Day 5

36.7K 4.8K 574
                                    

Pagi ini, seperti biasa l, Taehyung bangun lebih awal dari si teladan yang masih mendengkur halus tanpa menyelimuti tubuh dengan selimut kelabunya semalaman. Mengeluh panas dan tidak ada pendingin ruangan apapun bahkan kipas yang bisa meredakan kepenatan dirinya. Taehyung sukses kembali dibuat bungkam, sadar ternyata anak didiknya satu itu sangat tidak tahan dengan hawa panas berlebih.

Taehyung semalam sempat membeli tiga cup ramen dan sekotak susu. Kini beralih telaten menyeduh satu cup sebelum menaruhnya di atas nakas pada sisi ranjang, membiarkan uapnya menyeruak memenuhi kamar—menyentuh jahil indra pernapasan Jungkook dengan hangat dan aroma pedasnya ramen buatan si profesor yang dalam tiga puluh menit ke depan harus sudah sampai di departemen—jadwal presentasi harian dan evaluasi umum, mungkin sampai sore, atau bisa juga sampai malam.

"Bangun Boy, kau semalam belum makan."

Jungkook menggeliat sebentar dan mencebik dengan bibir yang terlipat, tangan kirinya mengusak bagian mata dan dahinya yang terasa basah, wajahnya berminyak pun tubuhnya yang terasa sangat lengket sebab keringat.

Kemarin Jungkook sempat berlatih sebentar, penampilannya nanti malam sudah cukup lama direncanakan dan sangat ditunggu-tunggu. Jimin memberinya hujan pesan sepanjang malam saat Jungkook memotret kantung distro untuk dipamerkan.

Dan hal itu sukses membuat Jimin meninggalkan obrolan setelah mengirim emoticon wajah menganga lebar karena terlampau tidak percaya.

Ya, sekarang, siapa yang percaya bahwasanya seorang Kim Taehyung ternyata akan sebegininya dalam memberi perhatian kepada Jungkook? Ia sebelumnya sama sekali bukan sosok seperti itu.

Pandangnya yang berbinar masih samar mendeskripsikan barang—reflek membulat total saat menangkap bayang Taehyung yang sudah cukup rapi dengan kemeja dan dasi merah noraknya yang sedikit amburadul begitu nampak cupu—sedang sibuk duduk di sisi tidurnya. Ia seperti tengah mengamati ruang, mencatat apa-apa yang sepertinya perlu ia beli di aplikasi notes dalam ponselnya dengan cekatan.

Lalu apabila memang benar itu yang tengah ia lakukan, maka Jungkook kali ini kembali dibuat terpana, sungguh masih tidak tahu makhluk sejenis apa yang berada di depannya. Retorik, selalu membuat Jungkook patuh dan berontak secara bersamaan, mengesalkan, tukang menyuruh di kampus. Tapi saat di rumah dia benar-benar berbeda. Taehyung mendadak selalu menjadi sosok yang hangat, perhatian, dan bukan pemaksa apalagi tukang atur seperti yang tampak biasanya.

Jungkook jengah setengah mampus oleh karenanya. Ia bahkan bisa dibilang menyimpan rasa kesal luar biasa kepada versi Taehyung yang ia ketahui di kampus. Tapi beberapa hari belakangan, Jungkook mulai kehilangan bayangan akan betapa menyeramkannya menjadi pasangan hidup si Profesor Kim yang nyalang kelewat perfeksionis. Jungkook selalu membayangkan dirinya akan mati sebab tak mau menggagahi atau diracun agar mau disetubuhi. Ia sudah membayangkan banyak hal buruk atau mentalnya akan terganggu jika sering dimarahi.

Pikiran pendeknya banyak mengalalami kesulitan saat berusaha keras memahami, perihal bagaimana bisa Taehyung menjadi orang berkepribadian ganda dengan begitu hebatnya—mana halnya ia menjadi sosok yang cukup dingin sekena telinga seluruh orang yang mendengar namanya.

Jungkook tak takut dijodohkan,

Itu menjadi alasan terdasarnya mengingat ia terlahir di keluarga yang berada di atas rata-rata.

Jungkook tak pernah memaksa dirinya jatuh cinta, akan tetapi jika wanita adalah sebuah tanya—maka Jungkook akan menjawabnya dengan sejuta kias kata untuk mendeskripsikannya. Jungkook juga pemuja biasa, tak menampik bahwa ia juga menyukai bagaimana tampak kenyal dada wanita.

Tapi yang datang kepadanya adalah definisi yang berbeda. Bukan juga menjadi salah satu orang yang paling Jungkook harapkan untuk berada di sisinya.

Jungkook masih berharap bisa nakal, pulang malam tanpa berpikir akan ada yang menunggunya pulang, atau membangunkannya ketika kesiangan.

Tapi Taehyung—ia hanya berbeda, Jungkook tidak tahu ia harus digambarkan seperti apa.

"Oh, kau bangun?"

Taehyung terburu memasukkan ponselnya ke dalam saku, membuat Jungkook gelagapan ingin berpura-pura kembali tidur—tapi yang ia dapati justru sebuah kekehan kecil, ditambah tangan yang sibuk menepuk halus sisi ranjang yang kosong guna memintanya untuk mendekat. "Mau bekerja apa? Sudah ada rencana?"

Jungkook tergopoh saat selesai mencerna arah pembicaraan. Lontaran omong kosongnya perihal akan bekerja hanya karena terlalu gengsi dan merasa kasihan kalau terus meminta uang pada Taehyung, justru berakhir menjebak dirinya sendiri.

Sejenak batinnya menyadari, bahwa selama sepersekian tahun ia hidup, dengan gayanya yang boyish kelewat sangar begitu—tanpa sokongan mamanya, ternyata Jungkook juga bukan apa-apa.

Maka ia menggeleng cepat sebagai respon. Membuat Taehyung tertawa sebelum menyodorkan satu cup ramen yang masih dikepuli asap tepat di depan wajahnya. "Makan dulu, aku ingin bicara sebentar sembari kau makan perlahan—setidaknya."

Jungkook mengambilnya penuh hati-hati. Tangannya mengaduk-aduk sebentar sebelum mencicip.

Sedikit hambar, terlalu banyak diberi kuah.

Tapi Jungkook beri nilai tiga apabila ada rentang nilai 1-10, menang berdasar niatnya karena sudah mau menyisihkan waktu untuk memberi Jungkook seporsi sarapan.

"Bisa kau katakan alasanmu bekerja? Butuh uang untuk kunjungan saja—itu bukan alasan yang cukup kuat untuk mendapat izinku teladan,"

Jungkook mengerutkan dahi tajam. Tidak memahami kemana Taehyung membawa alirannya.

Pria didepannya selalu memberi untaian kata yang kadang tak memerlukan jawaban. Memang harus ya, Jungkook menjabarkan rasa ibanya akan usaha Taehyung dalam menghidupinya?

Oh, omong-omong, Jungkook menolak saat ditawari untuk mengatur keuangan tempo hari. Alasan klasik—takut kalau ia tak bisa bertanggung jawab dengan tugasnya, seperti mungkin ia tak sengaja menghabiskan uang atau apa, Jungkook takut jika Taehyung akan meminta ganti rugi dengan menyerahkan tubuhnya. Sukses mengundang gelak tawa sebab anak itu benar-benar takut digagahi. Padahal yang Taehyung lakukan empat hari belakangan hanya memastikan dia tidur, bangun, juga makan dengan benar.

Maka ketika hanya keheningan yang Taehyung dapatkan, ia menghela napas panjang. Tangannya aktif menggulung lengan kemejanya sebatas siku, lalu kembali menatap obsidian Jungkook yang masih menampakkan semburat kantuk. Taehyung tiba tiba merasa tidak tega karena sudah mengganggu tidurnya. Tangannya menggapai tangan yang lebih muda yang terasa hangat, membuat si empunya tercekat sebab tidak tau apa gerangan dan kenapa mereka harus saling berpegang tangan.

"Kalau kubilang kau tidak boleh bekerja karena aku sudah menabung untuk keperluan mendadakmu sejak lama, bagaimana?"



















;

"Aku tau kau membencinya bocah,"

Jungkook menyentil bungkusan permen mint favorit nya dengan keras. Membanting isi kepalanya tepat di atas meja, Jimin tertawa keras lalu menepuk-nepuk dahinya yang memerah.

Parkiran kampus menjadi latar pembicaraan, Jimin hanya memperhatikan sedari tadi. Jungkook terus-terusan bilang perihal dia yang tidak habis pikir, akan tapi sedikitpun tak mau menjelaskan perihal apa yang terjadi. Bibirnya tertarik ke satu sisi secara otomatis, berusaha meyakinkan diri mungkin memang benar adanya kalau Taehyung tak seperti dugaannya.

Lagipula, gadis atau pemuda mana yang mau merebut Taehyung dari Jungkook kalau lelaki itu saja terkenal akan kejahatannya yang minta ampun. Mata elangnya selalu menelanjangi seisi kelas tiap kali menyampaikan mata kuliahnya.

Semua hanya berdecak kagum akan ketampanan juga pembawaannya yang luar biasa lalu minta ampun pada segala titahnya, sebab dia tak pernah selembut apa kelihatannya.

Tapi setelah semua yang Jungkook bilang, Jimin rasa mungkin ada benarnya.

Taehyung punya sisi tersendiri yang tak sembarang orang bisa tau.













Lalu pernyataan Jimin sore itu membuat Jungkook tertawa sekeras mungkin sebelum menyahut kantung baju barunya untuk dibawa ke aula besar,

Jimin bilang, mungkin Profesor Kim mencintainya sudah lama, makanya ia bisa bilang bahwa sudah bersiap sejak lama untuknya dan suatu saat si berandal teladan Jeon juga pasti akan begitu.

Tapi Jungkook justru memilih untuk tidak percaya.

[ revisi 2022 ]

amante | taekookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang