-BAGIAN SEMBILAN-
"Some days i can't stop thinking about you, and other days i wonder why i'm wasting my time."
________________________Selain chat dari Salman, hal yang membuat tidur Kania tidak nyenyak adalah Mylan. Lelaki itu masih saja betah mengganggu pikiran Kania hingga membuatnya hampir saja terlambat datang ke sekolah. Memikirkan apa yang terjadi di ruang UKS kemarin, membuat kepala Kania ingin pecah. Menebak apakah lelaki berhati batu itu tengah marah padanya. Sebenarnya Kania bisa saja mengirim chat pada Mylan tadi malam, hanya saja dia enggan untuk memulai percakapan itu. Lagi pula siapa dia? Apa haknya untuk mengurus Mylan? Tapi, jujur saja dia benar-benar dibuat resah oleh Mylan, sejak kemarin.
Setelah cukup jauh berjalan menyusuri koridor, Kania baru menyadari suasana sekolah rasanya sedikit berbeda dari kemarin. Dia merasa tengah menjadi pusat perhatian dari siswa-siswa yang ada di sekitarnya. Bukan hanya memperhatikan, namun juga membicarakannya. Bahkan mereka tidak segan-segan menyebut namanya dengan lantang hingga terdengar di telinganya. Dia tidak tahu penyebabnya. Yang pasti, menjadi pusat perhatian bukanlah keinginan Kania.
Langkah Kania mulai melambat saat mendekati kelasnya. Dari jarak kurang lebih tiga meter, Kania dapat melihat dua orang perempuan tengah berdiri di ambang pintu kelasnya yang tiba-tiba saja membawa hawa dingin di sekitar Kania. Kedua perempuan itu tak lain adalah Belvi dan salah satu dayang setianya, Genna. Kania sempat menghentikan langkah untuk kembali memutar arah, namun entah mengapa dia mengurungkan niat itu dan memutuskan untuk melanjutkan langkahnya dengan berat hati. Firasatnya berkata bahwa kedua perempuan itu tengah mencari dirinya.
Tepat saat Kania berada di depan pintu, Belvi menarik lengannya dan menguncinya di tengah-tengah Belvi dan Genna. Memberikan tatapan penuh ancam yang berhasil membuat tangannya gemetaran takut.
"Lo tau alasan gue ke sini?" Belvi bersedekap sambil menatap Kania dengan tajam.
Kania mengangguk, lalu menggeleng. Dia tidak tahu pasti alasan apa yang membawa mereka berdua ke sini. Sejak tiga meter dari tempat ini, dia sudah mencoba untuk mengingat kesalahan apa yang sudah dia buat, tapi dia tetap tidak bisa memastikan alasan itu.
Belvi menatap Genna yang dengan segera merogoh sakunya dan memperlihatkan layar ponselnya pada Kania. Foto seorang lelaki yang tengah membopong perempuan, yang tidak lain adalah Salman dan Kania.
"Sekarang lo udah taukan?" Belvi menghentakkan tangannya pada tembok yang berada di belakang Kania, membuat Kania kembali menelan ludahnya dengan susah payah.
"Bukannya gue udah pernah kasih lo peringatan buat nggak deketin atau ganggu Salman lagi?" Tubuh Kania tambah gemetaran saat mendengar bisikan intimidasi itu di telinganya.
"I-itu y-yang kemarin, c-cuma--"
"Jangan ngelak deh lo. Satu sekolah juga udah tau kalau lo itu berusaha goda Salman!" Seru Genna dengan suara cemprengnya, membuat mereka menjadi tontonan siswa yang berlalu lalang di koridor tersebut.
Di sisi lain, di dalam kelas. Anya, Nara dan Fina yang merasa penasaran dengan suara ribut di luar, memutuskan untuk keluar dan mencari tahu siapa sumber keributan tersebut.
"Lo nggak ada puasnya ya? Udah Mylan, sekarang lo mau ngembat Salman juga? Kenapa nggak sekalian cowok satu sekolah yang lo embat? Kalau mau jadi tenar, jangan pake cara yang kampungan!" Bentak Belvi membuat ketiga perempuan yang baru saja keluar dari kelas terkejut, mendapati Kania yang menjadi sumber ketibutan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Painful✔️[Complete]
Teen FictionRE-WRITING (SOON)!!! Pertemuan kita bukanlah sebuah kebetulan, walaupun juga bukan sebuah takdir. Namun tetaplah, bersamamu adalah waktu-waktu yang sangat berharga. Aku tahu setiap pertemuan akan ada perpisahan, namun akan ada dimana sepasang insan...