Sepanjang perjalanan pulang Jungkook hanya diam. Tidak bicara, tidak menanggapi apapun yang Taehyung katakan.
Serius, Taehyung mulai panik kalau Jungkook sudah mulai mendiamkannya seperti ini.
Sore ini macetnya bukan main, belum lagi barang bawaan Jungkook luar biasa berat dan sedari tadi Taehyung merasa tidak tega melihatnya. Jungkook terus memindah-mindah tumpukan berkasnya di kaki. Mungkin kesemutan, atau pahanya lelah mengingat anak itu seharian berkeliling naik turun gedung hanya untuk mencari Taehyung karena kelaparan.
"Kau butuh baju hangat persiapan pergantian musim?"
Jungkook menoleh ke arah kanan dan memberi gelengan kecil. Matanya tampak lelah sekali, jadi Taehyung langsung menyelipkan tangannya di sisi kiri kepala lalu membawa Jungkook agar bersandar di bahunya. "Tidurlah, pindahkan berkasmu di atas kakiku. Kau kurang istirahat."
Jungkook langsung memindah barangnya di pangkuan Taehyung, perlahan-lahan mulai menyamankan diri sebab sumpah demi apapun beban di kepalanya terasa berat sekali. Jungkook ingin tidur meski harus bersandar pada profesor menyeramkannya—cukup sekali ini saja.
;
"Kau lesu sekali, sakit?"
Jungkook menggeleng lagi saat meminum air mineral yang diberikan oleh Taehyung padanya barusan. Ujung hidungnya memerah, sebetulnya Taehyung tau kalau anak ini habis menangis. Tapi dia kan tidak tau apa sebabnya.
"Ingin bercerita sesuatu? Kurasa bukan hal yang buruk 'kan kalau kau mengeluhkan kesal hatimu padaku? Maksudku, kau tau—kau boleh mengandalkan aku sesukamu."
Jungkook mengangguk kecil lalu menerima tawaran Taehyung untuk duduk di sampingnya. Terlebih dulu berlari ke kamar dan mengambil jaket, sukses membuat Jungkook mengerutkan dahi sebab bingung apa yang akan Taehyung lakukan dengan kembali bersama jaket tebal miliknya di tangan kiri.
"Berpindah dulu, jangan duduk di atas karpet tipis nanti kau sakit."
Jungkook hanya ber 'oh' ria saat ia dipersilahkan untuk duduk di atas jaket tebal milik Taehyung. Ia hanya mendeguk kecil sebab mendadak nerasakan badannya nyeri, lalu menatap lamat lawan bicaranya sebelum berusaha meneguk liur.
"Kau mau, minum? Kau susah bicara kalau tidak sambil minum? Butuh sesuatu?"
Jungkook mengangguk cepat lalu membiarkan Taehyung kembali berdiri. Mengambil persediaan soju yang disimpan di dekat wastafel. Bodoh memang, tapi memang belum punya lemari khusus jadi Taehyung hanya meletakkannya dengan asal. Itupun soju yang mereka miliki merupakan hadiah pernikahan. Katanya, mungkin mereka butuh banyak sebab belum mengenal satu sama lain.
Ia kembali dengan satu gelas kecil dan sebotol soju yang sudah dibuka. Cepat-cepat menuangkan untuk Jungkook sebelum menyodorkannya.
Batin Jungkook benar-benar terombang ambing. Terlampau tidak paham kenapa Taehyung tampak sangat telaten mengurusnya seakan mereka sudah lama berdua. Bahkan ini belum satu minggu sejak pernikahan, tapi segala pikiran buruk Jungkook tentangnya nyaris seluruhnya hilang setelah dipatahkan satu persatu.
Mendadak Jungkook merasa menyesal membuat penilaian asal-asalan terhadap pengajarnya satu itu.
"Minum dulu, kau bisa cerita kapanpun. Aku akan menunggu."
Jungkook langsung meneguk isi gelasnya tanpa berpikir dua kali. Meminta dituangkan terus tanpa bicara apa-apa hingga menghabiskan separuh botol. Taehyung kagum, Jungkook peminum handal juga rupanya. Tapi wajahnya kini sudah memerah dan cara mata bulat itu menatapnya juga sudah sedikit agak berbeda, anak ini sudah dalam pengaruh minuman keras. Lagaknya juga mendadak lebih kalem, Taehyung merasa lucu secara tiba-tiba.
"Prof?"
"Hm?"
Taehyung benar-benar hanya memperhatikan sebab Jungkook sudah mulai benar-benar aktif dengan alam bawah sadarnya. Mendadak tertawa keras dan membuat Taehyung takut, tidak jadi memujinya sebagai peminum handal sebab sepertinya minuman ini terlalu berbahaya untuk Jungkook-nya.
"M-mauu lagi."
"Bercerita dulu, kau sudah bilang tadi."
Jungkook menggeleng, menjauhkan gelasnya jauh-jauh lalu tertawa lagi. "Aku tidak minta minum. Aku mau kau berkata manis lagi, yang menyebalkan."
Taehyung melongo saat Jungkook terkekeh lalu menggulingkan badannya ke lantai. Dengan cepat menjadikan kaki Taehyung sebagai bantalan dan sibuk menatap Taehyung lekat-lekat dari bawah.
Di luar hujan gerimis, untung pagi tadi Taehyung tidak menjemur apa-apa jadi tidak perlu beranjak. Fokusnya terpecah ke mana-mana dan atensinya masih sulit fokus pada satu titik saja. Padahal Jungkook di pangkuan tengah tersenyum kecil seperti balita mendapatkan sebotol susu.
"Maafkan aku yang keras kepala, ya? Aku tahu koook."
Taehyung mengangguk kecil dan membiarkan Jungkook terdiam sebentar. Tangannya menopang tubuh di belakang, menikmati pemandangan teladan favoritnya yang tengah bermain dengan cincin nikah yang mengikat cantik jemarinya.
"Aku tidak tahu kenapa mendadak tidak jadi marah menikah denganmu."
Taehyung meremang, merasakan sesuatu yang menggelitik berterbangan dari perutnya. Kesal secara tiba-tiba sebab kenapa Jungkook mengatakannya dengan cara seperti ini.
"Begini terus saja, perjelas apa yang Profesor mau. Aku lemah sekali, baru berapa ini? Enam? Enam hari aku sudah ingin sekali segera menyerahkan keperjakaanku saja padamu. Aku—aku kesal."
Taehyung gagap setengah mati saat tiba tiba Jungkook bangun dan mengalungkan lengannya di leher sebelum menariknya untuk mendekat. Demi apapun Jungkook yang seperti ini cantik sekali, astaga, Taehyung benar-benar harus menguatkan diri sebab ada setumpuk berkas yang harus ia selesaikan hari ini.
"Katakan lagi kau ingin membawaku dan anak kita pergi jauh—kau serius mau punya anak denganku dan mempercayakan masa depan garis keturunan orang sepertimu kepadaku yang nakal ini? Sungguhan?"
Taehyung merasa kikuk setengah mati dan memutuskan untuk berusaha melepas tangan Jungkook di lehernya. Anak ini sudah terlalu jauh astaga, kenapa jadi begini.
"Prof, jawab aku dulu apa benar maumu begitu?"
Taehyung hanya tersenyum kecil lalu mengecup dagu Jungkook dengan lembut, mengatakan iya saja yang penting Jungkook harus segera ia pindahkan ke kamar terlebih dulu. Anak ini jelas stres dengan kuliahnya sampai-sampai mendadak bicara ngawur padahal beberapa hari lalu masih keras kepala menolak Taehyung mentah-mentah.
"Kalau benar kau mau, ajari aku pelan-pelan saja. Gara-gara ini aku belajar melebarkan tubuhku sendiri dan pantatku jadi sakit saat berjalan, aku marah padamu—tapi tidak tau harus memarahimu bagaimana."
Astaga, Taehyung harus bagaimana? Ia tergagap hebat dan panik sebab Jungkook terus berusaha memeluknya.
"Mau peluk, yang lama. Aku suka hangat yang banyak."
Maka Taehyung memutuskan untuk memeluk mudanya lebih lama. Membiarkan anak itu terlelap
dalam peluknya hingga menyadari bahwa ia sama sekali tak menjawab banyak pertanyaan bahkan untuk sepatah kata.Taehyung bingung, benar-benar bingung, sebab Jungkook di pangkuan dan memeluknya seerat ini, membuatnya luar biasa bahagia.
[ t b c ]
KAMU SEDANG MEMBACA
amante | taekook
Fanfiction[ SUDAH TERBIT OLEH CHOKO PUBLISHER ] ▶start 221118 ▶boys x boys | don't like don't read❗❗ ©errezea - 2018