;
Rasanya masih semalam,
Jungkook bilang susah tidur sebab tidak bisa berhenti membayangkan soal—bagaimana ya kalau dia menggendong anaknya saat datang menonton pertandingannya dari bangku tribun? Atau kalau nanti sudah cukup besar untuk dibawa ke tempat konser, bagaimana ya lucunya anaknya membawa handbanner kecil bertuliskan Jungkook Jeon di gendongan suaminya yang datang untuk memberinya semangat dan menyaksikan membuat banyak gol setelahnya?
Oh jangan terlalu jauh, Jungkook bahkan sudah tidak sabar menanti bagaimana ya senangnya mengerjakan skripsi sembari kerepotan membuat susu atau kegiatannya terdistraksi sebab anaknya terbangun tengah malam dan membuatnya serupa zombie sebab harus membagi waktu antara kuliah dan lainnya?
Membayangkan melewati bagian terberat dalam masa kuliahnya lalu lulus dan melakukan potret bersama suami, anak, orang tua dan mertuanya bahkan sudah tergambar jelas walau hanya dalam bentuk bayangan dalam kepalanya. Begitu menggembirakan meski hanya sebatas angan yang belum terealisasikan untuknya.
Jungkook tidak berhenti berceloteh walau hari semakin larut, yang anehnya Taehyung juga tidak bisa tidur karenanya. Sebelah tangannya menjadi bantalan tidur si teladan dan tangannya yang satu lagi sibuk memberi usapan lembut untuk anak mereka disana.
Payah, patah sekali Taehyung hingga menangis sebanyak ini. Minjae yang baru datang reflek memeluknya dan menenangkannya yang tidak bisa menahan diri untuk meluapkan perasaannya sendiri. Terlebih, semua orang bilang—Jungkook belum siuman dan belum tahu apa-apa soal ini. Belum tahu kalau anak mereka sudah tiada sebab tidak ada seorang pun yang siap memberitahukan padanya nanti jika sudah tersadar. Bahkan rahimnya sudah selesai di rontgen dan hasilnya telak bersih, sebab janinnya luruh total saat pendarahan hebat tadi berlangsung.
Jimin bilang Jungkook terus menangis saat dalam perjalanan dibawa ke rumah sakit. Terus menekankan bahwa dia tidak melakukan hal apapun yang memancing amarah senior terhadap dirinya. Dia hanya berjalan sendiri sembari memakan apel yang dibawanya dari rumah karena tidak sempat untuk makan siang sebab waktu yang tersisa sebelum kelas dimulai sudah terlampau sedikit (tapi ia tetap berusaha memakan apapun agar bayinya tetap mendapat nutrisi) dan tiba-tiba saja semua terjadi begitu saja.
Bahkan Jungkook tidak tau siapa yang memukulnya dan hanya ingat sekilas wajah orang-orangnya. Jungkook terus meminta kepada Jimin untuk meyakinkannya bahwa kandungannya baik-baik saja. Tapi masalahnya Jimin tidak tahu, tidak tahu harus menjawab seperti apa jika nanti Jungkook sudah sadar dan bertanya lagi soal ini.
Dunia tidak adil.
Baru kali ini Taehyung membatin demikian dan sebegini marah pada semesta dan seisinya.
Taehyung tidak masalah diberi sakit, diberi musibah dituduh melakukan korupsi besar di kampus, hingga terancam perpindahannya ke Jepang dalam dua hingga tiga tahun kedepan akan dicabut atau bahkan pihak atasan mengancam akan memindahkannya ke universitas pinggiran yang sekiranya lebih membutuhkan tenaga pendidik berjiwa koruptor seperti dirinya. Sungguh, sedikitpun ia tidak masalah jika dunia tak sejalan dengan kemauannya dan brengsek padanya.
Tapi tidak dengan Jungkook, tidak juga dengan anak mereka.
Minjae mempersilahkan Taehyung menangis sebanyak mungkin di bahunya.
Hari secerah ini rasanya seperti tengah meremehkan dirinya. Tidak seharusnya langit mencemoohnya dengan memberikan keadaan paling hangat dibanding hari-hari sebelumnya. Hatinya sakit, benar-benar sakit, membayangkan anaknya pergi bahkan jauh sebelum menatap mata dan merasakan pelukan kedua orang tuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
amante | taekook
Fiksi Penggemar[ SUDAH TERBIT OLEH CHOKO PUBLISHER ] ▶start 221118 ▶boys x boys | don't like don't read❗❗ ©errezea - 2018