1.5

357 56 0
                                    

"Lalu, bagaimana kalian bisa jadi sepasang kekasih?" Tanyanya.

Perempuan itu diam cukup lama dan menatapnya.

Dia yang di tatap seperti itu merasa canggung.

"Jika anda tak ingin bercertia tentang itu, tidak apa."

Perempuan itu tersenyum tipis, kemudian berkata, "Karena sebuah tulisan."

"Tulisan?"

"Ya."

"Tulisan apa?"

*

Kepalanya semakin memberat ketika mendengar setiap perkataan yang keluar dari bibir perempuan itu.

Dia mengedipkan matanya beberapa kali untuk menahan rasa sakit yang muncul dengan tiba-tiba itu. Dia menumpukan tangannya di lengan jursi kerjanya, kemudian memijat pelipisnya perlahan.

Rasa sakitnya semakin menjadi-jadi.

Dia menatap perempuan itu yang kini mengalihkan pandangannya keluar dengan sebuah senyuman tipis di wajahnya.

"Seperti itulah, kami hanya saling mengenal tidak sengaja lalu menjadi dekat dan berhubungan. Hubungannyapun bebas, tidak banyak peraturan dan tidak seperti pasangan kekasih pada umumnya."

Perempuan itu mengalihkan pandangannya jadi menunduk. "Dia bebas berhubungan dengan siapapun dan sayapun seperti itu, kami hanya mengandalkan kepercayaan dalam hubungan ini."

Dia tertawa pelan, "Bodoh."

Perempuan itupun tertawa ketika mendengar apa yang dia katakan, lalu menatapnya.

"Tapi saya menyukainya."

Dia meringis melihat perempuan itu tersenyum lebar ketika mengucapkan itu. Kepalanya berdenyut semakin parah dan dia meringis.

"Dokter Park, apa anda baik-baik saja?"

Dia mengangguk, "Ya tidak apa, sepertinya ini hanya sakit kepala biasa."

Dia mencoba tersenyum dan menatap perempuan itu. Dia sedikit terkejut melihat ekspresi yang belum pernah di tunjukan oleh perempuan itu padanya.

Khawatir. Perempuan itu terlihat sangat khawatir.

"Apakah kamu meminum obatmu dengan baik? Dimana obatmu? Apakah kamu sudah makan?"

Dia tidak menjawab pertanyaan itu, dia hanya menghempaskan tubuhnya ke punggung kursi dan mengangkat kepalanya ke atas.

Matanya dia tutupkan dan mencoba menenangkan dirinya.

Dia mendengar langkah kaki perempuan itu yang mendekatinya dan tak lama kemudian dia merasakan tangan perempuan itu menyentuh dahinya.

"Hangat. Apakah kamu istirahat dengan cukup? Bukankah aku sudah pernah bilang, jangan terlalu memaksakan diri untuk mengerjakan tugasmu sekaligus dalam satu hari!"

Dia mendengar suara langkah kaki perempuan itu menjauh, kemudian dia mendengar suara resleting yang dibuka dan tak lama kemudian di tutup.

"Apa kamu sudah makan?" perempuan itu bertanya kembali dan dia menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.

Kemudian dia mendengar perempuan itu berdecak dan suara langkah kaki yang srmaki menjauh.

Suara pintu terdengar kemudian disusul suara perempuan itu.

Dia tak dapat mendengarnya dengan jelas karena rasa sakit di kepalanya semakin menjadi.

Tiba-tiba dia merasakan sebuah tangan menyentuh kepalanya dengan lembut. Dia membuka matanya perlahan dan menemukan perempuan itu berdiri di sampingnya.

Tangan perempuan itu mengelus kepalanya dengan lembut, kemudian turun perlahan dan memjiat pelipisnya pelan.

"Aku sudah meminta suster untuk membawakanmu makan siang, setelah itu kamu minum obatnya ya?"

Perempuan itu tersenyum tipis.

Namun matanya terlihat sangat sedih.

Dia ingin mengatakan sesuatu.

Namun kesadarannya perlahan mulai menghilang akibat belaian lembut dan nyaman di kepalanya.

Kenapa anda menatap saya dengan ekspresi seperti itu?

Lies Made By MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang