-BAGIAN TIGA PULUH ENAM-
"Biarkan begini dulu, aku masih ingin lama menyakiti perasaanku dengan menjatuhkan hati kepadamu."
__________________________Tangan Mylan mencengkeram erat ponselnya. Dia tahu ada yang salah dengan Kania. Terdengar jelas dengan cara bicara Kania yang sangat berbeda. Sial!
Mobil itu melaju diantara kepadatan jalan dengan kecepatan di atas rata-rata. Kania, tak lepas dari pikiran yang mengganggu Mylan.
~♥~♡~♥~
Sesaat setelah keluar dari mobil, Mylan menarik napas yang cukup panjang. Sampai kapan Mylan harus seperti ini? Berpura-pura tidak mengetahui apapun. Dia sudah tidak sanggup menyakiti Kania lagi.
Tidak perlu waktu lama untuk mencari sosok Kania. Dari kejauhan Mylan sudah dapat melihat sosoknya yang duduk tertunduk di teras kafe.
Ah! Harusnya Mylan yang tidak terima karena sudah ditinggal tiba-tiba tanpa pamit. Harusnya Mylan yang kecewa karena telah dibohongi.
Mylan berjalan menghampiri Kania dengan sejuta keluh kesal yang diteriakan dalam hati. Iya, dia memang marah. Tapi entah mengapa semakin dekat jarak mereka, makin pudar pula rasa kesal itu. Rasa kesalnya justru berubah menjadi rasa bersalah. Mylan tidak ingin lagi melukai Kania lebih dalam. Sebab semakin jatuh cinta Kania kepadanya, semakin dalam pula luka yang akan didapatkannya.
"Nia!" Panggil Mylan lembut, membuat kepala Kania mulai terangkat dengan perlahan.
Tepat ketika kepala Kania sejajar dengan kepala Mylan, saat itu pula kedua mata Mylan membulat dengan sempurna. Mata Kania sembab, memerah, juga masih berkaca. Dia baru saja menangis? Apa yang sudah Mylan lakukan sebenarnya?
Mylan makin mendekat pada Kania, menyentuh wajah perempuan itu dengan tangan kanannya.
"Kenapa?" Bisik Mylan lembut.
Kepala Kania menggeleng pelan sembari memejamkan matanya, merasakan tangan hangat Mylan yang masih bersemayam di pipinya.
"Lo habis nangis?"
"Nggak!" jawab Kania tanpa menatap mata Mylan. Meski mulut Kania berbohong, namun fisiknya saat ini tidak bisa ikut membohongi Mylan.
"Tapi ma—"
"Gue nggak papa!" Tekan Kania kembali menundukan kepalanya, menatap tangan kanan Mylan yang mengepal begitu erat.
Seakan tidak sadar, tangan Kania bergerak dengan sendirinya. Menyentuh kepalan tangan Mylan hingga kepalan itu perlahan terbuka, lalu dengan perlahan Kania mengkaitkan jari kelingkingnya dengan kelingking milik Mylan.
"Maaf..." lirih Mylan mengejutkan Kania. "Maaf atas sikap gue tadi," lanjutnya mengecup pucuk kepala Kania.
Entah mengapa kata maaf itu membuat mata Kania kembali memanas, kembali menahan bulir air yang hendak jatuh. Mereka tidak bisa tetap di sini, jika tidak mau menjadi tontonan publik.
"Ayo," ajak Kania lirih, menarik lengan Mylan untuk segera meninggalkan tempat itu.
Mylan mengangguk mengikuti Kania tanpa melepaskan kaitan jari kelingking mereka. Bahkan kini Mylan beralih menggengam tangan Kania, meski Kania tidak membalas genggaman itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Painful✔️[Complete]
Teen FictionRE-WRITING (SOON)!!! Pertemuan kita bukanlah sebuah kebetulan, walaupun juga bukan sebuah takdir. Namun tetaplah, bersamamu adalah waktu-waktu yang sangat berharga. Aku tahu setiap pertemuan akan ada perpisahan, namun akan ada dimana sepasang insan...