-BAGIAN TIGA PULUH SEMBILAN-"Bukan hanya hatiku yang hancur. Kenyataan ini seakan menghancurkan seluruh hidupku."
__________________________Satu...
Dua...
Mata Kania menerawang langit-langit kamar yang begitu kosong dengan kedua jari yang tak henti bergantian melipat. Menghitung berapa lama dia telah terjebak di dalam rumah ini. Ya, sudah dua hari rupanya dia terjebak di rumah ini, tanpa ponsel, juga tanpa kabar dari Mylan. Kabar terakhir lelaki itu yang Kania ketahui dari Aira hanyalah, dia akan selalu menunggu untuk semua penjelasan Kania.
Ahg, semakin frustasi saja Kania akibat semua perlakuan Fakih kepadanya. Padahal kurang dari 24 jam lagi, Kania dapat keluar dari tempat ini. Hari ini adalah hari terakhir liburnya, yang artinya besok di sekolah, Kania bisa bertemu dengan Mylan. Dan tanpa Mylan minta, dia takkan menunda memberikan penjelasan kepada Mylan. Sebab, Mylan adalah pilihan Kania untuk lari dari jeratan Fakih.
Sial! Dia benar-benar merindukan Mylan.
Suara ketukan pintu, memaksa Kania bangkit dari rebahannya. Kakinya melangkah pelan mendekati pintu dan memutar gagang pintu kamar. Sosok Lisa tengah berdiri seraya membawa sebuah nampan berisikan makan siang milik Kania. Namun bukan itu yang menjadi titik fokus mata Kania, melainkan sosok lelaki yang berdiri tak jauh di belakang Lisa. Arka. Pikirnya, ada apa Arka datang ke rumahnya saat Fakih masih berada di sarang? Biasanya Arka paling malas berkunjung jika Fakih berada di rumah ini.
"Bunda, Ayah lagi pergi emang?" bisik Kania yang dibalas gelengan oleh Lisa.
"Biar Arka aja yang bawa masuk makanannya Kania, Bun. Nanti Arka bisa dikunyah sama om Fakih, lagi, kalau lebih dari 20 menit di kamarnya Kania," ucap Arka merebut nampan dari tangan Lisa, lalu dengan seenaknya dia masuk ke dalam kamar Kania tanpa permisi.
"Cepet tutup pintunya! Gue mau ngomong!" seru Arka membuat kening Kania berkerut.
Kedua bola mata Kania berputar malas mendengar seruan Arka. Ya, Arka adalah orang yang menjunjung tinggi motto Tamu adalah Raja.
Kania lekas mendekati Arka, setelah menutup pintu kamarnya.
"Goblok banget sih, lo! Hp lo mana?"
Mulut Kania dibuat menganga lebar oleh bentakan Arka, padahal Kania baru saja mendaratkan diri di samping lelaki itu.
"Lo kenapa, sih? Marah-marah nggak jelas! Hp gue disita bokap, kenapa emang?" balas Kania tidak kalah menyolot.
Arka menepuk keningnya frustasi seraya menggelengkan kepalanya kuat. "Astaga Nia... Lo goblok banget, sih!"
"Iya gue goblok! Terus kenapa? Apa masalahnya? Lo hobi banget, deh, kayaknya muter-muter nggak jelas gini. Emang lo mau gitu kalau gue mati penasaran dan gentayangin lo seumur hidup?" Cibir Kania greget.
Arka menatap Kania serius, sebelum bangkit dari duduknya. Tangan kanannya mengacak rambut cepaknya dengan amat gusar.
"Kenapa lo harus ngilang, disaat Mylan benar-benar memerlukan sandaran lo?"
Kania ikut berdiri, menyusul Arka yang berada beberapa langkah di depannya. "Mylan? Mylan kenapa?" tanya Kania serius.
Tidak langsung menjawab, Arka malah hanya menatap prihatin Kania seraya kembali menggelengkan kepalanya.
"Lo jangan bikin pikiran gue terbebani. Jangan bikin gue nggak bisa fokus ngadepin lembar kertas ujian besok!" cibir Kania tidak terima.
Lagi-lagi Arka tidak menemukan kalimat untuk menjelaskan keadaan Mylan saat ini kepada Kania.
KAMU SEDANG MEMBACA
Painful✔️[Complete]
Teen FictionRE-WRITING (SOON)!!! Pertemuan kita bukanlah sebuah kebetulan, walaupun juga bukan sebuah takdir. Namun tetaplah, bersamamu adalah waktu-waktu yang sangat berharga. Aku tahu setiap pertemuan akan ada perpisahan, namun akan ada dimana sepasang insan...