#K – Retak Yang Semakin Rusak
Gadis berwajah bulat dengan poni ratanya itu menatap Sachio di depannya tak percaya, kini duduk di pinggir lapangan olahraga. Mata bundarnya melebar, membuat Sachio akhirnya risih juga dan menoleh.
"Kenapa sih Bunga?" tanya Sachio pada teman kelasnya itu, "Dari tadi lo liatin gue gitu amat."
Teman bernama Bunga itu mengerjap, menyadarkan diri. "Lo nekat banget sih?" tanya Bunga membuat Sachio mengernyitkan kening, "lo beneran mau balik cheers hari ini?"
Sachio diam sejenak, lalu menganggukkan kepala. "Hm," katanya membuat Bunga lagi-lagi tenganga.
"Chio, semua orang tau lo cedera parah. Jatoh di ketinggian tiga tingkat manusia itu bukan lecet biasa," kata Bunga mencoba meyakinkan.
Sachio merapatkan bibir, "gue udah terapi, Bunga. Gue udah di rumah sakit hampir dua minggu lebih. Gue juga udah bisa jalan, dan dokter ngijinin gue beraktifitas," katanya ngotot.
"Ya tapi... kok udah langsung nari sih? Sabar dulu euyyyy," ucap Bunga membuat Sachio mengerucutkan bibir.
Sachio kini memandangi lapangan olahraga yang kosong dan sepi. Para anak cheers juga belum pada datang, lebih banyak sedang nongkrong di kafetaria karena latihan ekskul masih satu jam lagi. Sekolah sedang kosong dan hening kini peralihan dari jam pulang sekolah dan jam ekskul sore.
"Kalau gue terus diam... Gue nggak bakal jadi apa-apa," kata Sachio melirih, membuat Bunga mengerutkan kening dan menoleh seutuhnya. "Lo paham nggak sih... rasanya kayak... Rapunzel yang selalu kejebak di menara, selalu dikekang..."
Bunga mengangkat kedua alis tinggi, kini terdiam.
"Ya tapi bedanya, gue nggak disiksa atau ditahan. Tapi... karena terlalu ngelindungin gue, seakan gue anak kecil yang gampang luka dan cengeng," ucap Sachio tak bisa menahan. Gadis cantik itu melamun jauh kini dengan suara melirih. "Maksud gue... gue juga... pengen urus diri gue sendiri."
"Tapi bukan maksa gini, Chio," kata Bunga lembut, mendekat dan merapat pada Sachio yang menyendu. "Emang siapa sih yang posesif? Orang tua lo?"
Sachio menggigit bibir, "kakak gue," jawabnya serak.
"Hm? Gue nggak tau lo punya kakak?" tanya Bunga merasa baru tau. Padahal, satu ekskul dan satu kelas dengan Sachio keduanya cukup dekat dan karib.
"Ah," Sachio mengerjap, segera tersadar. "Sepupu... Kita deket banget, sampai kayak kakak kandung...." Sachio diam sejenak, "malah kadang, dia kayak bokap gua sendiri..."
Bunga memiringkan kepala dengan bingung, "terus? Kenapa lo ngerasa dikekang?"
"Bukan gitu..." Sachio mendecak sabar, "gue, terlalu dekat sama dia. Dia selalu lindungin gue... Tapi ya... dia bakal pergi."
"Kemana?" tanya Bunga polos.
"Ada orang lain yang harus dia jaga," ucap Sachio menunduk dan melirih, "orang-orang sering bilang, kami berdua udah dewasa. Suatu saat harus dipisah. Tapi, dia selalu ngotot yakinin gue kalau dia cuma bakal mentingin gue. Makanya... gue... agak kecewa dia udah nggak prioritasin gue.... "
"Pacar?" tanya Bunga membuat Sachio menoleh, lalu mengangguk. "Lah? Gampang dong," katanya dengan ringan, Sachio jadi mengerutkan kening tak paham.
"Lo tinggal cari pacar juga."
"Eh?" Sachio mengerjap, lalu menoleh sepenuhnya. "Gimana?"
"Ya... emang bener kan? Kalian pasti bakal pisah. Maksud gue, semua orang butuh romance di hidupnya Chio. Apalagi di usia kita ini. Ya wajar aja dia lebih mikirin pacarnya, itu bukan salah," kata Bunga membuat Sachio terdiam. "Lo tinggal cari orang lain juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
K 0.1✔ ✔
Teen FictionDi Jepang, ada tiga cara untuk mengupkapkan perasaan cinta. Daisuki, untuk teman atau orang yang kamu suka. Aishiteru, untuk hubungan spesial yang lebih serius. Dan Koishiteru. Untuk orang yang ingin kamu habiskan hidup bersamanya. [ cerita mengadu...