'Sie SMA'. File dari Sie Satu sampai Sie Sepuluh gue tata disitu semua."

"Dew, laporan dana MPLS dari OSIS SMA mana?"

"Tadi diminta Kak Ara, Kak."

"Ambil sana, gue mau nge-crosscheck sama laporan langsung yang gue dapet per transaksi."

"Iya, bentar. Gue tadi disuruh Kak Ara ngambil data sekalian kalau mau balik ke ruangannya."

"Mintain Ara surat yang tadi gue minta ditandatanganin juga."

Ambisi Dewa mengingatkannya pada Reksa, tapi Ale tidak yakin Reksa sekompeten Dewa.

Di sisi ruangan, Ale dan wakil Kak Jafar – Kak Kinar – tengah mengantri dispenser yang tengah dipakai wakil Kak Vano – Kak Morgan.

Pintu kubik Kak Giovano dan Kak Jafar keduanya terbuka, tengah berada di meja kerja masing-masing dengan laptop dan tumpukan kertas pasca-PLS yang menggunung.

Mereka berdua hanya menonton sosok Dewa yang dari tadi bolak-balik antara dua kubik itu dan pintu yang berada diantara dua kubik itu.

"Mereka bener-bener ngeperlakuin Dewa kayak anak magang gitu ya?" Kalau ini adalah anime yang sering ditonton Kevin, reaksi yang bisa mendeskripsikan Ale saat ini adalah sweatdrop.

Kak Kinar hanya terkekeh sambil tersenyum tenang, "Wajar aja. Mereka dapet adek kelas yang bisa keep up sama tuntutan iblis mereka yang menjunjung tinggi kesempurnan tanpa cacat, gue nggak begitu heran. Padahal tadi waktu nggak istirahat kerja mereka nggak segila ini."

EnigmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang