"Honestly, bokap gue keliatan puas banget."
Dewa mengerjap, tak sengaja mendengar suara pemuda yang maju memberi sambutan tepat sebelum gilirannya.
Dia tak langsung kembali ke tempat duduknya?
"Gue tau. Gue yang buat semua yang di atas panggung itu. Nyenengin hati bokap lo berkemungkinan uang kas tambahan buat kita soalnya."
Ia mengerjap lagi.
Ah. Siapa tadi namanya? Fathan? Benar, Fathan. Fathan Alviano Wahyudi. Putra sulung Antonio Wilhelm – rahasia umum, sungguh. Anak salah satu pemilik sekolah.
Berarti kata panggilan 'Bokap' yang tertera dalam pembicaraan mereka itu Antonio Wilhelm.
Otak Dewa langsung melaju dengan kecepatan penuh, ia mendapat kesempatan mendengar informasi orang dalam secara cuma-cuma seperti ini. Kalaupun ditanya, ia bisa menjawab tak sengaja mendengar 'kan?
"You're thoroughly correct." Ia mendengar Fathan menjawab, dan salah satu alis Dewa langsung naik secara spontan.
Huh?
"Aslinya bokap udah nyiapin... ah, 'uang jajan tambahan'. But, kayaknya, habis liat yang barusan bakal ditambah dikit. I mean, semua karya mekanika lo emang masterpieces bagi orang awam. Gue aja takjub kok sama hasil akhirnya."
Yang diajak bicara Fathan tadi itu yang membuat semua... gadget? Yang Fathan gunakan diatas panggung? Dan mereka seakan dua-duanya tau yang membuat itu akan dapat sejenis imbalan dari Antonio Wilhelm? Keduanya bersekongkol soal itu?
Bukan, bukan. Mengapa dari nada mereka bicara, mereka justru seperti sedang membicarakan profit sebuah usaha? Seperti adanya 'imbalan' yang sudah terduga karena itu hanya sebatas transaksi bisnis?
"Di awal tadi hologramnya nge-lag. Waktu lo muter di atas panggung juga, voice amplifier yang gue pasang pakai sensor panas di microphone sebelum ini kurang sensitif. Syukur-syukur sepatu lo nggak kenapa-napa. Lo jangan ngehina gue dengan bilang sampah yang di atas itu masterpiece."
Alis Dewa yang satunya menyusul kembarannya, menatap tak percaya ke arah tirai di sebelahnya yang menjadi pembatas antara dirinya dengan dua orang di luar yang tengah bercakap-cakap.
Wow.
...Sampah?
Sampah. Tentu saja. Sampah.
Alat-alat yang kemungkinan besar hanya akan bisa orang lain dapat bila memesannya dari Zhegraive International jauh-jauh hari dan baru akan selesai dalam hitungan bulan di mata yang membuatnya hanyalah sampah.
Yah. Bagai seniman, kalau tidak mengkritik karya sendiri rasanya tidak akan memuaskan ya?
Tetap saja.
Pemesanan yang disebutkan tadi pun belum tentu akan disetujui pembuatannya oleh pihak Zhegraive.
Dewa pernah mendengar kalau misalnya isi dari Akademi Siegfried kalau bukan orang elit ya jenius diantara para jenius.
Ia beranggapan kalau misalnya ungkapan rumor yang tersebar di masyarakat itu kelewat hiperbola. Karena memang biasanya begitu, 'kan?
Rumor ya rumor. Belum tentu benar walau pasti ada akar darimana rumor itu beredar. Tentu, dari deret piala yang sempat ia lihat saat menghadap kepala sekolah divisinya kemarin, ia yakini beberapa siswa di sekolah tiga divisi ini memang begitu berprestasi – ia bisa mengakui mereka jenius dari bidang-bidang lomba yang tertera di masing-masing piala penghargaannya. Tidak sedikit yang merupakan penghargaan internasional.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enigma
Teen FictionFirst Book from the 'Arcanum' Trilogy, Apriori. . Siegfried International Academy bukan sekolah sembarangan, kata orang lain. Isinya hanya para kaum elit, isinya hanya para jenius dengan latar belakang yang bukan main-main. Di mata kaum awam, yang m...