-BAGIAN TIGA BELAS-
"Perasaan itu kalau terus-terusan dipendam sendiri malah bikin nyesek."
________________________Tibanya malam telah menuntun seluruh siswa untuk berkumpul di depan sebuah tumpukan kayu kering yang sebentar lagi akan dinyalakan sebagai tanda bahwa kegiatan tahunan ini akan dimulai. Di depan sana sudah berdiri pak Zidan selaku kepala sekolah SMA Cendana, dan Salman selaku ketua panitia pelaksana kegitan. Mereka bergantian memberi penyampaian dan pengarahan sebelum akhirnya bersama-sama memegang obor dan menyulutkan api pada tumpukan kayu yang kini telah berkobar. Dan pada detik yang sama, keheningan malam terpecahkan dengan suara tepuk tangan juga suara teriakan siswa yang semangat ikut terlibat dalam kegiatan setahun sekali ini.
Kania yang merasa terganggu dengan suara teriakan Yoga, langsung mendorong bahu cowok itu dan menutup kedua telinganya. Bukannya meredam suara, cowok itu tambah berteriak histeris ketika muncul lagi beberapa siswa di depan sana guna mengisi acara pentas seni sebagai hiburan mereka malam ini.
"Lo nggak bisa kecilin suara bro? Atau gue perlu ngomong langsung kalau suara lo itu ganggu orang?" Sebuah tangan melingkar di pinggang Kania, membawa cewek itu ke pelukan Salman yang entah sejak kapan berada di sana.
Yoga yang tidak menyukai kehadiran itu seakan tersulut dengan kalimat Salman. "Sorry bro, mata sama telinga lo juga harusnya dibuka lebar-lebar, biar lo tau bukan cuma gue yang teriak!" Tekan Yoga seraya memutar jari telunjuknya, menunjuk ke seluruh arah menyadarkan Salman.
"Udah!" Sentak Kania memutar matanya malas dan mendorong tubuh keduanya untuk saling menjauh, lalu membiarkan langkahnya pergi meninggalkan kerumunan itu.
Padahal inginnya, dengan mengikuti kegiatan ini dia dapat membuang sedikit kejenuhan pikiran. Tapi nyatanya, keadaan seakan tidak sependapat dengannya. Kania menghela nafas panjang, menyaksikan keseruan itu dari kejauhan. Mungkin sekarang dia jadi bahan cari-carian oleh ketiga sahabatnya, karena pergi tanpa sepengetahuan mereka.
"Lo kenapa malah lari ke sini?" Salman mengkibaskan tangannya, mengisyaratkan kepada seorang perempuan yang duduk di samping Kania agar pergi meninggalkan tempat itu.
"Lagi suntuk, lagi nggak pengen diganggu." Jawab Kania singkat.
Mendengar jawaban itu membuat ujung bibir Salman terangkat membentuk lengkungan. "Sini deketan, biar suntuknya ilang."
"Ih, apaan sih kak. Ini serius suntuknya." Keluh Kania sambil menghentakkan kakinya yang ditekuk, lalu menengadahkan kepala menatap langit malam yang dihiasi taburan bintang.
Udara di luar semakin dingin, membuat Salman melepaskan jaketnya dan menyampirkannya ke bahu Kania. "Kalau kurang hangat, sini gue peluk." Ucapnya terkekeh.
Kalimat itu berhasil membuat sebuah senyuman merekah di wajah Kania. "Kak Salman modus." Kania menyenggol lengan Salman gemas.
Salman memalingkan wajahnya, menatap Kania yang tengah tersenyum melihat keramaian yang mengelilingi api unggun di depan sana. Jantungnya seakan tidak mau berdetak dengan normal saat melihat kebahagiaan kecil itu. Dan sialnya, wajah Kania benar-benar membuatnya seakan kembali pada masa lalunya.
"Lo mau jadi pacar gue?" Tanya Salman membuat Kania langsung menatapnya dengan wajah terkejut. Salman hanya tidak mau membuang waktu dan kesempatan. Dia harus segera memiliki Kania, sebelum Mylan berhasil mendahuluinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Painful✔️[Complete]
Teen FictionRE-WRITING (SOON)!!! Pertemuan kita bukanlah sebuah kebetulan, walaupun juga bukan sebuah takdir. Namun tetaplah, bersamamu adalah waktu-waktu yang sangat berharga. Aku tahu setiap pertemuan akan ada perpisahan, namun akan ada dimana sepasang insan...