"Sekuat apa pun hatiku ini, masih membutuhkan satu hal yang bernama kepastian."
Budayakan vote sebelum membaca
***
Uhuk
Sandra tersedak nasi goreng suapan terakhir yang baru saja ia masukkan ke dalam mulut. Rasa perih menjalari tenggorokannya. Dengan cepat, Bara menyodorkan es teh yang sejak tadi berada di atas meja. Sandra menerimanya dan langsung meminumnya hingga tinggal tersisa setengah gelas.
"Perih?" Sandra mengangguk pelan sebagai jawaban atas pertanyaan Bara. Rasa perih yang tadi menjalari tenggorokannya perlahan menyurut.
Setelah agak lama diam, Bara kembali angkat suara. "San, kalau suatu saat gue suka sama lo, lo mau jadi pacar gue?" tanyanya spontan. Pipi Sandra rasanya memanas, ia yakin kalau sekarang wajahnya sudah semerah tomat. Sandra segera menundukkan wajahnya agar Bara tidak melihat. Bara yang melihat reaksi Sandra, langsung terkekeh geli dan kembali bicara.
"Santai aja kalik San. Kan baru kalau," ujar Bara dengan nada suara yang sangat santai. Sandra justru tertohok mendengar ungkapan Bara barusan. Baru kalau? Bukankah itu berarti sampai saat ini Sandra belum memiliki posisi spesial di hatinya? Lalu, saat ini dia berlaku baik kepada Sandra untuk apa? Dijadikan pelarian? Sandra menghela napas jenuh mengingat asumsi bahwa dia hanya dijadikan sebagai pelarian. Menyakitkan.
"Baru kalau?" Bodoh. Terkutuklah Sandra yang tidak tahu malu menanyakan hal yang tidak sepantasnya ditanyakannya itu.
"Lo jangan salah paham, ya San? Gue mau kita dekat. Layaknya gue dekat sama Zera. Gue mau terus jagain lo, mastiin kalau lo bahagia. Nggak nangis lagi."
"Maksudnya? Kakak cuma mau berbuat baik sama aku? Untuk menebus rasa bersalah? Kakak tau kan posisi aku gimana?"
"Gue tau San. Tapi gue juga gak mau lo menjauh. Hidup gue jadi sepi."
"Maaf kak, aku gak bisa." Sandra mengatakannya dengan bersusah payah agar ia tidak menangis.
"Oke." Ada jeda sesaat sebelum Bara melanjutkan perkataannya. Sebelum rentetan kalimat itu keluar dari mulutnya dan sukses membuat air mata Sandra berubah jadi air mata bahagia. "Gue mau lo kasih gue kesempatan. Jangan menjauh dari gue, please."
Sandra sangat senang mendengar pernyataan tersebut. Namun, berbanding terbalik dari Sandra, Bara terus merutuki kebodohannya. Dia memang senang jika bisa terus dekat dengan Sandra. Tapi, dia lupa kalau dia punya risiko yang seharusnya ia pikirkan sebelum kembali membukakan pintu kesempatan untuk Sandra. Karena memberinya kesempatan sama saja seperti memberinya luka yang lebih besar.
"Ke-kesempatan apa?" tanya Sandra takut-takut.
"Lo maunya apa?" Bara menanyakan hal itu sembari tersenyum, membuat Sandra merasa bahwa bumi berhenti berputar.
"Eng-Enggak kok, kak." Sandra memalingkan wajahnya dari Bara. Lama-lama menatap wajah Bara tidak baik untuk kesehatan jantungnya.
"Tapi lo wajib kasih gue kesempatan."
"Kakak yakin, kakak bukan cuma jadiin aku pelarian? Aku gak mau, kalau cuma dijadiin pelarian." Entah kekuatan darimana Sandra dapat mengatakan untaian kalimat yang selama ini hanya berputar di kepalanya.
"Semoga aja."
"Semoga aja?"
"Makanya, lo harus bantu gue."
Sandra hanya diam. Masih belum ada kepastian bahwa dia bukan dijadikan pelarian. Diam-diam, ia menghela napas berat, lagi. Rasa takut itu masih belum hilang dari hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelarian (COMPLETE)
Ficção Adolescente"Maaf, ini hati. Bukan running track yang bisa kamu jadikan sebagai ajang berlari, apalagi pelarian!" ::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::: Terkadang, takdir itu memang lucu. Saat Sandra mulai berhenti, Ba...