𝓽𝓮 𝓪𝓶𝓸 𝓷𝓸 𝓮𝓼𝓽𝓪𝓻𝓮 𝓬𝓪𝓷𝓼𝓪𝓭𝓸
— ••• —
Jungkook merengut tajam sambil membanting tubuhnya ke kasur. Menangis keras-keras mendapati nasibnya sendiri yang baru memasuki semester kelima kuliah—dengan sebuah pembukaan, berupa pernikahan yang seenaknya Mama lakukan tanpa persetujuannya.
Hal paling gila yang pernah Jungkook tahu. Mamanya bahkan tak tampak sibuk sama sekali beberapa bulan belakangan dan tiba-tiba saja, Jungkook diberi kabar bahwa sepuluh hari lagi dia akan menikah dengan seorang laki-laki mengesalkan—yang sialnya, selama satu semester belakangan, sudah menjadi dosen pembimbingnya di kampus.
Pembimbingnya yang satu itu memang tidak berwajah jelek. Bahkan kelewat tampan meskipun Jungkook terus menekankan bahwa ia masih jauh lebih tampan dan jauh lebih manly dari laki-laki itu.
Hanya saja, menurut pengalamannya selama dibimbing oleh si tuan bermarga Kim—yang sialnya hari ini dengan santainya mencuri ciuman di dahinya dengan—sok—sayang itu, ia adalah satu dari sepersekian banyak orang yang suka mengganggu Jungkook selama mata kuliah berlangsung.
Jungkook jengah tentu saja, siapa yang tidak risih kalau sedang mempersiapkan diri untuk kuis dadakan di pagi hari dan malah ditatap tanpa berkedip sama sekali, sepuluh menit lamanya, dan terhitung sepanjang empat kali dalam satu minggu (berengseknya, dia mengisi dua mata kuliah).
Jungkook terus menekankan kepada Mama soal segala fakta dari laki-laki yang dijodohkan dengannya saat itu. Kim Taehyung itu hanya lelaki mesum dan kelewat menyebalkan yang sedikit memiliki keberuntungan. Ia selalu memberi kuis di mata kuliah pagi atau di jam-jam tidur siang seenak jidatnya. Belum lagi ia sering sekali menebar pesona kepada mahasiswi lain di sepanjang lorong atau saat ada apel pagi (kampusnya agak menerapkan sistem aneh ini sejak dua tahun lalu, entah untuk apa). Beberapa kali juga ia menegur Jungkook kurang kompeten dan sebagainya saat melakukan presentasi tinjauan.
Padahal di mata kuliah lain, Jungkook selalu menjadi bintangnya dan hampir tak pernah punya cela.
Belum lagi ia juga suka menyuruh Jungkook merevisi pekerjaannya berkali-kali padahal pembimbing Jungkook yang lain terus mengatakan bahwa pekerjaannya adalah selalu menjadi yang terbaik di antara satu angkatannya.
Sumpah Jungkook tidak paham, seberapa tinggi kriteria pembimbingnya satu itu manalagi sekarang ini, ia tengah duduk di sisi kaki Jungkook yang tengkurap di atas kasur barunya.
"Kenapa? Ganti baju, Jungkook."
Jungkook mencebik kesal dan tidak mengindahkan perkataan orang yang jelas-jelas enam tahun lebih tua darinya itu. Jungkook masih kesal dengan takdirnya, belum lagi Mama mengancam tidak akan menerimanya kembali pulang kalau alasan yang ia sebutkan tidak meyakinkan dan juga keluar tanpa izin dari suaminya.
Taehyung hanya menghembus napas pelan. Memilih melepas tuxedo-nya sendiri dan meletakkannya di sofa kecil yang ada di kamar mereka.
Langkahnya terburu masuk ke dalam closet, sibuk memandangi masing-masing sepuluh potong pakaian miliknya dan milik Jungkook yang sudah ditata rapih. Sesuai janjinya sendiri, ia hanya mengizinkan baik dirinya ataupun Jungkook untuk tidak membawa pakaian lebih dari ini. Sebab ia ingin, closet ini penuh dengan pakaian bagus hasil kerjanya sendiri. Taehyung mau mendandani dirinya sendiri dan Jungkook-nya dengan cantik tanpa membebani orang lain.
Awalnya Jungkook menolak keras ide gila Kim Taehyung satu itu. Jelas-jelas Jungkook membutuhkan banyak pakaian apalagi ia mengikuti klub olahraga dan juga sebuah band yang mana ia menjadi drummer di sana.
Jungkook butuh banyak pakaian bagus dan ia sudah memilikinya cukup banyak di rumah Mama. Tapi Taehyung menggeleng pelan dan terus menekankan bahwa ia berjanji setiap dua minggu sekali ia akan mengusahakan membeli pakaian baru untuk Jungkook.
Jungkook menolak keras, lalu apa itu artinya ia hanya akan memiliki dua pakaian baru saja selama satu bulan ke depan?
Taehyung hanya mengedikkan bahu untuk menunjukkan ketidaktahuannya. Sukses membuat Jungkook semakin dongkol setengah mati membayangkan akan tampil berkali-kali dengan pakaian yang sama setiap bulannya.
Taehyung mengambil piyamanya dan piyama Jungkook dari dalam closet. Ia menenteng dengan begitu malas karena merasa lelah. Tiga jam berdiri dan mengucap janji semati ternyata tak semudah yang ia kira.
Langkahnya memilih keluar, masih mendapati Jungkook yang menangis tersedu sembari menelpon kawan baiknya di seberang sana.
"Jim, aku masih mau kuliah, kau tahu 'kan—betapa sialnya aku akan melihat dia sepanjang hari?"
Taehyung menggaruk lehernya pelan. Tidak tau harus bereaksi apa karena Jungkook terdengar frustasi sekali mengucapkan keluh kesahnya. Ia hanya berjalan ke sisi ranjang dan meletakkan piyama berwarna merah muda itu tepat di punggung Jungkook.
Mata Taehyung diam-diam mengamati, ujung hidung tampak memerah tersembul di antara pipi gembilnya yang total basah. Melirik Taehyung takut-takut sembari menutup wajahnya dengan bantal. "Anda akan tidur denganku, Prof?"
Taehyung menggeleng. Ia menepuk ujung kepala Jungkook dengan punggung tangan kanannya. "Tidurlah, biar aku di sofa. Besok ada kuis di kelasku. Belajar besok pagi, Jungkook."
— ••• —
Terima kasih sudah mampir ♥️—revisi, 2022 ver.
KAMU SEDANG MEMBACA
amante | taekook
Fanfiction[ SUDAH TERBIT OLEH CHOKO PUBLISHER ] ▶start 221118 ▶boys x boys | don't like don't read❗❗ ©errezea - 2018