06

182 8 0
                                    

-BAGIAN ENAM-

"Berada di dekatmu, bukanlah hal yang baik untuk kesehatan jantungku."
________________________

Siapa saja yang baru memasuki lingkungan sekolah, pasti akan menghentikan langkah mereka di area informasi. Seperti halnya Kania, Anya, Fina dan Nara saat ini. Mereka ikut berdesak berusaha mencari tahu alasan yang membuat siswa lain berkumpul di depan beberapa mading yang tersebar di area informasi. Berpencar menjadi dua kelompok, Fina dan Nara menuju mading Selatan, sedangkan Anya dan Kania menuju mading Barat.

Jika boleh jujur, sebenarnya Kania paling malas bila harus berdesak-desakan. Dia tidak mau membasahi seragamnya dengan keringat di pagi hari. Bisa-bisa habis percuma parfum mahalnya.

Kania menarik lengan Anya yang masih berusaha menembus kerumunan untuk membaca pengumuman di mading. Dia mulai merasa kehabisan oksigen berada di tengah kerumunan ini. Dan jika perjuangannya hanya berujung dengan pengumunan yang tidak penting, Kania berniat untuk absen 3 hari tanpa keterangan.

"Anya, pengap nih!" keluhnya berusaha menghentikan Anya. Namun percuma saja, Anya tidak menghiraukan keluhan itu dan masih saja menyenggol orang-orang di sampingnya agar perempuan itu mendapat ruang untuk melihat pengumuman.

"Bentar lagi nyampe ujung, tanggung!" hanya tinggal tiga baris lagi, Anya akan sampai di depan mading. Anya melanjutkan langkahnya penuh semangat.

Tubuh Kania memang tidak mungil, tidak juga kurus, tapi jika berada di posisi seperti ini, siapa pun itu pasti merasakan apa yang dia rasakan. Sesak, gerah, dan pengap. Ingin rasanya dia keluar dari kerumunan ini, tapi sudah tidak ada lagi jalan keluar di belakang sana.

Tubuhnya terdorong kesana-kemari, sesekali saling bentur dengan siswa lain. Sial. Kania ramal, dia akan pingsan di antara kerumunan ini, dan tubuhnya akan jadi keset mereka.

Namun, saat Kania mulai menyerah, sebuah harapan datang untuk kembali menguatkan dirinya. Mungkin kalimat itulah yang kini ada di kepala Kania saat merasakan seseorang tengah memeluk tubuhnya, melindunginya dari senggolan-senggolan siswa lain. Walaupun nafasnya mulai kembali normal, tapi jantungnya masih saja memompa darah dengan sangat cepat kala dia mendongakan kepala.

Biar Kania jabarkan bagaimana ciri-ciri orang yang kini tengah memeluknya. Dia memiliki dagu yang tegas, tatapan mata yang cukup tajam, hidung yang mancung hingga membuat hidung keduanya saling bersentuhan, wajah bersih tanpa ada bekas jerawat, tangan yang kekar, juga memiliki dada bidang yang kini menjadi tempatnya menopang tubuh. Kali ini dia tidak akan memungkiri batin yang terus-terusan mengatakan bahwa lelaki itu memiliki wajah tampan, walaupun memar masih menghiasi sudut bibirnya.

Semua kekaguman Kania tidak bertahan lama. Ketika mereka berhasil keluar dari kerumunan, kekaguman itu kembali menjadi kekesalan saat lelaki itu mendorong kuat tubuhnya hingga hampir tersungkur.

Enggak, enggak! Kayaknya mata gue mulai bermasalah, batin Kania kembali menjernihkan pikirannya.

"Heh, lo bisa nggak sih kaleman dikit ke cewek?" Kania mendekat, menatap Mylan dengan tatapan penuh kebencian.

"Nggak!" Jawab Mylan yang langsung pergi meninggalkan Kania.

Kania terbelalak. Mylan memang sangat menyebalkan. Mungkin dia memanglah manusia yang sama sekali tidak tertarik pada perempuan hingga membuatnya tidak bisa berbuat lembut pada dirinya maupun pada perempuan lainnya.

"Gue sumpahin lo dapet jodoh bencong!" Teriak Kania dengan penuh emosi. Ingin rasanya dia menambah bekas luka di wajah lelaki sinis yang menyebalkan itu.

Painful✔️[Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang