"Ketika ego mengatasnamakan segalanya, maka mata, hati, bahkan pikiranmu akan tertutup."
Vote dulu geeh😉
***
Bara dapat menangkap seorang cewek yang sedang berkacak pinggang menatap mobilnya. Dari seragam cewek itu, Bara dapat memastikan mereka satu sekolah. Tunggu dulu! Sepertinya Bara mengenali mobilnya. Bukankah itu mobil Zera?
Bara segera menepikan motornya di depan mobil Zera. Dugaannya tidak meleset, Zera tengah berdiri dengan air mata yang sudah mau jatuh.
"Kenapa?" tanya Bara to the point.
"Mogok kak, gak mau jalan."
"Ya udah. Bareng gue aja."
Zera mengangguk dan segera mengambil tasnya di dalam mobil. Setelah itu, ia mengunci mobilnya. "Mobil aku gimana kak?" tanyanya seraya memakai helm yang diberikan Bara.
"Nanti gue telponin bengkel langganan gue. Tenang aja, ayo naik!" Zera menuruti perintah Bara. Dengan cekatan, dia naik ke atas motor dengan bantuan tangan Bara. Setelah itu, motor Bara melaju bergabung dengan padatnya kendaraan lain.
"Kak Bara kok tumbenan baru berangkat?" Zera memulai pembicaraan setelah cukup lama mereka bertahan dalam keadaan diam.
"Kesiangan bangun."
Zera hanya menggumamkan kata 'oh' dengan panjang.
"Sandra kemana?" tanya Bara tiba-tiba. Zera agak terkejut karena cowok ini kembali membahas cewek yang sudah sejak lama berusaha tidak ia bahas.
"Masih di sekolah kita, kok kak," jawab Zera jujur. Jangan tanya dia cemburu atau tidak. Karena nyatanya memang tidak. Dia dan Bara itu sudah bersahabat sejak SMP. Mengingat ibu Zera adalah tempat Bara berkonsultasi. Pasca Bara yang menembaknya tempo waktu, itu adalah sebuah skenario.
"Kok gue gak pernah lihat?"
"Bukannya kakak yang mau dia menjauh? Kakak pikir, cewek mana sih yang masih mau terus berjuang tapi yang diperjuangin terang-terangan nembak cewek lain?" tanya Zera sarkas.
"Lo tau posisi gue waktu itu kan, Ra?"
Ya. Zera sangat tahu. Saat itu, penyakit Bara semakin menjadi. Syukurlah, berkat Allah swt. Dia bisa selamat, meski belum sembuh sepenuhnya. Saat-saat seperti itu, Bara ingin Sandra melupakannya agar saat dia pergi, cewek itu tidak perlu bersedih. Tapi sekarang, kondisinya sudah membaik. Dia jadi tidak rela jika Sandra benar-benar menjauh.
"Jadi, Kak Bara mau deketin dia lagi?"
Bara membalasnya dengan satu anggukan.
"Kak Bara gak memikirkan resikonya lagi?"
"Tapi gue cuma mau dia di dekat gue. Apa itu salah?"
"Kak Bara kasih harapan lagi sama dia. Kalau suatu hari kak Bara dalam situasi seperti saat itu, apa Kak Bara akan nyakitin dia lagi?"
Bara diam sesaat. "Gue gak peduli resiko. Yang jelas, gue ingin di dekat dia. Apa salah jika gue mengharapkan kebahagiaan di akhir hidup gue?"
"Terserah kakak. Kalau kakak mau mendekati dia, itu artinya kakak udah siap memberi tahu dia semuanya"
"Gue akan sembunyiin. Gue gak mau dia tau."
"Tapi dia akan merasa lebih sakit kak!"
"Kakak hanya akan menunjukkan kalau kakak itu egois. Cuma memikirkan diri kakak sendiri," tegas Zera.
"Gue cinta sama dia. Sehari aja gue gak melihat dia, gue merasa gue mati tapi bernapas. Gue cuma pengen dekat dia, gak perlu jadiin dia pacar gue. Cukup bisa melihat dia tertawa karena gue, itu udah puas. Sebagai ganti gue pernah buat dia nangis."
"Apa kakak gak bisa nunggu sampai kakak benar-benar sembuh?"
"Gue akan tunggu sampai gue sembuh. Setelahnya, gue akan jadiin dia milik gue. Sambil nunggu, gue mau kami berteman."
"Menurutku, kakak hanya akan dipandang egois sama Sandra. Apa kakak gak pernah berpikir kalau kondisi kakak suatu saat memburuk lagi? Kalau saat itu terulang, apa kakak akan menyakiti dia lagi? Apa kakak gak memikirkan perasaan dia jika disakiti untuk kedua kalinya?"
"Gue gak mikir sampai situ. Gue cuma optimis kalau gue pasti sembuh dan gak akan drop lagi. Dan fyi, gue gak minta pendapat lo," ketus Bara. Merasa diketusi seperti ini, membuat Zera agak kesal. Kakak kelasnya ini memang terkenal akan keegoisan dan sok jual mahalnya. Itulah salah satu sebab sejak dulu dia tidak pernah menyatakan secara terang-terangan bahwa dia juga menyukai Sandra.
"Awas takabur," cicit Zera pelan. Setelah itu, tidak ada lagi percakapan antara keduanya. Sampai di sekolah pun, mereka masih saling diam. Sampai Zera berlari mendahului Bara untuk menuju kelasnya, mereka tidak mengatakan apa-apa lagi.
***
Zera memutuskan untuk menunggu Bara di kelasnya. Tadi, tanpa sengaja cewek itu menjatuhkan flashdisk nya dan ditemukan oleh Bara. Kata Bara, dia akan mengantarkannya ke kelas Zera pada istirahat pertama.
Selang beberapa menit, kelas menjadi sepi. Tinggal beberapa orang saja di kelas. Dan salah satunya ada Sandra. Bara tiba-tiba saja datang dan membuat Zera terkejut. Derai tawa Bara pecah saat itu juga. Melihat ekspresi terkejut milik Zera membuat perutnya tidak tahan untuk tidak tertawa.
"Kakak itu kayak jailangkung tau gak?!" Ketus Zera diikuti dengan mimik wajah marahnya.
"Gue gak tau," Bara menggeleng dengan senyum menyebalkan miliknya itu.
"Nih flashdisk nya. Makanya kalau jalan itu yang bener," Bara meletakkan flashdisk Zera ke atas meja. Setelah menggumamkan terima kasih, Zera mengambil flashdisknya dan menyimpannya ke dalam saku.
Bara menyapu pandangannya ke seluruh ruangan kelas. Hanya demi mencari seseorang. Ketika pandangan mereka bertemu, cewek itu malah memalingkan pandangannya. Bara menghela napas berat. Sayangnya, helaan napas itu dapat didengar oleh Zera.
"Kenapa?" tanya Zera spontan.
"Dia marah gak?"
"Tau." Zera mengangkat bahunya acuh.
"Menurut lo?"
"Kalau aku yang di posisi dia, aku bingung harus marah atau enggak. Tapi yang jelas, aku kecewa dan kesel," jawab Zera seraya menarik buku paketnya untuk dibaca.
"Kalau orang marah biasanya digimanain?"
"Elah kak pake nanya segala. Gak pernah makan bangku TK apa? Kalau orang marah itu ya minta maaf." Bara memang membuat Zera menjadi gemas sendiri. Gini nih kalau ego saja yang dibesarkan.
"Gue gak pernah makan bangku TK. Makan bangku rumah aja gak pernah." Ada jeda sebentar sampai Bara melanjutkan perkataannya yang membuat Zera mengalihkan pandangannya. "Gue mau minta maaf sama dia."
"Bagus tuh. Egonya emang harus diturunin dikiiiit aja" ucap Zera seraya melambangkan kata 'sedikit' dengan jari telunjuk dan ibu jarinya. Bara tak menghiraukan perkataan Zera, dia hendak melangkahkan kakinya, tapi cekalan lengannya dari Zera membuatnya harus berhenti sebentar.
"Kakak boleh minta maaf. Tapi ingat, jangan beri dia harapan. Pikirkan lebih lanjut, kak." Lagi. Nasihat itu lagi yang keluar dari mulut Zera. Mungkin Bara bosan mendengarnya, tapi bukankah Zera tidak salah? Bara memang harus memikirkan ke depannya. Kalau suatu saat kejadian sebulan yang lalu terulang, Bara pasti akan menyakiti Sandra.
Bara melepaskan cekalan Zera pelan, lalu melangkah menuju Sandra. Yang Zera lihat, Bara menggoda Sandra dan seakan memberi harapan lagi kepada cewek itu. Zera harap, Bara memang sudah benar-benar pulih. Supaya kejadian sebulan yang lalu tidak perlu terulang lagi.
Zera menghela napasnya pelan. "Ternyata kamu gak dengerin omonganku, kak. Kamu hanya akan memperlihatkan egomu," lirihnya hanya satu oktaf dari deru angin
***
See you :).
Jangan lupa vote sama comment😄Tertanda
💖U
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelarian (COMPLETE)
Roman pour Adolescents"Maaf, ini hati. Bukan running track yang bisa kamu jadikan sebagai ajang berlari, apalagi pelarian!" ::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::: Terkadang, takdir itu memang lucu. Saat Sandra mulai berhenti, Ba...