32

50 3 0
                                    

-BAGIAN TIGA PULUH DUA-

"Kita yang bersama, tapi kenapa dia yang kamu jadikan alasan?"
________________________

Seperti biasa Mylan memarkirkan motornya di halaman rumah Kania, menjemput perempuan itu untuk berangkat sekolah bersama. Pikirnya setelah puluhan telpon dan chat darinya yang tidak terjawab oleh Kania, dia ingin meminta maaf secara langsung. Bagaimana pun, Mylan tetap bersalah karena kembali meninggalkan Kania tanpa kabar seperti malam tadi.

Namun baru saja tangan Mylan hendak memencet bel, pintu rumah itu telah terbuka bersama munculnya sosok Lisa bersama Aira yang hendak meninggalkan rumah. Tentu saja kehadiran Mylan membuat Lisa terkejut, pasalnya Kania sudah berangkat setengah jam yang lalu dan pikirnya Mylan sudah mengetahui hal itu.

"Lho, Mylan!"

Lelaki bertubuh tinggi di hadapannya itu langsung mencium punggung tangan Lisa, "Kania nya mana tante?"

Pertanyaan Mylan membuat Lisa bingung harus menjawab apa. Dia takut jika salah memberi jawaban. "Hmm, Kania nggak ngasih tau kamu, kalau dia udah berangkat duluan... bareng... Salman?"

Entah mengapa mendengar pertanyaan itu membuat kedua tangan Mylan mengepal kuat bersama rasa panas yang berkobar di dadanya. Dia benar-benar benci penghianat seperti Salman.

"Makasih tante, saya berangkat dulu," pamit Mylan menahan luapan emosi.

~♥~♡~♥~

"Nia, lo gila ya?" Tanya Fina menahan pekikannya seraya melirik ke arah pintu kelas, dimana Salman tengah berdiri menunggu Kania.

"Lo jalan lagi sama Salman, terus Mylan lo kemanain?" Tanya Anya tak kalah heboh.

"Lebay deh! Gue sama kak Salman cuma mau belajar bareng. Kan dia yang lebih pengalaman ngerjain soal ujian, jadi apa salahnya?" Jawab Kania acuh.

Mendengar jawaban acuh dari Kania, Nara bangkit menggebrakkan tangannya di meja dengan cukup keras. "Ya salah! Lo bisa nggak sih nggak bikin persepsi negatif orang lain tentang lo itu jadi nyata?"

"Kalian kenapa sih? Gue sama kak Salman cuma belajar bareng, nggak lebih!" Tekan Kania mengambil bukunya dan bergegas menghampiri Salman.

"Temen lo emang gila!" Gumam Anya pada Fina.

"Yee... yang lo bilang temen gue itu siapa, kalau bukan temen lo juga?" Tanya balik Fina menoyor kepala Anya.

Sedangkan Nara masih menatap kepergian Kania penuh kekesalan. "Terus, gimana nasibnya Mylan?" Gumam Nara kesal.

Jujur pun Kania sebenarnya tidak nyaman berada di dekat Salman, ditambah juga tatapan sinis dari setiap siswa yang dilaluinya. Namun inilah satu-satunya cara Kania untuk menghindari sosok Mylan. Dia sedang tidak ingin berurusan dengan lelaki itu.

"Nia! Lo denger nggak?" Kania tersentak kaget oleh seruan Salman. Sial, kenapa dia malah melamun disaat seperti ini?

Tangan Kania menggaruk lehernya yang tidak gatal, "M-maaf kak... aku tadi lagi gak konsentrasi. Ulang lagi dong, boleh kan?" Bujuk Kania yang berhasil membuat Salman putus asa, tak dapat menolak.

"Yaudah, tapi kali ini lo har—" ucapan Salman terpotong oleh kehadiran seseorang yang kini tengah mencekal lengan Kania. Siapa lagi jika bukan Mylan!

Painful✔️[Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang