"SANDRAAA"
"SANDRA SAYANG!!!"
"BANGUN BEB, UDAH PAGII,"
"Aelah katanya mau jogging."
"SANDRAAA"
Bara terus berteriak seolah anak kecil di depan pintu bercat putih dan ada tulisan 'Pacar Oppa' yang sudah dicoret oleh Bara dan diganti menjadi 'Pacar Bara'. Saat itu, adalah hari pertama Bara mengunjungi kamar Sandra. Dan matanya langsung menatap tidak suka tulisan yang terpajang dengan jelas di depan pintu kamar pacarnya. Jadilah ia mencoretnya dan menggantinya menggunakan pulpen.
Bara berdecak ketika sahutan-sahutannya tidak digubris sama sekali. Apakah cewek di dalam tidak mendengarnya? Ck. Sialan. Itu tidak mungkin, karena Bara sudah berteriak sekuatnya. Persetan jika semua orang terbangun. Bahkan, sepertinya papa Sandra belum bangun. Sejak tadi yang membukakannya pintu dan menyambutnya adalah Serin. Ibu dari kekasihnya.
"SANDRAAA!"
"San--" Ia langsung melipat mulutnya ke dalam ketika pintu dibuka.
Sandra baru saja membuka pintu kamarnya. Cewek itu sudah siap dengan jaket jersey berwarna baby blue. Dan celana training putih. Cewek itu juga mengenakan sepatu berwarna putih.
Tangan Sandra sibuk mengikat rambutnya ke belakang. Bara langsung mengambil ikat rambut hitam itu dan memakaikannya ke rambut Sandra.
"Lo kalau udah bangun ngomong kek, jangan diem aja. Kan gue gak perlu teriak-teriak sampai bangunin orang sekampung." Tangannya masih berkutat dengan rambut Sandra beserta ikatnya.
Sandra yang tadinya terkejut karena perlakuan Bara, kembali tersadar ke alam nyata. "Baguslah kalau sadar. Suara kak Bara itu bikin telinga aku bengkak tau!"
Bara terkekeh. Ia bahkan tidak sadar sekeras apa ia berteriak. Karena yang ia tahu, ia berteriak sekuat tenaga untuk membangunkan pacarnya yang ternyata sudah bangun.
Setelah rambut Sandra terikat sempurna, mereka berjalan bersisian menuju ke lantai satu. Karena kamar Sandra berada di lantai dua.
"Ini rambut aku diiketnya bener-bener, kan?" tanya Sandra meremehkan.
"Udah bagus kok. Lebih bagus dari lo sendiri yang ngiket. Kan gue ngiketnya pakai cinta."
"Ngaco! Ngiket mah pakai tangan. Pasti acak-acakan ini." Sandra menggerakkan tangannya untuk membuka ikatan rambut, tapi langsung dicekal oleh Bara. Cowok itu langsung meraih tangan Sandra dan menggenggamnya.
"Tenang aja, udah rapi. Lagian gue sering ngiketin rambut bunda. Percaya deh!"
Sandra tersenyum. Sebenarnya dia tidak masalah jika ikat rambutnya acak-acakan. Baginya, ikatan itu akan tetap spesial. Bagaimanapun, pacarnya lah yang mengikatkan. Ah, bahagianya.
Sandra melangkahkan kakinya menuju dapur yang diekori Bara di belakangnya. Di dapur, ada Serin yang sedang membantu pembantu rumah tangga mereka memasak. Sandra berjalan ke arah kulkas, sedangkan Bara memilih untuk mendekati Serin.
"Mama lagi masak? Wah, samaan dong kayak bunda. Bunda juga sering masak ..." ucap Bara yang kini sudah berdiri di samping Serin.
"Ya, mama jarang tapi masaknya. Gak kayak bunda kamu, masaknya setiap hari."
Bara hanya terkekeh. Dia jadi teringat wanita yang sudah menginjak usia tua di rumahnya itu.
"Sandranya udah bangun? Kalian mau kemana sih, pagi banget?" Serin melirik arloji silver di pergelangan tangannya.
"Mau jogging, biar pacar Bara gak disangka bakpau. Gak pagi amat kok, bun. Udah jam enam, matahari juga bentar lagi muncul." Serin hanya terkekeh. Benar juga, sudah cukup siang untuk waktu jogging.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelarian (COMPLETE)
Ficção Adolescente"Maaf, ini hati. Bukan running track yang bisa kamu jadikan sebagai ajang berlari, apalagi pelarian!" ::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::: Terkadang, takdir itu memang lucu. Saat Sandra mulai berhenti, Ba...