Tidak sabar

5.3K 344 3
                                    

Sandra berusaha menyamakan langkah-langkah pendeknya dengan langkah lebar milik Bara. Berulang kali Sandra memanggil nama Bara, tapi cowok itu tetap tak menoleh. Satu yang Sandra takutkan saat ini. Dia takut Bara marah dan salah paham.

Sandra memutuskan untuk menelepon cowok itu. Dan berhasil. Bara berhenti melangkah, dan saat itu juga Sandra berlari untuk mengejar ketertinggalannya.

Dengan napas memburu, ia sampai di depan Bara. Sandra menumpukan tubuhnya pada lutut dengan tangan sebagai penyangga.

"Lo kenapa?"

Hah? Benarkah itu Bara? Baru saja dia bertanya Sandra kenapa? Kenapa seolah dia tidak sadar kalau Sandra mengejarnya? Alis Sandra bertaut bingung.

"Lo telpon gue. Kenapa?" tanyanya lagi. Kali ini, Sandra tahu akar masalahnya. Sandra dapat melihat kabel earphone yang menempel pada benda pipih itu. Pasti sejak tadi Bara tidak mendengar suaranya karena kabel itu. Sial.

"Gak papa. Cuma biar kakak berhenti."

"Hah?"

Astaga. Sandra lupa kalau earphone masih terpasang di telinga pacarnya ini.

Tangan Sandra terulur untuk melepas satu earphone dari telinga Bara. Lalu, ia berjinjit dan berteriak di telinga Bara.

"GAK PAPA! BIAR KAK BARA BERHENTI JALAN!" Sandra kembali menurunkan kakinya yang berjinjit. Menyebalkan. Dia sudah merasa pegal. Tapi, kemudian itu tersenyum puas ketika melihat Bara yang menggosok-gosok telinganya.

"Gila. Teriakan lo ngalahin volume earphone gue."

Sandra mengerucutkan bibirnya. Lalu ia meletakkan kedua tangannya di belakang, seperti pose istirahat di tempat. Kakinya menendang-nendang pelan ubin koridor yang jelas-jelas bukan koridor kelas sebelas. Melainkan koridor kelas dua belas. "Ya habisnya kak Bara aku panggilin gak denger. Dikira marah ..." ucapnya pelan.

Bara mengulum senyum gelinya. Sandra sangat imut jika sedang seperti sekarang. "Pacar siapa sih? Imut amat ... Jadi pengen pelukk. Kayak boneka," seru Bara gemas. Sedangkan Sandra malah semakin mengerucutkan bibirnya dan menghentakkan kakinya di lantai.

"Lagi serius juga! Kakak marah gak sama aku?"

"Enggak. Gue harus marah karena apa sih? Karena tadi?" Sandra mengangguk sebagai jawaban. "Gak ada hak buat gue marah. Gue pun punya sahabat. Gue tau rasanya punya sahabat, dan hal yang wajar buat gue kalau lo pelukan sama Faris. Yang gak wajar kalau lo ciuman sama dia. Itu gue berhak marah." Bara mendorong Sandra pelan dengan telunjuknya.

"Serius gak marah?" Bara tersenyum dan mengangguk sekali. "Gak cemburu gitu?"

"Lo pikir alasan gue pergi dari situ apa?" Baiklah. Sandra mengerti. Bara memang pacar idaman buat Sandra. Pokoknya, dia tidak akan pernah melepaskan cowok ini. Bagaimana pun, dan kapan pun.

Mereka kembali melangkah bersisian. Tinggi mereka yang boleh dibilang terpaut cukup jauh membuat Sandra harus mendongak setiap mau melihat ekspresi pacarnya. Ya, beginilah nasib jadi orang pendek. Tapi, kata orang, yang pendek itu lebih imut, lebih enak dipeluk. True?

Sandra dengan sengaja menggandeng lengan Bara saat bertemu dengan beberapa kakak kelasnya yang menatap mereka sinis ataupun menatap Bara kagum. Susah memang kalau punya pacar salah satu most wanted. Tak apa. Sandra kuat.

Mereka yang menatapnya sinis, semakin sinis saat melihat Sandra memeluk lengan Bara erat. Alih-alih takut, menundukkan kepala, atau melepaskan lengan Bara, Sandra justru memelototi siapa pun yang menatapnya sinis, ataupun menatap pacarnya kagum. Persetan dengan status mereka yang sebagai kakak kelas. Sandra santai.

Pelarian (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang