Makan!

4.5K 321 4
                                    

"Makan. Karena diam itu menguras banyak energi buat orang yang biasanya ribut kayak lo!"

Budayakan vote sebelum membaca!!!

***

Pukul 06.05 pagi

Sandra melangkahkan kakinya di koridor kelas XI IPS yang tidak bisa dibilang ramai. Mengingat waktu yang masih pagi dan ini bukan hari senin, melainkan selasa. Sandra masih terus berjalan dengan kepala tertunduk. Dia sedang tidak bahagia hari ini. Rasanya, dia belum bisa menjawab. Apakah dia benar-benar sudah mencintai Bara?

Sandra terlonjak kaget saat melihat Bara sedang tertidur di tempat duduk Sandra. Awalnya, Sandra ingin berjalan mundur, tapi ternyata Bara bangun dan lebih dulu melihatnya. Jadilah Sandra menarik napas dalam-dalam, lalu menghampiri tempat duduknya.

"Baru jam enam. Kok lo udah dateng?" Sandra hanya diam, dia enggan membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan Bara.

Sandra duduk di samping tempat duduk yang diduduki Bara. Matanya menatap lurus ke papan tulis, ia tidak berani menatap Bara yang duduk di sampingnya.

"San, lo marah?"

Sandra menggeleng sabagai jawaban. Bara meringis melihat kelakuan pacarnya ini.

"Enggak marah, tapi gak mau ngomong. Natap aja ogah."

Hening.

Bara kembali menarik napasnya. Baru ada mereka berdua di ruangan ini. Ia mengeluarkan sesuatu dari kolong meja Sandra. "Nih, kemaren katanya pengen bunga. Udah gue tepatin, kan?" Bara masih berujar sok ceria seraya mengulurkan buket bunga ke hadapan Sandra. Padahal dalam hatinya ia sedang menangis karena Sandranya menjadi seperti ini.

Sandra mendorong bunga itu kembali ke arah Bara. Dia sudah tidak menginginkan bunga lagi.

"San, lo kenapa? Lo sakit?" Sandra kembali menggeleng.

"Terus?"

Bara memejamkan matanya sejenak. Lalu, ia kembali berbicara. Dan yang akan dia katakan, adalah hal yang paling ia benci. "Kita beneran skip?"

Sandra mengangguk mengiyakan. Sungguh, Sandra seperti robot sekarang.

"Mau sampai kapan? Kayak nonton film aja pakai di skip segala."

"Sampai aku yakin dengan jawabanku."

Bara senang karena akhirnya Sandra mau berbicara. Tapi, ia bingung. Apalagi yang perlu diyakinkan?

"Apa yang mau lo yakinin?"

"Perasaan aku ke kakak. Kalau memang aku mencintai kakak, harusnya aku gak perlu marah dan bisa memahami alasan kakak ngelanggar janji. Tapi, nyatanya aku gak bisa."

"Cuma itu? Gue rela lo marah sama gue, asal kita jangan putus. Lo jangan diemin gue!"

"Sebuah hubungan didasari kepercayaan, dan aku kayaknya sulit memercayai kakak lagi setelah kemarin. Sekarang kakak ngerti kan kenapa aku mau kita skip dulu?"

Bara menghembuskan napasnya berat. Sepertinya akan sia-sia jika ia mengatakan apa pun saat ini. Sandra benar-benar seperti robot. "Ya udah, gue pergi dulu. Tapi, bunganya diterima, ya?" Bara berdiri dari tempatnya duduk, lalu berlalu keluar dari kelas Sandra.

Sandra memerhatikan Bara yang menjauh melalui kaca transparan. Dia menatap bunga di atas mejanya. Sesak. Ia meraih bunga itu, lalu membuangnya ke kotak sampah di depan kelas.

Dan kembali lagi ke dalam kelas, lalu menangis sepuasnya.

Maaf, aku hanya sedang ragu.

***

Apakah kalian tahu rasanya sendiri di tengah keramaian? Mungkin itulah yang Sandra rasakan saat ini. Jika kemarin-kemarin ia masih memiliki Bara, sekarang dia benar-benar sendiri. Di jam istirahat pun, dia hanya mendekam di dalam kelas.

Sandra menatap nanar ke tempat duduk Venus yang hanya menyisakan tas cewek itu. Dia merasa kehilangan. Sangat.

Kenapa cewek itu tidak meminta maaf? Apa dia benar-benar tidak dianggap sahabat lagi? Dia sangat membutuhkan sahabat di saat-saat seperti ini.

Sandra membuka ponselnya. Dia sempat heran karena tidak ada notifikasi dari Bara. Oh, dia lupa. Semua akun Bara sudah ia blokir. Kecuali instagram tentunya. Dia masih ingin melihat apa saja yang diposting cowok itu.

Sandra kembali memasukkan ponselnya ke saku. Sial. Dia benar-benar menyedihkan.

"San?" Cewek dengan rambut digerai dan dihiasi bandana hitam-putih itu kini berdiri di depan Sandra. Tangannya memegang sebotol pop ice dan  tiga bungkus roti.

"Mau apa lo?" Sandra tetap berujar ketus karena yang berbicara dengannya saat ini adalah Zera. Bagaimana pun, dia masih tidak suka melihat wajah cewek itu.

"Titipan dari kak Bara. Katanya, kamu harus makan, jangan sampai lupa makan!" Zera mengakhiri kalimatnya dengan senyuman. Tanpa diizinkan, ia menaruh yang ia pegang tadi ke atas meja Sandra. Diikuti dengan selembar kertas dari dalam sakunya. "Dari kak Bara semua."

Sandra hanya diam. Dia tidak mungkin membuang pemberian yang satu ini. Selain ini makanan, dia memang sedang lapar. Apalagi ada pop ice kesukaannya. Apakah ia sanggup menolak? Jawabannya tidak.

Zera duduk di bangku sebelah Sandra. Sandra terlihat risih, tapi Zera tidak mengindahkannya sama sekali. "Kamu kenapa sama Kak Bara? Ada masalah? Kayaknya, kemarin masih jogging bareng. Kamu mau cerita sama aku? Aku siap kok dengerinnya."

"Gak perlu. Makasih." Dan dengan ketusnya Sandra menolak tawaran baik-baik itu.

"Kamu kenapa sih, kayaknya gak suka banget sama aku. Aku ada salah? Aku minta maaf."

"Lo terlalu deket sama Kak Bara," jujur Sandra.

"Maaf, tapi aku deket sama Kak Bara memang udah lama karena ..." Zera kembali melipat mulutnya. Sial. Dia hampir saja keceplosan.

"Karena?"

"Karena orang tua kami temenan. Ya, aku memang pernah punya rasa sama Kak Bara. Tapi, kemudian aku sadar. Yang terukir di hati dia itu cuma nama kamu, dan aku gak berhak buat merusaknya."

"Lo masih suka sama Kak Bara?"

"Enggak. Aku udah mulai suka sama orang lain. Orang yang juga merasakan cintanya ditolak bahkan sebelum mengungkapkan."

"Siapa?"

Zera hanya tersenyum. Tentunya tidak mungkin jika ia memberitahu nama cowok itu. Bisa-bisa ia malu. Lagipula, belum tentu cowok itu menyukainya.

"Dimakan ya!" Zera pergi begitu saja bahkan sebelum menjawab pertanyaannya. Siapa? Memangnya Zera dekat dengan siapa, selain Bara?

Sandra lebih dulu mengambil kertas di atas mejanya.

Makan. Karena diam itu menguras banyak energi buat orang yang biasanya ribut kayak lo! Skipnya jangan lama-lama, ya! Gue kangen...

Maaf gak bisa nganter langsung. Gue dipanggil pak plontos.

Salam hangat dan salam sayang

A. Bara Dirgantara

Sandra tersenyum membaca tulisan ceker ayam itu. Tapi, dia kembali meragu. Semua manisnya Bara saat ini akankah bertahan lama? Atau, hanya sesaat? Dia masih ragu dan sulit percaya.

***

See you bebs

Jangan lupa vote and comment😘

Tertanda

💖U

Pelarian (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang