Sandra sungguh enggan membalas setiap panggilan yang diajukan Venus. Cewek itu masih setia menanyakan 'Sandra kenapa?' Yang tentunya hanya Sandra balas 'Gak papa'
Mata Sandra masih menatap papan tulis, tapi pikirannya melayang ke cowok yang entah sedang dimana. Mungkin dia di kelas. Sampai kapan pun, Sandra tidak akan pernah melupakan kejadian semalam.
Sejujurnya, Sandra teramat ingin untuk bercerita pada Venus. Tapi, dia sedang berusaha mencampakkan, koreksi. Tepatnya menjauh dari cewek itu. Alhasil, dia hanya bisa menyimpan kebahagiaannya sendiri.
"San, lo marah?" Cukup sudah. Sandra lelah. Entah untuk keberapa kalinya, Sandra merotasi bola matanya. Tapi, jawaban yang keluar dari mulutnya berbeda sekarang.
"Gak ada topik lain apa?" Alih-alih menjawab, Sandra justru melayangkan pertanyaan lain.
"Ada. Tapi, susah. Soalnya ngobrol tapi diabaikan itu gak enak."
Alis Sandra terangkat sebelah. Ia bahkan menoleh ke Venus yang baru saja berbicara. Melihat ekspresi Sandra, Venus melanjutkan perkataannya untuk memperjelas.
"Gue males ngobrol sama lo kalau lo masih campakin gue kayak gini. Lo bukan Sandra yang dulu, lo kenapa sih? Gue ada salah? Cerita, San! Cerita! Gue bukan pemecah kode yang bisa ngerti kode-kode lo!"
"Gue gak papa." Venus melengos di tempatnya. Sandra dapat mendengarnya karena mereka duduk di satu meja.
"Lo selalu bilang gak papa. Tapi tingkah lo itu bilang kalau lo kenapa-kenapa. Lo capek sama gue? Lo mau menjauh? Silahkan! Gue capek harus kayak orang bodoh yang selalu menanyakan hal konyol yang sampai kiamat pun gak akan pernah lo jawab!"
Apa ini? Kenapa malah Venus yang marah? Bukankah seharusnya Sandra yang marah? Dan apa katanya? Sandra boleh menjauh? Maksudnya apa? Venus bosan?
Mata Sandra memanas. Ia tersulut emosi yang sudah memuncak dalam dirinya. Ia menoleh ke Venus, tapi cewek itu justru membuang muka darinya.
Venus ... telah pergi?
"Lo mau tanya kenapa gue kayak gini? Gue ngerasa dibuang!" Detik itu juga, Venus menoleh bingung ke arah Sandra. Tapi, Sandra justru bangkit dari duduknya.
"Awas!" ucapnya penuh penekanan. Ia ingin keluar dari sini. Dia tidak sanggup melihat wajah Venus. Terlalu menyakitkan.
"San?" Venus mencekal lengan Sandra, tapi malah disentak oleh Sandra. Lalu, ia menggeser kaki Venus dengan paksa agar ia bisa keluar. Tanpa permisi kepada guru yang sedang mengajar, cewek dengan rambut berikat satu itu melenggang keluar dari kelas. Persetan dengan guru di belakang sana yang sudah mengoceh karena kelakuannya.
***
Rooftop.
Satu tempat itu terbesit begitu saja di benaknya. Sandra ingin ketenangan. Dan disinilah ia sekarang. Di tempat tanpa peneduh yang sangat luas dan terbuat dari beton. Sandra membawa langkahnya ke ujung rooftop dan duduk meringkuk memeluk lututnya di sana. Ia ... Menangis.
Kata-kata Venus yang menjelaskan bahwa cewek itu tidak masalah jika Sandra pergi, dan kebahagiaan Venus bersama Helena terputar begitu saja di benaknya. Seolah ada layar proyektor yang menayangkannya.
Sandra menjambak rambutnya dan berteriak keras. Masa bodo jika suaranya terdengar. Teriakannya terus berkumandang sampai seorang cowok dengan seragam olahraga mereka mendekatinya. Sandra langsung berhambur memeluk cowok itu.
Cowok itu membalas pelukannya dan membiarkan Sandra menangis dalam pelukannya. Dan, Sandra berhenti berteriak. Meski ia masih menangis.
Setelah merasa lega, Sandra melepaskan pelukannya dan menghapus air matanya kasar. Ia tersenyum kecut dan berujar, "Lo gak akan ninggalin gue kan?"
"Hah?"
"Lo masih akan menjadi sahabat gue kan?"
Dan, Faris hanya bisa mengangguk.
"Lo gak akan buang gue kan?" Baiklah. Faris tahu alasan cewek itu menangis. Pasti, Venusa.
Faris tersenyum dan mengusap puncak kepala Sandra, "Gue gak mungkin buang sahabat seunyu lo. Gue akan selalu ada di samping lo. Lo bukan sampah yang pantas dibuang."
Sandra masih dapat tersenyum disela-sela air matanya yang terus turun. Ia kembali memeluk Faris erat menumpahkan air matanya lagi. Dan cowok itu sama sekali tidak keberatan.
Sandra melepaskan pelukannya dan berjalan ke pinggir rooftop. Dia tidak takut ketinggian, jadi untuk duduk di pinggir rooftop, tepatnya di atas tembok penyangga selutut ini, dengan kaki berayun seperti saat ini pun, dia tidak takut. Malah Faris yang dibuat kewalahan. Cowok itu segera menarik paksa Sandra untuk mundur. Untungnya Sandra tidak terjatuh.
"Apa sih Ris?! Gue gak mau bunuh diri!" omel Sandra karena tidak terima ditarik paksa seperti tadi.
"Tapi orang-orang bisa nyangka lo mau bunuh diri! Kalau lo beneran jatoh gimana?!"
"Ya gak gimana-gimana. Kalau udah ajal ya mati, kalau belum mungkin koma bertahun-tahun."
"San!" Faris menghirup udara dalam-dalam untuk meredam emosinya. "Kenapa? San, kemana semangat hidup lo? Lo masih punya gue, mama papa lo, bahkan Bang Bara." Faris mengucapkannya sangat lembut.
"Gue udah pernah bilang kan Ris? Satu aja terganggu, yang lain akan kena. Gue gak akan bisa bahagia!"
"Prinsip lo salah!" Baiklah. Faris kembali menghirup udara dalam-dalam, ia tidak boleh emosi menghadapi orang yang sedang emosi. "Oke, lo memang benar, tapi apa lo gak mikirin perasaan orang lain? Orang yang menganggap lo adalah alasannya buat bahagia. Kalau lo kayak gini, otomatis orang itu pasti akan ikut sedih. Dan bayangkan, gak cuma satu orang yang menjadikan alasan dia buat bahagia! Jadi, seberapa banyak yang akan ikut sedih nantinya?"
Sandra diam. Faris benar. Dia tidak boleh membuat kesedihannya ini merembet kemana-mana. Biar dia saja yang sedih, jangan orang lain.
"Gue bener kan?"
Sandra melipat bibirnya, lalu kembali memeluk Faris, tapi ia tidak menangis. Dia menahannya, karena takut Faris ikut sedih jika ia menangis. Alhasil, dia hanya memeluk dalam kesunyian.
Sandra mengedarkan pandangannya, saat melihat pintu masuk, ia tidak sengaja melihat Bara. Matanya membulat, bahkan ia langsung melepaskan pelukannya pada Faris. Sandra mematung untuk beberapa saat. Sedangkan Bara, dia tersenyum dari kejauhan. Lalu, melangkah untuk meninggalkan tempat ini.
Astaga.
Sandra harus bagaimana?
Apa Bara marah?
Tidak! Tidak boleh!
***
Sekali kali digantung gak papa lah yaaa. Btw, bang Bara bakalan marah gak yaaa?
Oh, abang adek juga rinduuu. Dengan abang yang tampan ituuu. Salam balik buat ayah ibuuu. Adek siap jadi menantu.
Salam
💖u
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelarian (COMPLETE)
Fiksi Remaja"Maaf, ini hati. Bukan running track yang bisa kamu jadikan sebagai ajang berlari, apalagi pelarian!" ::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::: Terkadang, takdir itu memang lucu. Saat Sandra mulai berhenti, Ba...