Day 5 (2)

33.7K 4.9K 629
                                    

Taehyung menyesap kopinya sedikit, bekal dari rumah sebenarnya. Sejujurnya saat melihat Jungkook berlarian di lapangan kampus sembari menenteng kantung pemberiannya—Taehyung ingin loncat saja cepat-cepat dari balkon. Entah, rasanya tiba-tiba saja ingin begitu, mungkin karena sedang merasakan euphoria pertamanya yang luar biasa menggelora. Padahal sehari sebelumnya dia sudah meyakinkan diri bahwa Jungkook juga sepertinya tidak mungkin akan marah atau merasakan apapun jika ia tidak datang, anak itu pasti sama tahu perihal betapa sibuknya Taehyung di kampus.

Ditambah lagi, sepertinya memang Jungkook tak mengharapkan kehadirannya sama sekali di konsernya. Memangnya sejak kapan juga anak itu menyukainya?

Tapi rasa-rasanya jantungnya berdebar dengan super hebat begitu lucunya, menyenangkan melihat Jungkook tersenyum lebar begitu saat di luar rumah. Pikirannya melambung bebas, apakah mungkin Jungkook merasa senang dengan pemberian pertamanya?

Tapi sejak semalam Taehyung tau, Jungkook tampak sangat menyukai pemberiannya.

Maka dari itu, Taehyung hari ini menyelesaikan seluruh pekerjaannya dengan terburu-buru, sebab dari jadwal yang ia lihat dari notes yang Jungkook pasang di closetnya—berandal kecil itu akan tampil tepat jam lima sore.

Awalnya Taehyung betul seratus persen yakin tidak akan pernah bisa datang, sebab perkiraannya dia juga baru akan selesai sekitar jam tujuh atau delapan malam.

Tapi mungkin dewi keberuntungan sedang dalam pihaknya, ia bisa menyelesaikan seluruh pekerjaannya sejak jam empat sore dan sukses membuat Hoseok tersenyum cerah setelahnya.

"Hey, Sobat!"

Taehyung menoleh sebentar dan mendapati putra tunggal keluarga Jung itu tersenyum lebar sembari menenteng kantung berwarna marun di tangan kirinya. "Sudah selesa dengan tumpukan uberkas gilamu?"

Taehyung mengangguk lalu menutup kembali botol kopi manisnya. Jarinya mengetuk dinding, masih sibuk memandangi jam tangan yang menunjukkan pukul empat lebih empat puluh lima menit. Banyak gadis-gadis berlarian di lapangan mengarah ke panggung festival. Mungkin sebentar lagi akan dimulai, pikirnya.

"Temani aku turun—favoritku akan tampil, kau mau?"

Taehyung tidak menjawab, sebab dia tidak pernah menolak apapun yang Hoseok katakan. Ia hanya diam saat bahunya dirangkul dan diseret turun, ikut setengah berlari dan berdiri di bawah pohon maple yang paling dekat dengan sisi panggung.

Oh, ngomong-ngomong, Hoseok adalah teman Taehyung sejak di bangku perkuliahan. Menjadi siswa super teladan dengan kecerdasan di atas rata-rata membuat Kim Taehyung bisa menempuh bangku perkuliahan saat usianya masih lima belas. Tiga setengah tahun menempuh S1 nya di Korea, lalu menghabiskan kuliah S2 dan S3 nya selama 4 tahun di Jerman dengan beasiswa penuh—membuat si anak tunggal keluarga Kim yang sangat mencintai sastra dan juga seni itu menyabet gelar doktor di usianya yang menjelang dua puluh empat.

Dua tahun menjadi pembicara besar dan memimpin seminar kelas tinggi, Taehyung benar-benar pemuda kelewat jenius dengan segala kepiawaiannya.

Akan tetapi, sifatnya yang kelewat dingin dan jarang mengajak basa-basi jika tak ada kepentingan, selalu membuat orang lain merasa khawatir apabila mendekat. Padahal Taehyung masuk dalam jajaran pengajar dengan cara penyampaian paling efektif sebab entah kenapa kelasnya selalu menjadi kelas unggulan meski dipimpin oleh profesor killer semacam dirinya.

Pun sejauh ini, sepertinya hanya segelintir orang termasuk Hoseok yang tahan dengan sikap dinginnya. Taehyung tidak tahu, padahal dia selalu banyak mengabaikan Hoseok di tiap kesempatan. Tapi laki-laki bertubuh jangkung itu tak sekalipun protes meski didiamkan. Lama kelamaan juga Taehyung jadi sedikit luluh, dia jadi sedikit lebih terbuka dan sedikit sering tertawa bersama Hoseok di sela-sela pekerjaannya.

amante | taekookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang