Machapucare - chapter 54

42 0 0
                                    

Kemacetan baru terjadi di sekitar pintu keluar tol di daerah bogor. Pintu keluar tol di bogor ini punya posisi tepat sebelum perempatan super padat jadi gak heran kalau selalu jadi biang kemacetan. Satu-satunya cara buat mengurai kemacetan didaerah ini adalah dengan memutar waktu dimana mobil belum diciptakan dan ide-ide tentang penemuan mobil harus diganti dengan ide menemukan alat transportasi lain yang lebih efisien, semisal becak bersayap yang bisa dipake dijalur darat atau jalur udara kalau jalur darat gak memungkinkan. Dan ini gak mungkin terjadi.

Hari ini beda. Maksudnya tetep macet sih emang, tapi kemacetannya gak separah kemacetan yang gw alamin waktu terakhir kali kesini. Ntah kenapa pagi ini jalanan disekitar bogor sepi dan tenang. Gw, kak apro, abe, dan bapak supir bisa dengan mudah mencapai tempat tujuan sebelum pukul 08.00.

"Nyari parkir dimana ya?" Pak supir, untuk pertama kalinya di perjalanan ini mengeluarkan suara."apa kita parkir didepan istananya aja?"

"Boleh" kak apro ngejawab sambil menyidik-nyidik gedung yang dimaksud pak Supir. "Eh tapi boleh gak pak parkir digedung depan istananya?"

"Wah, saya kurang tau nih, coba nanti tanya dulu" Pak supir ngejawab sambil memantau keadaan sekitar. Menjelang sampai ke istana negara gw liat disepanjang trotoar banyak orang-orang memakai setelan olahraga untuk sekedar lari pagi. Bogor emang adem sih buat dijadiin tempat buat menghirup udara pagi. Udaranya jauh lebih segar berkali-kali lipat dibandingkan udara jakarta.

"Nah boleh tuh pak kita coba parkir digedung itu aja kalau bisa" Kak apro memberi usulan tempat parkir sambil menunjuk sebuah gedung 7 lantai yang mirip perkantoran yang letaknya tepat didepan istana negara. Gedung ini keliatan kosong, beberapa pohon rindang dan tinggi besar tumbuh di halaman depan gedung tersebut. Dipintu masuk terlihat sepasang petugas keamanan berpakaian serba hitam sedang menginterogasi pengendara mobil sedan hitam yang kayaknya punya tujuan yang sama dengan tujuan gw kesini.

"Mobil itu aja bisa masuk pak, kayaknya kita juga bisa" Kak Apro yang dari tadi memantau mobil sedan hitam mulai ngasih aba-aba ke pak supir untuk mengikuti jejak mobil tersebut. Dan tanpa menunda-nunda mobilpun mengikuti jejak sedan hitam tersebut untuk masuk ke halaman parkir gedung.

"Pagi pak, kami mau hadir di acara sumpah pemuda di istana pagi ini, boleh parkir disana?" Pak supir tanpa menunda langsung mengemukakan maksud kedatangan sebelum para penjaga sempet mengucap selamat pagi. Pertanyaan ini disambut dengan senyum salah satu petugas dan suara obrolan mereka mulai terdengar samar-samar.

Abe, sejak kak Apro beli roti dan minuman kaleng di Rest Area, mendadak gak banyak bersuara. Sesekali diperjalanan gw lirik dan liat kalau dia lebih milih diam dan masang headset sambil main-mainin gadget. Di halaman parkir gedung, beberapa tamu undangan mulai keluar dari mobil dan bersiap berjalan ke arah istana negara. Bener kata kak Apro, tamu-tamu kebanyakan berpakaian resmi dan keliatan kalau mereka bukan orang sembarangan.

"Kak, rotinya boleh dibawa turun?"abe yang keberadaannya sebelumnya gw anggap hilang mendadak mengeluarkan sebuah pertanyaan, dan ini absurb banget. "Laper kak"

"Dihabisin sekarang aja gak bisa emang?" Kak Apro yang mulai mengeluarkan blazer putih sejak mobil sudah diparkirkan dengan sempurna ngejawab pertanyaan abe seadanya. "Ribet sih kalau harus bawa-bawa roti"

"Oke deh. Ren jangan lupa bawa kamera." Abe, dengan nada suara ala ala komandan perang, ngasih instruksi ke gw. Ntahlah, tapi gw curiga orang ini kesambet arwah pahlwan perang karena gak ada angin dan gak ada hujan dia mendadakngasih instruksi ke semua orang dan ini terjadi sejak mobil masuk area istana negara.

"Ya kali gw lupa, kak Apro bilang kan harus bikin field report" gw jawab instruksi dari Abe sambil mempersiapkan blazer yang sebelumnya gw lepas karena hawa dimobil yang agak panas.

"Tas jangan ditinggal, periksa lagi barang bawaan, pokoknya kita gak boleh macem-macem didalem nanti" Abe melanjutkan pemberian instruksi.

"Itu instruksi buat gw? Kan lu liat sendiri dari tadi gw gak bawa tas" gw jawab instruksi abe.

"Dih males banget, itu instruksi buat pak supir. Barang bawaannya jangan sampe ada yang ketinggalan ya pak!" abe meninggikan suara.

"Siap, semisal ketinggalan nanti diantar" pak supir ngejawab.

"Siap laksanakan, pak"

"Ini apaan sih. Ya udah yuk turun, bapak tunggu disini ya, paling juga jam 11 selesai acaranya." Kak Apro yang udah selesai mempersiapkan semuanya turun terlebih dahulu diikuti abe dan gw. Sebelum turun, Kak Apro ngasih aba-aba ke supir buat nunggu disini sampai acara selesai. Disini maksudnya mungkin disekitar daerah ini supaya nanti gak ribet dicari. Dan untuk kedua kalinya dalam satu menit pak supir ngejawab instruksi dengan kata "Iya".

Udara bogor, seperti yang gw perkirakan, kerasa sejuk dan menghasilkan sensasi dingin di tenggorokan ketika dihirup. Setelah keluar dari area gedung perkantoran dan menyebrang ke arah istana, gw mulai menyetel kamera untuk dipakai mendokumentasikan momen-momen penting didalam istana nanti.

Gw gak bakal ngalamin momen ini lagi, ini momen penting.

Cerita Kita Untuk Selamanya 2 : Harpocrates [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang