Yuta berjongkok di belakang gedung baru sekolahnya itu. Cowok itu sendirian, dengan sebatang rokok menyala di tangan kanan. Ia beberapa kali menyesapnya dalam-dalam, seakan mengisi kekosongan di rongga dadanya. Kemudian mengeluarkan asap dari bibir perlahan.
Cowok itu mengerjap lemah, mengangkat layar hape di tangan kiri. Kembali membaca chat terakhir.
Okaachan: maafin mama ya
Okaachan: karna mama, hidup kamu jadi kayak gini
Okaachan: mama bakal berjuang lebih keras lagi buat yuta
Rahang Yuta mengeras. Dadanya terasa dingin, kembali merasakan luka luar biasa itu. Mata sendunya ingin menangis, tapi rasanya sudah tak ada lagi sisa air mata. Apalagi, untuk menangisi hal yang sama selama bertahun-tahun.
Terkadang, ia ingin mengaku bahwa semuanya terasa berat.
Kalimat 'aku baik-baik saja' adalah kebohongan yang sudah jadi kebiasaan.
Dia tak pernah ikhlas. Dia tak pernah sedikit pun rela.
Tapi jika Yuta mengakuinya, ada orang lain yang akan terluka. Sang mama sendiri.
Yuta selalu berharap ia benar-benar mati rasa. Ia ingin hatinya tak lagi berfungsi untuk merasa. Karena saat mengingat bagaimana skenario hidupnya ini, sesak itu kembali ada. Topeng sempurna ini pun akan patah juga.
Hidupnya berantakan. Dan tak akan pernah bisa ia perbaiki.
Bahkan, sejak ia lahir di dunia.
Yuta menghirup rokoknya sekali lagi sambil memasukkan hape ke saku. Kini dengan tarikan lebih panjang. Seiring asap yang keluar dari mulutnya, cowok itu mencoba menenangkan diri. Ia membuang puntung rokok, menginjaknya kemudian berdiri.
Cowok itu merogoh permen di kantong yang sudah ia persiapkan, memakannya dan berjalan pergi dari area belakang gedung. Ia sudah janjian dengan teman-teman IPS 1-nya untuk ke warung belakang sekolah. Walau pemuda itu menoleh ke arah langit, mulai mendung gelap yang perlahan gerimis.
Yuta melengos melangkah di koridor gedung baru. Ia kemudian berbelok memasuki area belakang tangga untuk segera menuju ke belakang sekolah karena perlahan mulai benar-benar turun hujan.
"AAAAA!"
Cowok itu terkejut setengah mati mendengar teriakan disertai suara jatuh yang keras. Ia secara naluri berlari ke sumber suara, dengan cepat ke belakang tangga. Melebarkan mata melihat seorang gadis terjerembab di sana dengan buku dan pensil yang berserakan. Ditambah kacamatanya yang juga ikut terlempar lepas.
"Ayumi," panggil Yuta cemas dan mendekat, berjongkok meraih lengan gadis itu membantunya berdiri.
Nisa merintih, terseok mencoba berdiri. Ia mengangkat kaki kirinya –yang entah kenapa bisa masuk ke selokan sekolah- dengan kesakitan. Untung saja selokan sekolah bersih dan hanya basah sedikit karena air hujan yang mulai datang.
Tersadar gadis ini berada di tepi koridor, Yuta menariknya pelan menjauhi air hujan yang berjatuhan dari atap koridor gedung.
Nisa masih sibuk merutuki nasibnya yang harus jatuh dengan tak indahnya. Gadis itu merunduk merintih kecil. Kemudian mendongak.
KAMU SEDANG MEMBACA
K 0.1✔ ✔
Teen FictionDi Jepang, ada tiga cara untuk mengupkapkan perasaan cinta. Daisuki, untuk teman atau orang yang kamu suka. Aishiteru, untuk hubungan spesial yang lebih serius. Dan Koishiteru. Untuk orang yang ingin kamu habiskan hidup bersamanya. [ cerita mengadu...