45 - Musuhmu Musuhku

4.8K 156 0
                                    

"Lah malah ketawa. Lagi badmood nih gue." terang Dania

"Badmood kenapa sayangku cintaku?" Erfan tersenyum

"Idih najis."

"Wkwk udah sana bobo besok kan harus sekolah."

"Ah males ah."

"Kenapa? Ntar pinternya luntur loh."

"Gak ada lo gak asik."

Deg.

Erfan cekikikan. Dania tersenyum.

"Udah sana bobo. Ntar gue beliin coklat."

"Kapan?"

"Tunggu aja nanti di mimpi. Gue bawa coklat sekalian bawa cincin buat ngelamar lo."

Tut. Dania menutup panggilan.

Tok.. Tok.. Tok..

Dani membuka pintu. Dilihatnya Dania sedang jingkrak-jingkrak diatas kasur. Dia berhenti saat sadar ada Dani yang memperhatikannya.

"Maung timana siahhh?" kata Dani pura-pura panik

"Gue nggak kesurupan Daniiiii plis deh wkwkwk."

"Ah haha kirain. Terus kenapa? Berisik tau sampe kedengeran ke kamar gue." jelas Dani. Memang kamar mereka bersebelahan. Hanya saja terhalang satu kamar mandi di tengahnya.

"Udah bukan urusan lo sana pergi." Dania mendorongnya keluar. Bruk.

"Ahahayyyy!" kebahagiaan Dania berlanjut

"Syukurlah." kata Dani terkekeh malu

Hari apa ini? Tentu saja hari Rabu. Mungkin kali ini masih membahas soal-soal untuk UN nanti.

Dania masuk ke kelas. Ia terkejut saat melihat bangkunya yang berantakan bahkan kotor dengan coretan serta minuman yang tumpah.

Ada apa ini? Siapa yang melakukannya?

Dania mendekat. Dilihatnya anak-anak sedang memperhatikannya. Emosinya naik. Tapi dia berusaha menahannya dan segera merapihkan bangkunya kembali.

Ia berjalan ke toilet untuk mengambil lap pel. Saat membuka pintu tiba-tiba sebuah ember menumpahkan air ke seluruh badannya. Terlebih itu air bekas kocokan.

Wle. Jijik memang. Dania menghela napas panjang. Sepagi inikah kesialan yang ia terima? Ia meraih tisu dan mengelap wajahnya.

Dania kembali ke kelas dengan penampilan kusut. Semua murid menatapnya. Untung saja dia memakai kaus dalaman. Kalau tidak mata buaya lelaki bisa seenaknya menikmati pemandangan indah dibalik sana.

Ia mengepel tumpahan minuman itu. Dari baunya seperti jus tomat dan jus mangga. Coretannya sendiri bertuliskan (Dania goblog, lo jalang, anjing, bangsat, dan sebagainya. semua umpatan ada didalamnya). Siapa sih yang tega melakukan semua ini?

Benar saja hari ini masih membahas materi untuk Ujian Nasional. Dan akhirnya bisa pulang lebih awal.

Dania berjalan keluar gerbang. Bajunya sudah kering. Untung saja tadi dia sempat berjemur saat jam istirahat tiba.

"Dania tunggu." teriak Citra berlari menghampiri.

"Lo gakpapa?" lanjutnya saat berjalan sejajar

Dania menoleh dan tersenyum.

"Jahat banget emang 'tu orang. Lo udah lapor ke guru BK?"

"Belum Cit."

"Lah kenapa? Lapor lah."

"Ntar aja kalo udah diluar batas."

"Lo sabar banget sih Dan. Oh iya gue beli minuman dulu ya. Tungguin loh kita naik angkot bareng." Citra berlalu

Pletuk.

Sebuah kerikil mengarah pada kepalanya. Dania meneliti sekeliling. Sepi dilihatnya.

Pletuk.

Kerikil lagi. Ia meringis kesakitan. Dua kerikil itu masih digenggamnya.

Dukk.

Kini sebuah telur. Pada saat itu juga Citra datang dengan dua cup minuman dingin.

"Dan kepala lo kenapa?"

"Ah iya ini nggak tau siapa. Sakit." jawabnya sambil mengusap sisa telur yang menempel dikepalanya.

Citra meraih tisu saku lantas membersihkannya.

Tiba-tiba seseorang menarik lengannya kasar. Dan pergi meninggalkan Citra sendirian di depan gerbang.

Erfan yang masih berseragam itu terus menariknya dan berhenti di depan warnet tempat motornya diparkir.

"Dan lo sadar nggak sih kalo tadi itu pembullyan?"

"Lo kenapa ada disini Fan?" Dania mengalihkan pembicaraan.

"Terus kenapa lo diem aja?!" Erfan masih bersikeras membahas kejadian tadi.

Dania menunduk.

"EUHHH." Erfan memegang kepalanya. Ia nampak stress. Mungkin dia terbawa emosi.

"GUE HARUS CARI TAU PELAKUNYA. HARUS!" teriaknya

"Erfan." Dania mendongak. Matanya berkaca-kaca.

"GUE KESEL SAMA LO DAN. GUE KESEL. KENAPA LO DIEM AJA? KENAPA? ITU PEMBULLYAN DAN LO HARUS LAWAN. BAHKAN SEHARUSNYA LO LAPOR KE PAK GILANG!"

"GUE JUGA PENGEN LAWAN FAN. TAPI APA DAYA ITU SEMUA TERJADI BEGITU AJA. SEBENERNYA GUE JUGA EMOSI. SAKIT. Gue.. Gue juga pengen nangis. Huwaaaaa." Dania menangis sejadi-jadinya.

Erfan terdiam lalu perlahan memeluknya.

"Maafin gue Dan. Gue cuma gak mau lo terluka. Apalagi kita udah gak satu sekolahan. Susah buat gue ngelindungin lo. Maafin gue Dan." air mata Erfan jatuh ke helai rambut Dania.

"Apalagi kalau dia tau kejadian tadi di kelas. Bisa-bisa dia bakar sekolahan ini." -Dania

Erfan melepas pelukannya. Ibu jarinya mengusap air mata dipipi yang kenyal itu. Lantas ia berlari ke warung sebrang untuk membeli tisu dan air. Lalu membersihkan sisa telur itu dari rambut Dania.

Deg. Deg. Deg.
Hati Dania berdegup kencang. Serius!

"Erfan, udah ya jangan marah lagi."

"Iya nggak kok." jawab Erfan yang sedang mengeringkan rambut Dania dengan sebuah buku tulis.

"Serius?"

"Iya. Malah ini senyum hmm." Erfan memutar kepala Dania sejenak agar ia dapat melihat senyumannya.

"Ih apaan sih wkwk."

Semprot. Semprot. Semprot.

"Sementara pake parfum dulu ya biar gak kecium bau amisnya. Ntar dirumah lo mandi lagi."

"Iyalah mandi. Eh kenapa tadi lo tiba-tiba muncul gitu terus narik tangan gue?"

"Entah dari pagi feeling gue gak enak. Yaudah pas bubar gue mampir dan ternyata ada lo disitu."

"Hmmm."

"Udah yuk pulang." kata Erfan memasukkan bukunya.

"Makasih ya Fan."

"Iya Dania curutku."

"Ih apaan curut wkwk. Sorry ya gue terlalu subhanallah buat lo yang astagfirullah."

"Ledek ya hmm." Erfan mencubit pipinya

"Hahaha dasar kutu."

"Dasar curut."

•••

Diam [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang