Chapter 98
"RENDY OI CEPETAN BALIK"
Lagi-lagi teriakan lisa terdengar sebelum akhirnya gw bisa lihat dia diarea gerbang masih memegang jas hujan yang tadi dia lepas. Hujan masih turun dan rokok basah sisa yang ada ditangan gue dengan terpaksa gw buang dengan sangat hati-hati kesalah satu sisi jalan. Jaket gw sudah basah kuyup dan gw perkirakan suhu malem ini sekitar 10 derajat celcius.
"Ribut amat sih" gw langsung menghampiri lisa dan dari sepengelihatan gue belum banyak yang dia lakukan selama gue pergi. "Gw cuma kedepan doang astaga. Lagian katanya mau beres-beres, mana masih sama aja kayak tadi sebelum gue pergi"
"Kedepan DOANG? Ya mikirlah mana bisa gue beres-beres sementara lu gak tau kemana" lisa menjawab dengan sedikit berteriak dan memberi tekanan lebih pada kata doang. Lagi-lagi dia terlihat menggigil. "Gimana kalau yang "doang" menurut lu itu berakibat fatal? Jangan suka meremehkan sesuatu gitu. Gue gak suka"
"Emang kenyataannya kayak gitu kan lisa, gw gak meremehkan apa-apa" gw jawab dengan tenang sambil duduk diundakan tangga teratas yang terlindung atap gerbang. Lisa sekarang ada dibelakang gue dan dihadapan gue terpampang untaian anak tangga yang tadi sore gue lewatin dan sekarang dalam keadaan gelap gulita. "Paling juga 5-10 menit gue pergi. Ya udah lanjut sana beres-beres."
"Emang dari tadi gue mau beres-beres" lisa menjawab. "Abis ini kita makan dikit karena gue masih punya sisa makanan dari uleri. Buat sementara lu gak boleh liat kebelakang dulu sekarang"
"Iya" gw jawab singkat sambil mengeluarkan bungkusan rokok dan korek dari dalam saku jaket waterproof gw.
Cekrek....
Sisa rokok yang gw punya sekarang semakin minim. Gw, dan juga lisa mungkin, masih belum bisa mengeluarkan handphone karena kondisi gue dan dia yang masih basah kuyup. Gw perkirakan sekarang sudah jam sembilan malam dan hujan sekarang sudah mereda dibandingkan hujan yang turun sekitar satu jam yang lalu. Suara-suara jangkrik dan suara-suara katak mulai terdengar dikejauhan sisi hutan yang gw dan lisa lewatin tadi.
Masalah utama yang harus gw pikirkan saat ini adalah gimana caranya gue dan lisa bisa sampe ghandruk secepat mungkin. Belum ada tanda-tanda bakal ada desa dalam jarak pandang 100 meter kedepan. Kondisi jalan setapak yang gw lewatin tadi juga becek dan licin dan kemungkinan besar kondisi jalan setapak lain menuju ghandruk nanti bakal sama. Dan sekarang, dari 2 jalan bercabang yang bakal gw dan lisa bakal lewatin setelah ini, jalan mana yang bakal menuju ke ghandruk?
"Jangan begong aja rendoi" lisa tiba-tiba menepuk bahu gue dan duduk disebelah gue sekarang. "Sana ganti sama baju yang kering, nih gue punya minyak kayu putih, koyo, sama sisa makanan yang bisa kita makan sebelum kita lanjut jalan"
"Gak usah panggil-panggil rendoi" gw jawab perkataan lisa. Lisa terlihat memakai setelan jaket dan celana panjang baru. Gw gak abis pikir bisa-bisanya dia ganti baju di tempat kayak gini. "Iya kayaknya gw ganti baju deh ini udah dingin banget, kok bisa-bisanya sih lu ganti baju ditempat kayak gini? Eh bentar terus makanannya gak kebasahan emang?"
"Kenapa gak mau dipanggil rendoi ah? Atau lu mau dipanggil pake panggilan waktu kuliah? iya?" lisa berbalik menjawab. "Ya sebenernya gak mau sih tapi gue udah gak kuat. Ya gak lah kan diplastikin, nih kalau gak percaya"
Lisa tiba-tiba menyodorkan kantong plastik hitam dan mengeluarkan beberapa bungkus roti dan coklat darisana. Gw laper, laper banget. Mendaki gunung emang berat. Gue dan lisa harus bersyukur bisa bertahan sampe sejauh ini berdua aja. Beruntung semua perlengkapan yang gak kepikiran gue bawa udah dibawa sama lisa. Kalau gak ada lisa mungkin gue kehabisan stok makanan sekarang.
"Bentar-bentar gue ganti baju dulu" gw menjawab lisa sambil berjalan menuju ransel gue yang letaknya bersebelahan dengan ransel lisa. Ransel dia terlihat lebih besar sekarang, mungkin karena didalam sudah ada baju-baju kotor lisa yang dia pakai diperjalanan tadi sore. "Jangan ngintip, gue bentaran doang, nanti abis itu baru kita makan sisa makanan lu."
"Ngapain juga ngintip, males kali" lisa menjawab sambil membuka satu bungkus coklat yang tadi dia bawa. "Eh sebelah sana itu jalan yang kita lewatin tadi kan, serem juga kalau diliat darisini. Tapi sekarang ujannya udah reda nih, kayaknya kita bisa lanjut langsung ke ghandruk abis makan"
"Iya kita langsung lanjut aja abis ini" gw jawab pertanyaan lisa sambil membuka jaket waterproof yang gw pakai yang sekarang basah kuyup. Setelah jaket terbuka, gw lihat ternyata kaos yang gw pake gak terlalu basah mungkin karena sebelumnya ditutupi jaket. "Kita bukan makan lisa, kita ngemil, kan yang lo bawa cuma roti sobek sama beberapa coklat, makan itu istilahnya buat nasi"
"Sama aja buat gue, ngemil itu bahasa halusnya buat makan aja" lisa menjawab sambil mengunyah coklat dimulutnya. "Gue gak kepikiran kita bisa kejebak disini, sekarang udah jam 9 lewat 10, menurut lo kita sampe ke ghandruk jam berapa nanti?"
"Nah itu masalahnya" gw jawab sambil membuka ransel dan mencari tumpukan baju kering yang udah gue bawa. "Jalan didepan kebagi dua dan gak ada penunjuk arah sama sekali, dari jarang pandang sekarang aja belum ada keliatan tanda-tanda ada desa sekitar sini lisa"
"Gini aja kalau gitu" lisa langsung menjawab. "Fixnya kita tidur disini dulu, besok pagi kita lanjut ke ghandruk"
"Lu gila ya" gw menjawab sambil meyelesaikan proses pergantian baju dan berjalan kearah lisa. "Dari apapun pertimbangannya gak mungkin kita nginep digerbang ini. Kita gak bawa selimut dan gak bawa perlengkapan lain. Mau gak mau kita harus lanjut apapun yang terjadi"
"Ya tapi kalau salah jalan?" lisa menjawab sambil menyodorkan bungkusan plastik kearah gue yang sekarang duduk disebelah dia. "Yang ada malah kita nyasar dan situasi bakal jadi lebih rumit, gue tetep pilih buat tinggal disini, seenggaknya sampai jalan nanti terang lagi"
"Gue ngerti, kita gak bisa jalan karena kita gak tau medan didepan gimana" gw jawab sambil mengambil satu bungkusan coklat dari kantong plastik hitam yang lisa berikan. "Tapi kita gak bisa tinggal disini juga, tempat ini bukan tempat buat istirahat lisa, ini hutan. Kita gak bawa perlengkapan apa-apa"
"Mending kayak gitu daripada harus jalan dengan resiko yang lebih besar" lisa menjawab. "Eh bentar deh ren, lu coba liat kearah bawah tangga sana, itu cewek bukan sih yang lagi jalan kearah kita?"
"Mana?" gw menjawab lisa sambil mengikuti arah telunjuknya ke bawah tangga. "Cewek baju merah? Jalan? Iya gue liat. Lis ini gak normal"
"Iya gak normal" lisa menjawab singkat. "Dia bukan jalan, dia melayang."
"Lis kita harus pergi sekarang" gw tarik tangan dia untuk berdiri dan berjalan kearah ransel yang ada dibelakang posisi duduk gue dan lisa. "Kita gak bisa tinggal disini."
"Iya yuk cepet." lisa menjawab perkataan gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Kita Untuk Selamanya 2 : Harpocrates [TAMAT]
مغامرةHighest rank (June 12th, 2020): #1 in meditasi #3 in mendaki "Harpocrates had become the symbol for secrets and mysteries. I have no qualms about representing silence, but to me silence does not mean keeping secrets, it means serenity. It is in sile...