* Salman on mulmed *
-BAGIAN DUA PULUH-
"Lebih baik seperti ini, memelihara kebencian ketimbang menjadi bagian dari penghianat."
________________________Sudah lima jam Mylan berada di posisi ini, sejak ia memasuki rumah bak penjara yang sangat dibencinya. Tidak ada yang dia lakukan, selain merebah menatap kosong langit-langit kamar yang begitu asing. Bahkan seragam pun masih melekat di tubuhnya. Mungkin ini ketiga kalinya dia memutuskan tidur di kamar ini selama dua bulan terakhir.
Pikirannya dipenuhi pertanyaan tentang apa gunanya dia berada di rumah ini? Apa haknya di rumah ini? Kenapa Zidan memaksanya datang ke sini, sampai repot menjadi pengecut dengan mengancam Mylan? Apa hanya karena mamanya yang kini tengah hamil tua? Rasanya tidak mungkin hanya karena hal yang dengan mudahnya dapat Zidan atasi seperti itu. Padahal sudah lama Mylan tidak memiliki hak untuk berada di rumah ini. Dia sendiri telah nyaman tinggal di rumah ibunya, walau rumah itu tak semegah istana penjara ini. Setidaknya, di sana Mylan dapat mengangap rumah itu bagian dari hidup, dimana kenangannya tetap tinggal dan terjaga.
Di saat pikirannya menerka mencari sebuah jawaban, suara ketukan pintu membuat tubuhnya bangkit dari rebahan, berjalan membuka pintu yang kini menampakkan seorang perempuan seumuran ibunya yang perutnya tengah membuncit. Mata perempuan itu sama lembutnya seperti mata ibunya, yang membedakan hanyalah senyumnya. Jika ibunya dapat memberikan senyuman tulus, perempuan ini justru memberikan senyum kasihan. Ya, kasihan terhadap kehidupan Mylan yang menyedihkan.
"Astaga Mylan, kamu kok belum ganti baju?" Tanya perempuan itu, diikuti dengan hadirnya sesosok lelaki yang setahun lebih tua dari Mylan dari arah tangga.
"Ma... kenapa maksa naik sih? Nanti kalau mama kenapa-kenapa gimana?" Tegur lelaki itu.
Perempuan itu berbalik menatap anaknya, lalu tersenyum kepadanya. "Mama mau ngajak Mylan makan malam bareng."
Sejenak hati Mylan seakan teriris. Bukan terharu akan perilaku perempuan itu, dia justru merasa terhina dengan belas kasih yang ditujukan kepadanya. Bahwa, sesungguhnya dia tak menginginkan belas kasihan itu. Dia bisa memikul beban ini seorang diri.
"Jangan membebani diri dengan memikirkan orang liar seperti saya. Seberapa besar rasa kasihan yang kamu berikan, yang namanya liar itu gak akan bisa diikat dengan mudah. Jangan mempersulit keadaan. Saya ingin bebas!" Jelas Mylan membuat lelaki di belakang mamanya melangkah cepat mendekat dan mencekram kerah baju Mylan.
"Jaga omongan lo itu!" Bentak lelaki itu dengan penuh emosi.
"Salman! Stop!" Seru perempuan itu berusaha meleburkan emosi anaknya.
Setelah berhasil menjauhkan Salman dari Mylan, perempuan itu kembali menatap Mylan dengan sendu. "Mama tahu kalau posisi mama nggak akan bisa menggantikan posisi Ananda sebagai ibu kandung kamu, tapi mama mohon, sangat mohon sama kamu, tolong biarkan mama masuk ke dalam kehidupan kamu. Barang sedikit saja ruang yang kamu beri untuk mama. Setidaknya izinkan saya untuk menjadi bagian dari keluarga barumu."
"Maaf, tahta ibu saya tidak dapat direbut oleh orang lain, meskipun tanpa seorang raja atau pangeran di sampingnya."
"Lo bener-bener kelewatan Lan! Nggak di sekolah, nggak di rumah, lo selalu aja cari masalah! Mau lo apa sih?" Bentak Salman tidak terima mamanya diperlakukan seperti itu.
"Apa dengan menjawab pertanyaan lo barusan, hidup gue akan berubah? Kalau iya... denger baik-baik jawaban gue!" Sergah Mylan melonggarkan dasinya, "Gue nggak mau jadi bagian keluarga dari penghiatan!" Serunya yang dengan langsung memancing emosi Salman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Painful✔️[Complete]
Roman pour AdolescentsRE-WRITING (SOON)!!! Pertemuan kita bukanlah sebuah kebetulan, walaupun juga bukan sebuah takdir. Namun tetaplah, bersamamu adalah waktu-waktu yang sangat berharga. Aku tahu setiap pertemuan akan ada perpisahan, namun akan ada dimana sepasang insan...