Dia tidak menyadarinya.
Dia lengah.
Jiwanya seperti ditarik dari raganya ketika dia melihat apa yang ada di hadapannya.
Hancur.
Semuanya sudah hancur.
Kakinya terasa melemah ketika melihat itu, namun dia paksa untuk tetap menopang tubuhnya.
Semuanya telah hancur.
"Papa tidak pernah main-main dengan perkataan Papa, Baek. Inilah akibatnya jika kamu tak mengikuti perkataan Papa."
Dia membalikan badanya dan menatap Papanya yang berdiri di ambang pintu ruang kerjanya.
"Papa bisa melakukan lebih dari ini, jadi turuti perkataan Papa, kamu ngerti!?"
Dia tidak menjawab, pandangannya malah dia alihkan ke arah lain.
Dia tidak bisa bicara sekarang.
Tidak.
"Cepatlah bersiap-siap, kamu mulai bekerja di kantor Papa hari ini."
Dia tidak menanggapi perkataan itu. Tubuhnya hanya berputar perlahan mentap seluruh karyanya yang sudah rusak.
Dia berhenti ketika melihat karya setengah jadinya yang kini ikut rusak.
Sudah pupus harapannya selama ini.
"Baekhyun!"
Dia merubah ekspresi wajahnya menjadi dingin ketika Papanya menyerukan namanya penuh amarah.
Dia menatap pria paruh baya itu dengan datar.
"Cepat bersiap-siap!"
"Ya, Papa."
*
Hari ini.
Perempuan itu melewati sesinya lagi.
Ponselnyapun tak dapat di hubungi.
Ingin sekali dia mendatangi rumahnya, namun nanti keluarga perempuan itu tahu.
Ataukah dia harus menggunakan kekasihnya sebagai alasan?
Namun kekasihnya sedang ada di Jepang sekarang dan dia tahu hal itu.
Dia menghela napasnya kemudian memutar kursi kerja yang di dudukinya menatap jendela ruangan itu.
Langit terlihat sangat cerah.
Berbanding terbalik dengan suasana hatinya yang sekarang.
*
Minggu selanjutnya.
Minggu selanjutnya lagi.
Perempuan itu tetap melewati sesinya dan ponselnya tak dapat dihubungi.
Dia semakin risau.
Masalahnya dia tak dapat bertanya pada siapapun, terlebih lagi pada keluarga perempuan itu.
Terakhir dia bertemu dengan perempuan itu, semuanya sedang tidak baik-baik saja. Dia jadi sangat takut dengan langkah yang perempuan itu ambil waktu itu, makanya dia memaksa ingin menjemputnya. Syukurlah saat itu perempuan itu hanya jatuh tertidur ketika menunggunya untuk menjemputnya.
Tapi sekarang dia tidak tahu.
Dia tidak tahu apa yang perempuan itu lakukan.
Dia harus mencarinya.
Tak peduli kemanapun, asalkan dia harus menemukannya.
Dia melepas sneli-nya kemudian meraih ponsel, dompet, kunci mobil, serta jasnya dan bergegas keluar dari ruang kerjanya.
"Hari ini, sampai disini dulu, tidak ada janji, kan?" Dia bertanya pada suster jaga.
"Ya, Dokter Park."
"Kalau gitu, saya pergi duluan."
Dia harus segera menemukan perempuan itu.
Dan untuk pertama kalinya diapun bersyukur atas letak ruang kerjanya yang dekat dengan lobby rumah sakit.
"Nona, ada yang perlu saya bantu?"
Dia mengambil ponselnya lalu mencoba menghubungi perempuan itu lagi.
Kali ini terhubung.
Dan dia mendengar nada dering yang digunakan oleh perempuan itu untuk telepon masuk.
Dia langsung berhenti melangkah dan mencari di sekitarnya.
"Coba angkat teleponnya."
"Tapi, apakah tidak mengganggu privasi?"
"Mau bagaimana lagi, lihat keadaannya."
Dia menemukannya.
Perempuan itu berdiri dengan kondisi basah seluruh tubuhnya dan mata yang kosong. Beberapa petugas jaga ada di depannya, bertanya-tanya apa yang harus dilakukannya pada perempuan itu.
Dia menurunkan ponselnya dari telinganya kemudian melangkah dengan cepat menghampiri perempuan itu.
Lalu memeluknya.
Dia memeluk perempuan itu dengan erat.
Dan berkata -
"Saya disini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lies Made By Me
FanfictionKebohongan yang aku buat untuk dirimu. Terimakasih. Dan - Maaf.