PART 16

527 52 4
                                    

Ia terlihat tenang bukan berarti ia merasakan ketenangan yang sesungguhnya. Bisa jadi, karena hidupnya terlalu ramai, masalah itu terlalu banyak dan satu-satunya cara untuk mewujudkannya hanyalah...

Berpura-pura terlihat tenang.

-POLARIS-

...

Tak ada manusia yang benar-benar hidup sendirian di sini. Jika ada mungkin hanya perasaan sementara dan belum menemukan orang yang tepat dalam hidupnya. Ya, orang yang belum tepat untuk dipercaya, belum tepat untuk dijadikan tempat berbagi masalah, dan belum tepat rasanya untuk membuka hati dengan cepat.

Kedua mata bulat yang tadinya terpejam kini terbuka perlahan. Gadis yang tengah tidur dengan berselimutkan jaket biru jeans itu mengernyit sejenak begitu memerhatikan sekelilingnya. Bukan lagi di dalam kendaraan berbentuk balok itu, bukan duduk di kursi biru muda yang empuk dan tidak lagi mencium entah bau bensin atau asap yang berada di dalam bus.

Bola mata cokelat itu melirik kanan kiri. Pemandangan tampak begitu tenang dan indah, daun hijau dari pohon rindang seolah menyambut pandangannya, belum lagi dengan sinar matahari siang yang menyinari wajahnya, terasa begitu hangat. Suara tawaan dari guru maupun siswa terdengar, belum lagi suara dari anak-anak kecil serta orangtua yang sedang bermain di taman.

"Senior..." panggil Yui berusaha duduk, perlahan mencoba menggerakkan tangan kanannya, beruntunglah sudah membaik seperti semula. Sudah Yui duga, tak ada jawaban dari Senior. Laki-laki itu sedang duduk di sampingnya, bersandar di bawah pohon seraya membaca novel dengan headset yang menyumbat di telinga.

"Sen..."

Belum sempat Yui memanggil, laki-laki itu menutup buku dengan cepat, memejamkan mata seraya mengembus napas perlahan seolah baru saja melepaskan beban yang ditopangnya setelah membaca novel yang sama.

Yui mengerjap, beringsut duduk di samping laki-laki itu lalu menepuk bahu Senior dengan pelan, melipatkan jaket yang sedari tadi menyelimuti tubuhnya. "Senior!"

"Kau!" Senior tersentak, tampak mata bundar itu membulat lalu tak lama memejamkan mata, mengembus napas panjang seraya mengusap dada. "Jangan mengejutkanku."

"Aku sedang tidak membuat Senior terkejut," ucap Yui, meletakkan jaket biru itu kepangkuan Senior lalu menyengir. "Terimakasih untuk jaketnya, hangat sekali."

"Kau tertidur pulas seperti bayi," gerutu Senior. Meletakkan buku di atas rerumputan sejenak seraya mengenakan jaket itu, menyelimuti kaos oblong putihnya. "Bahkan untuk turun bus saja kau seperti setengah sadar lalu tertidur kembali."

Yui menyengir, memerhatikan pemandangan di hadapannya, lupakan suara orangtua maupun anak yang berada di sekitar taman ini. Sudah jelas ini seperti piknik, dimana tikar kecil dibentang luas seraya tersusun beberapa bekal dan kumpulan camilan kecil di sana.

"Kan sudah kubilang, aku ini kalau sudah tidur lupa bagaimana cara untuk bangun."

"Pemalas," desis Senior, meraih buku itu kembali lalu membalikkan halaman kertas, mencari batas terakhir yang dibaca. "Tapi buktinya kau bisa bangun sekarang."

"Ya, ada yang membangunkanku lewat mimpi," Yui tertawa kembali. Menyambar tas yang berada di samping tas hitam Senior lalu mengambil scrapbook di saku belakang tas. "Lihatlah, orang ini yang membangunkanku di dalam mimpi."

Kedua alis tebal Senior terangkat. Mencondongkan tubuh, memerhatikan lembaran foto yang tertempel pada scrapbook sana. "Aku?"

Yui mengangguk pelan begitu cowok itu memerhatikannya dengan heran. Mulai dari foto Senior yang selalu duduk di depan koridor kelas hingga duduk di bawah pohon ketapang sekolah ketika langit mulali tampak senja. Indah? Sangat, apalagi ditambah dengan daun ketapang yang begitu banyak warna.

POLARIS [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang