Decide for yourself what it means to be happy
-------
Dalam benaknya, Yoongi selalu berfikir sebenarnya dosa besar apa yang telah ia lakukan dimasa lalu atau mungkin ada hal kecil yang tidak disadarinya mengakibatkan dosa yang harus dibayar olehnya. Yoongi berharap tidak, cukup hal itu bermain dibenaknya saja.
Arus hidupnya telah tersesat, semua yang sudah tersusun rapi dalam otaknya mengenai bagaimana ia harus menjalani hidupnya dimasa depan hilang dalam sekejap. Bukan Yoongi sendiri yang mengubah jalan itu namun lebih tepatnya patokan yang sudah ia buat telah dialihkan.
Harapan Yoongi hanyalah kembali pada arus yang sudah ia tentukan dengan berbekal kedewasaan yang dimilikinya. Nyatanya sampai sekarang pun ia belum menemukan jalan untuk kembali. Jalan itu tertutup, menolaknya. Mungkin dengan usaha yang lebih keras mampu mengembalikan semua seperti sedia kala.
Takdir mengutuknya dengan alasan yang tidak masuk akal, pikirnya.
Status baru yang melekat pada Yoongi tentu saja menjadi beban tersendiri untuknya. Jujur saja, Yoongi sangat menginginkan status itu. Namun orang yang juga mendominasi status yang kini disandangnya membuat Yoongi ingin menarik rasa senang atau ingin itu. Mengenal seseorang yang asing bahkan hidup bersamanya merupakan salah satu kesalahan besar dalam hidupnya.
Namun dibandingkan dengan semua itu, Yoongi lebih membenci dirinya sendiri karena tidak mampu berkutik dengan rentetan kata memuakkan yang keluar dari mulut kakeknya sendiri.
Mengingatnya membuat rasa pening dikepalanya semakin menjadi. Dulu kakeknya bukanlah orang yang suka mencampurkan tangannya dalam hidup Yoongi tapi sekarang semuanya telah berubah.
Yoongi membencinya. Membenci bagaimana orang yang paling berharga baginya itu mengatur hidup tenangnya.
Salah satu gedung pencakar langit yang sudah tidak asing dinegeri ginseng itu menjadi satu-satunya tujuan Yoongi. Tempat dimana ia menghabiskan waktu kerjanya selama dua tahun ini.
Lantai dingin diseluruh penjuru gedung itu menemani langkah Yoongi. Seperti biasa, lift menjadi tujuannya setelah memasuki gedung itu. Jari pria itu menekan tombol enam dimana ruangan kecil miliknya berada. Hanya berhalatkan tiga ruangan dari lift lalu belok kekiri untuk mencapai ruangannya.
'Jaksa Min Yoon Gi'
Tulisan pada papan kecil itu terpasang dengan jelas disudut pintu. Memberitahu orang lain siapa pemilik ruangan itu. Yoongi menarik sudut bibirnya melihat namanya terpampang dengan jelas disana. Melihatnya saja sudah membuat Yoongi membanggakan diri. Sulit dan sangat sulit rasanya untuk sampai pada titik ini dan mendapatkan gelar itu tentunya.
Senyum yang semula mengembang diwajah dingin Yoongi menyurut seketika saat ia sudah berada diruangan itu karena melihat apa yang ada didepan matanya. Ia tidak memperdulikan siapa yang sudah meletakkan setumpuk kertas membosankan itu dimejanya yang bila diingat semalam bersih sebelum ia pulang.
Yoongi pikir sepertinya orang jahat dimuka bumi ini berkembang pesat mengingat berbagai kejahatan yang selalu bertambah setiap harinya.
Sebenarnya sudah biasa, setiap hari Yoongi selalu mendapatkan setumpuk kertas yang terlihat begitu membosankan. Jangan lupakan ruangannya yang hanya dipenuhi rak-rak berisi banyak map yang tersusun rapi. Tapi melihatnya benar-benar membuat perutnya menjadi terasa diaduk-aduk. Hembusan nafas lelah terdengar diruangan yang sunyi itu sebelum Yoongi mendudukkan dirinya pada kursi miliknya.
Status jaksa terbaik telah Yoongi dapatkan beberapa bulan yang lalu. Orang dikantor itu menyebutnya sebagai 'Jaksa Genius' karena setiap masalah yang ditanganinya selalu dapat terselesaikan dengan tuntas sampai ke akar-akarnya. Yoongi tidak terlalu memperdulikan itu tapi cukup menyenangkan baginya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Let Go//MinYoongi
Fiksi Penggemar[ON GOING AND REVISI] Hal yang paling kubenci dalam diriku adalah mencintaimu. Cintamu mengurungku dalam pusaran yang terus menarikku dan mencoba menenggelamkanku. Bahkan aku berharap bisa mendapatkan cintamu walaupun cinta palsu. Min Yoongi. *Cerit...