37

55 4 0
                                    

-BAGIAN TIGA PULUH TUJUH-

"Percuma menyerahkannya kepada orang lain, sebab hanya saya yang mampu memiliki hatinya."
__________________________

Kedua sudut bibir Kania terangkat membentuk senyuman manis. Sambil menyangga kepalanya, Kania mengamati wajah Mylan yang tengah tertidur dikursi samping Kania. Mereka memang sudah lama berada di ruangan ini menjaga Ananda, mungkin hal itu membuat Mylan kelelahan. Kania jadi tidak tega membangunkan Mylan.

"Capek banget ya?" gumam Kania ikut meletakkan kepalanya menghadap Mylan.

"Tante maaf ya, Nia cuekin bentar... soalnya Nia lagi fokus sama anaknya," lirih Kania cekikikan sendiri.

Dia kembali mengamati setiap lekuk wajah Mylan dengan jarak yang lebih dekat, bahkan berada di jangkauan napas Mylan. Lengannya terangkat, mengelus lembut rambut Mylan yang mulai panjang lagi. Tapi tenang saja, panjang rambut itu masih belum melanggar aturan sekolahnya.

Semakin lama Kania berada di posisi seperti ini, semakin berat juga matanya. "Andai kita bisa lebih lama seperti ini," gumam Kania sebelum ikut lelap bersama rayuan sang mimpi.

~♥~♡~♥~

Mylan terkejut saat matanya mendapati wajah Kania yang amat dekat. Aroma parfum Kania yang amat manis membuat Mylan setengah mati menahan jantungnya yang berdebar hebat. Selain itu, sejak kapan jarak mereka sedekat ini?

Dengan pelan dan hati-hati Mylan mengangkat lengan Kania yang bertengger di kepalanya. Tapi sial, kenapa jantungnya masih berdebar amat kencang begini? Mylan bergegas bangkit menjauh dari Kania untuk menetralisirkan jantungnya, sebelum niatnya terutungkan oleh kehadiran lelaki yang kini tengah duduk di sofa ruangan itu sambil menatap datar ke arah Mylan.

"Ada urusan apa ke sini?" Tanya Mylan dengan ketus.

"Kenapa bertanya seperti itu pada ayah? Bukannya pertanyaan itu lebih cocok untuk perempuan itu? Dia bukan siapa–siapamu, dan tidak akan pernah menjadi siapa-siapa di hidupmu!" Tegas Zidan bangkit mendekati Mylan.

"Anda yang bukan siapa-siapa di dunia saya! Dia perempuan yang sampai kapanpun akan saya cintai!" Jawab Mylan tidak kalah tegas.

Terlihat tatapan sinis yang Zidan tunjukkan kepada Mylan sangatlah dingin. Kenapa sifat keras kepalanya harus menurun kepada Mylan?

"Ayah tidak peduli bagaimana perasaanmu, tapi ingat, bagaimanapun kamu sudah menyetujui kesepakatan itu!" Ingat Zidan seraya melemparkan sebuah amplop coklat kepada Mylan.

Matanya kini beralih melihat tubuh Ananda yang semakin hari semakin kurus. Perempuan itu tak lagi secantik dulu, tak ada lagi senyum manis yang selalu menguatkan dirinya, juga tak ada lagi sandaran sekuat bahu Ananda.

Kenapa kamu mau kita seperti ini? Tanya Zidan dalam hati. Dia benar-benar tidak mengerti kenapa Ananda membuat hidupnya menjadi seperti ini.

Zidan menarik napasnya dengan amat dalam, kembali memadamkan rasa sakit yang menyayat hatinya. Dia kembali menatap Mylan yang tengah membaca lembaran kertas di dalam map itu. Isinya bahkan lebih buruk dari apa yang tertulis di kertas sebelumnya.

Tangan Zidan menyentuh pucuk kepala Mylan. "Ada yang ingin ayah bicarakan. Ayah tunggu di ruang biasa, setelah kamu pulang dari rumah Fakih." Ucap Zidan yang segera berlalu dari hadapan Mylan.

Painful✔️[Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang