Day 7

32.5K 4.6K 1K
                                    

Pagi ini Taehyung dikejutkan dengan hilangnya Jeon Jungkook dari apartemennya. Ia berkeliling dan rahangnya seperti terjatuh saat melihat isi tong sampah dalam kamar mandinya. Beberapa helai tisu dengan sedikit bercak darah—dan Taehyung yakin Jungkook benar-benar tidak main-main dengan bicaranya perihal menyentuh tubuhnya sendiri dan terluka setelahnya.

Taehyung berdecak kasar saat berusaha menghubungi ponsel berandalan brengsek yang membuatnya semalaman tidak bisa tidur hingga pukul tiga—namun sama sekali ia tidak mendapat jawaban.

Bahkan lebih mengesalkannya lagi, ternyata ponselnya tidak dibawa dan ditinggal begitu saja ditumpukan celana dalam milik Taehyung di dalam closet.

Taehyung mendadak pusing, apa anak itu sewaktu bangun tadi langsung sadar perihal ucapannya semalam atau apa hingga memilih untuk kabur. Bodohnya ia juga baru ingat kalau dia belum sama sekali memberi Jungkook uang sepeser pun. Astaga—otak Taehyung letaknya ada di mana?

Maka dari itu, tanpa peduli hari yang masih gelap dan wajah bantalnya yang membengkak, Taehyung segera mengambil jaketnya dan berlari keluar apartemen. Mengabaikan secangkir kopi panas dengan tiga kotak gula di atas meja yang sudah mulai dingin.














;

"Kenapa kemari pakai baju tipis begini astaga,"

Jungkook menunduk dalam-dalam lalu melemaskan lengannya sebab Taehyung langsung melepas jaket dan memakaikannya di tubuhnya yang menggigil kedinginan.

Ia tidak kabur kok, hanya ke taman dekat apartemen saja untuk membersihkan isi otaknya. Lagipula dia tidak punya uang, pantatnya juga sakit. Memangnya mau kabur kemana dengan keadaan seperti itu.

"Hey, kau oke? Aku bisa membuatkan surat izin kalau perlu."

Jungkook menggeleng dan berusaha menyembunyikan wajahnya. Demi apapun dia mengumpat banyak mengingat apa-apa saja yang dia bicarakan pada Taehyung. Malunya setengah mati, bagaimana bisa dia mengatakan hal-hal seperti itu dengan gamblangnya ke profesornya sendiri.

"A—aku tidak pulang, anda duluan saja, aku mau di sini."

"Kau baru saja minum astaga, kondisi perutmu sedang tidak baik. Naik di punggungku, oke?"

Jungkook berusaha terus menolak, ia benar-benar tidak mau beranjak sedikitpun dan kukuh dengan pendiriannya. Sukses membuat Taehyung merasa tidak punya pilihan selain menggendongnya dengan paksa. Anak ini benar-benar pandai memonopoli isi kepalanya.

Pukulan Jungkook di punggung tidak berefek apa-apa bagi Taehyung. Bahkan saat memasuki lift, Jungkook hanya bisa menangis pada akhirnya—pasrah sebab sepertinya Taehyung jelas akan marah besar kepadanya.

Taehyung segera memasuki kamar begitu sampai di apartemennya. Mendengus sebal sebab ternyata Jungkook lebih berat dari perkiraannya. ia merebahkan Jungkooknya pelan sekali, mengabaikan bahwa anak itu tengah menangis sembari meremat jaket Taehyung di badannya.

Jungkook hendak menahan Taehyung saat pria yang lebih tua enam tahun darinya itu mendadak membuka loker nakas satu persatu. Demi apapun Jungkook panik sebab seingatnya ada benda tajam semacam gunting atau cutter yang disimpan di dalam sana. Pikirannya melayang akan tindakan seks menakutkan yang mungkin saja akan didapatnya sebagai hukuman. Dalam hati merapal banyak umpatan sebab mulut sialnya dengan bodoh menyebutkan keinginan bersetubuh.

Demi apapun, Jungkook sepertinya memang sudah tidak waras.

Taehyung mengambil kotak kecil seperti bungkus permen karet dari dalam loker sebelum menutupnya kembali. Mengusap pipi Jungkook yang basah dengan ibu jarinya lalu terkekeh kecil setelahnya.

amante | taekookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang