; ?@$3 up - new chapter 2020

17.7K 2.6K 739
                                    

;



















"Hyung tidak paham dengan mauku!"

Taehyung terdiam sebentar sebelum memaksa Jungkook melihat pantulannya sendiri pada cermin. Tangannya kuat-kuat mencengkeram bahu mudanya sebab demi apapun, ia benar-benar tidak habis pikir sudah muntah sebegini parah pun tidak melunturkan niat Jungkook untuk tidak futsal.

"Hyung tidak memahami dirimu bagaimana! Anakmu sudah mencoba mengingatkanmu dan membuatmu muntah sebegini parah tapi tetap tidak mengubah isi kepalamu?", Taehyung memperkuat cengkeramannya masih dengan bicaranya yang terus mencoba mendistraksi Jungkook dan segala keinginan anehnya.

"Demi apapun Jungkook, ini bukan soal aku, bukan soal hidup dan kesenanganmu saja, tapi anakmu, anak kita! Kau berani futsal hari ini, jangan harap Hyung akan mendengarkanmu barang sekali pun, terserah Jungkook! Hyung tidak akan mengekangmu termasuk menyenangkan bagimu jika menjadikan anak kita sebagai taruhannya. Hyung pulang! Bereskan wastafel ini dan terserah kau mau apa setelahnya. Pulanglah saja sendiri ke rumah Mamamu dan tanya pada beliau siapa yang tempo hari membuat janji akan menjaga kehamilannya, apakah aku atau entah siapa yang kesadarannya sudah hilang tak tau kemana!"

Dan Taehyung benar-benar pergi, meninggalkan Jungkook yang sudah sempat dipaksa menanggalkan sepatu sportnya masih dengan posisi entitasnya yang tengah menghadap cermin wastafel kamar mandi di ruangan Hyungnya.

Isi kepalanya berantakan, sebab Taehyung bahkan melarangnya pulang, ke apartemen mereka.























;


Taehyung tentu tidak benar-benar pulang setelahnya. Matanya terpejam dan rasanya masih seperti tidak percaya bahwa akan sebegini marah kepada Jungkook.

Serius, bukan soal tidak sayang. Sayang sekali malah. Tapi masalahnya disini adalah Jungkook tidak akan mendengarkannya jika konsekuensi yang didapat tidak membuatnya sedikitpun merasa takut. Membuat sumbu pendek Taehyung mendadak terpancing keluar dan menyebut semua hal yang sekiranya bisa membuat Jungkook jera setelah menyadari sendiri kebodohan apa yang sedang ia lakukan.

Taehyung menunggu dengan duduk di seberang gedung. Pikirnya apa masih mungkin Jungkook bersikeras terhadap keinginannya?

Hingga binarnya mendapati mudanya sudah berganti pakaian dengan kemeja dan celana jeans-nya lagi saat keluar dari ruangannya sembari mengusap kasar wajahnya dengan punggung tangan.

Ya Tuhan, serius sakit. Taehyung tidak pernah merasa sesakit ini sebab sedikitpun tak pernah terselip dalam dirinya niat membuat Jungkook menangis. Sendirinya disini ia harus bertahan dan memantau, sejauh apa Jungkook akan berusaha melawan bicaranya.

Hingga saat ia melihat Jungkook berjalan pergi dan kembali ke ruangannya dengan membawa tongkat pel, astaga—dalam hatinya berterimakasih banyak jika Jungkook mengubah pola pikirnya sebab itu tandanya mudanya benar-benar sudah menjadi orang tua yang baik dan mengorbankan segala realitasnya sebagai pemuda dua puluh tahun yang masih dalam masa senang-senangnya bersua ria dengan seumurannya.

Hingga saat Jungkook keluar lagi untuk mengembalikan tongkat pel, tiba-tiba saja saat kembali, anak itu hanya duduk berjongkok di depan ruangannya alih-alih masuk dan malah menenggelamkan wajahnya sendiri diantara dua lututnya. Membuat Taehyung dengan cepat menghubungi Jimin dan memintanya untuk menemani Jungkook terlebih dahulu untuk beberapa waktu ke depan.





















;

"Kau ini memikirkan apa sih? Bukannya Profesor Kim sudah melakukan tugasnya dengan benar sebagai suamimu? Kau sendiri juga yang bilang tidak suka dikekang. Bukankah dengan meninggalkanmu sendirian setelah memberimu banyak pilihan juga bentuk ketidakposesifan suamimu?"

amante | taekookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang