"Tergantung. Tergantung siapa yang saya hadapi"
"Saya tidak mau berdebat denganmu hari ini sowon jadi saya minta sebaiknya kamu kembali kekelasmu sebelum guru2 datang dan melihatmu disini. Kamu bisa dianggap sebagai murid yang bermasalah jika terus-terusan dilihat berada dimeja saya" seru eunha berusaha menahan kekesalan dihatinya.
"Baiklah. Saya tidak akan meminta sekarang tapi ibu ingat? Ibu berhutang sama saya" sowon beranjak diiringi tatapan eunha padanya.
Eunha menghempaskan tubuhnya kekursi. Perlahan diraihnya kembali selembar kertas yang ternyata adalah surat. Diremasnya surat itu dan dimasukkan kedalam tasnya.
***
"Baiklah anak2 buka buku paket kalian. Hari ini kita akan membahas tentang puisi" eunha menatap murid-muridnya yang tampak bersemangat. Sebagai tenaga pengajar disekolah itu membuatnya harus lupa akan keadaan hatinya yang kurang baik.
"Ada yang mau membacakan puisi untuk ibu?"cetuk eunha hingga membuat para siswa menoleh kearahnya.
"Ibu jarang sekali mendapat sebuah puisi dari seseoran. Bagaimana ya rasanya? Apa diantara kalian sudah pernah merasakannya?" Pancing eunha sambil memasang wajah penuh harap."Tapi kalau jelek gimana bu?" Seru seorang siswa.
"Ibu tidak mungkin menilainya jika kamu tidak mencobanya, ayo sini umji"
Dengan sabar eunha membujuk para siswanya agar tidak malu2 untuk berekspresi didepan kelas. Hampir satu setengah jam telah lewat saat beberapa murid kemudian maju untuk mencoba kemampuan mereka dalam membaca puisi. Tak terasa akhirnya waktu istirahatpun hampir tiba.
"Baiklah ibu ingin kalian membuat sebuah puisi. Kalian bisa mencari tema tentang apa saja yang kalian mau. Ibu akan beri waktu satu minggu agar kalian mencari referensinya" imbau eunha sebelum meninggalkan kelas.
Sebelum benar2 menghilang eunha melirik sekilas kepada sowon yang hari itu tampak diam dibangkunya.
Sowon menyusuri koridor sekolah tanpa tujuan. Saat tersadar sowon menyadari dirinya telah berada didepan ruang guru. Diam diam sowon mengintip kedalam melalui jendela.
Dilihatnya eunha tengah berbincang bincang dengan beberapa guru dengan riang seolah olah kejadian tadi pagi tak pernah terjadi. Kadang kala tawanya terlihat saat sebuah lelucon mengiringi perbincangan mereka. Tanpa sadar sebuah senyum dibibir sowon terukir.
"Gue mikir apa sih?" Batin sowon dengan wajah malu saat menyadari sebuah perasaan yang begitu berbeda telah menyapa hatinya.
Dengan langkah tergesa sowon meninggalkan tempat itu.
***
"Bu eunha?!" Eunha menoleh saat seseorang memanggilnya.
'Hah anak ini lagi'
"Ada apa?" Kata eunha dengan enggan
"Jutek banget sih bu. Tau ya kalau ibu masih punya hutang sama saya" kata sowon tak berniat mundur melihat wajah jutek eunha.
"Lalu kamu mau apa? Cepatlah. Saya tidak punya banyak waktu"
"Saya mau minta tolong. Boleh bu?"
Eunha menaikan alisnya sebagai jawaban.
"Ibukan guru bahasa jd pasti banyak referensi tentang puisi kan? Saya boleh pinjam nggk bu?"
"Diperpus kan ada?"
"Sudah penuh bu dengan anak anak yang lain. Lagi pula saya butuh arahan untuk nentuin tema yg cocok. Saya benar benar gak ngerti soal puisi ini bu. Boleh yah bu?" Kata sowon memasang wajah memelas.
"Anggap aja kalau saya nagih hutang ke ibu" eunha diam beberapa saat seperti berpikir sampai akhirnya pun menganguk mengiyakan.