19

965 59 1
                                    

Ini sudah hari ketiga semenjak kejadian di Bandung kemarin. Kalica masih belum bertemu atau sekedar berkomunikasi dengan Iqbaal. Ia butuh waktu untuk membiasakan diri dengan kondisi yang akan datang. Ia juga memaklumi dan berusaha berpikir positif jika Iqbaal tidak datang ke rumahnya karena kesibukannya.

Seperti yang dikatakan Iqbaal waktu itu, hari ini Iqbaal berangkat ke Bandung bersama dengan semua crew dan pemain. Mereka memilih pergi dengan pesawat. Omen memberitahu Kalica bahwa pesawat Iqbaal akan berangkat pukul 08.00. Sekarang jam sudah menunjukkan pukul 06.00. Mama, Papa dan Kairo sudah bersiap untuk berangkat ke rumah Iqbaal untuk mengantarnya. Tetapi, Kalica enggan ikut. Ia sudah mandi, tetapi ia tergeletak di atas kasurnya menatap langit-langit kamarnya. Hp nya dimatikan sejak ia bangun tadi.

"Kal"

Panggil Kairo yang tiba-tiba muncul dari balik pintu kamar Kalica. Kalica hanya menengok ke arah Kakaknya itu.

"Yakin gamau ikut?" Tanya Kairo lembut dan Kalica hanya mengangguk. Kairo menghela nafasnya.

"Yaudah, Abang, mama sama papa berangkat dulu ya. Kamu ati-ati di rumah"

Kalica lagi-lagi hanya mengangguk. Hati nya masih belum bisa menghasilkan suatu keputusan, ia masih bingung. Kalica mendudukan dirinya di bibir kasur. Matanya tertuju pada sebuah album berisi foto dirinya dengan Iqbaal. Album yang khusus ia buatkan untuk dirinya dan Iqbaal sewaktu Iqbaal akan sekolah ke USA. Diambilnya album itu lalu dibukanya secara perlahan. Di usapnya dengan halus foto-foto mereka. Hingga air mata itu tak terbendung lagi. Kalica memeluk album itu dengan erat sambil menangis.

Satu

Dua

Tiga

Tangisannya berhenti, diletakkannya album itu. Ia segera mengambil jaket dan tasnya lalu pergi meninggalkan kamarnya. Ia berlari ke menuju ke depan perumahan nya sambil menangis . Dihentikannya taksi dan ia segera menaikinya.

"Baay, tunggu Ica" ucap Kalica di tengah-tengah tangisannya.

"Pak cepetan dikit yaa" ucap Kalica pada supir taksinya. Dalam hatinya ia berdoa agar ia tidak terlambat.

Jalanan terlihat normal, Kalica bersyukur seakan tidak ada yang menghalanginya. Sesampainya di bandara, Kalica berjalan dengan cepat sambil mengedarkan padangannya. Air matanya masih mengalir. Dirinya seakan akan kehilangan apa yang paling berharga dalam hidupnya.

Kalica terus berjalan. Susana di bandara sangat ramai, lebih ramai dari biasanya. Kepalanya sudah terasa pusing. Ingatkah tentang Kalica yang tidak bisa berada di tengah-tengah keramaian? Tetapi Kalica berusaha untuk bertahan agar ia dapat bertemu dengan Iqbaal.

Kakinya lelah, lemas. Rasanya sudah tak sanggup berdiri. Kepalanya sudah seperti akan meledak. Matanya semakin panas juga hatinya. Kini ia berdiri di tengah-tengah keramaian, untung saja banyak orang berlalu lalang jadi ia bisa bersembunyi.

Dilihatnya Iqbaal sedang dudul berdua, bergurau dengan Vanesha. Tawanya sangat bahagia. Hingga mereka bangkit berdiri, dan berpamitan dengan yang mengantar. Tangan Iqbaal setia berada di pinggang Vanesha. Kalica bukanlah anak kecil yang tidak mengerti arti itu semua. Kepalanya berat, ia tidak sanggup lagi berdiri. Dan sudah Kalica tidak tahu lagi apa yang terjadi.

***

"Tolong!! Seseorang tolong panggilkan petugas. Ada gadis pingsan!!" Teriak salah satu ibu-ibu. Suaranya cukup lantang sehingga membuat semuanya menengok, termasuk Iqbaal, Vanesha, dan lainnya. Mereka cukup kaget.

"Ma, Pa, Kairo bantuin mereka dulu yaa. Petugasnya ga dateng-dateng" izin Kairo pada kedua orang tuanya.

"Baal, ati-ati ya lo. Gausah sedih masalah Kalica, gw yakin dia baik-baik aja"

IbayicaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang