Aku tidak tahu apakah aku benar-benar sama seperti manusia lainnya.
Ketika aku merasa cemas, kuharap ada yang mengulurkan tangan, menenangkan, dan mengucapkan sebuah kalimat kebohongan...
Kamu baik-baik saja.
-POLARIS-
...
Jika ada orang yang bertanya manakah tempat yang menyadarkan kita arti kehidupan di dunia ini? Maka jawabannya adalah rumah sakit. Dimana rasa sedih dan senang, kehidupan dan kematian, kepergian dan kedatangan semuanya berada di dalam sini.
Di dalam satu hari begitu banyak kejadian yang seolah terjadi, ada yang membahagiakan dan ada pula yang tidak. Bahagia ketika melihat seorang bayi lahir ke dunia, memejamkan mata dan mencoba menikamti senang sedihnya dalam kehidupan.
Sementara kesedihannya? Ya, tak jauh dari ruangan itu ada pula ruangan yang dipenuhi isak tangis. Bisa ditinggal oleh keluarga, sahabat, atau semacamnya. Yang pasti akan terasa sedih begitu melihat orang terdekat maupun terkasihi kembali menuju ke alam yang lebih tenang.
Pemilik sepatu putih itu melangkah. Langit yang tadinya tampak senja kini berganti malam begitu juga dengan rumah sakit yang selalu tampak ramai tanpa henti. Ada yang berlari seraya mendorong ranjang pasien, ada yang bahagia karena dapat terbebas dari bangunan putih ini, dan sepertinya ada banyak lagi perasaan yang tak bisa Yui jelaskan.
Yui menghentikan langkah. Gadis itu mengangkat kepala, memerhatikan papan hitam nama ruangan yang tertempel di atas pintu.
Yui memejamkan mata, mengembus napas perlahan mencoba menenangkan. Dengan ragu gadis itu menggerakkan sebelah tangan, mengetuk pintu berwarna putih dengan pelan.
Tok... tok...
Tak ada jawaban dari dalam. Yui mengetuk lagi, sedikit lebih kuat dan terkesan mantap dengan sebelumnya.
"Masuk."
Suara perempuan paruh baya terdengar di balik pintu. Tanpa basa-basi lagi Yui memutar kenop pintu, melangkah masuk. Bau obat-obatan menyeruak seketika. Pandangan berwarna putih serta beberapa alat medis lainnya seolah begitu jelas terekam di kepalanya. Bukan hanya jelas, mungkin dengan yakin Yui akan mengatakan bahwa dirinya sudah tidak asing lagi dengan bentuk alat-alat ini.
"Hai!"
Berusaha mungkin Yui menyengir, membalas panggilan perempuan paruh baya yang berada di ruangan itu tampak begitu sibuk dengan kertas dan buku-buku di atas meja. Perempuan paruh baya itu mengembus napas sejenak, merapatkan jas putih dokternya seraya merapikan kembali tata letak kertas yang sedari tadi sempat berantakkan. "Siap pemeriksaan, Yui?"
Yui menggeleng pelan, menunduk. Sesekali mata bulat itu memerhatikan alat besar berbentuk balok dengan lubang di tengah sana. CT Scan?
Ya, Yui menggigit bawah bibir. Membayangkan dirinya masuk ke dalam bulatan itu entah mengapa rasanya agak menakutkan. Belum lagi dirinya harus diam seorang diri di sana. Diam, tidak bergerak, dan merasa kese...
"Yui?" Sontak Yui menoleh, memerhatikan perempuan paruh baya itu dengan pandangan setengah ragu. Perempuan dengan jas putih itu mengangkat kedua alis. "Apa yang ada di pikiranmu sekarang?"
"Gelap," gumam Yui menelan ludah, gadis itu semakin mencengkram rok dengan erat, menghindari tatapan. "Sendirian, menakutkan, aku..."
Bibir bawah Yui bergetar, tampak mata bulat itu perlahan berair, sungguh gadis itu benar-benar tidak dapat mengontrol emosinya mulai dari beberapa minggu belakangan ini.
"Aku takut. Aku benci berada di dalam situasi seperti ini, aku benci kenapa harus seperti in..." Secepat mungkin Yui membungkam mulut, punggung yang selalu tampak tegap itu perlahan menunduk, membiarkan buliran air mata itu jatuh membasahi roknya.
"Yui..."
"Kenapa?" ucap Yui berisak, sesekali gadis itu mengelap kedua sudut mata. Bukannya tangisan itu hilang yang ada malah semakin deras. "Kenapa aku malah lemah seperti in..."
Secepat mungkin perempuan paruh baya itu memggeleng, tersenyum tipis seraya menggeserkan kursi, duduk di samping Yui. Membenamkan wajah gadis itu ke bahu. Yui memeluk tubuh perempuan paruh baya itu dengan erat. Memang bukan Mama, Mama tidak akan pernah ada lagi di sampingnya. Di dunia ini hanya ada dua orang berharga yang tersisa dalam hidupnya.
Seorang Tante dan Senior.
Dan seperti tidak tahu terimakasih, meskipun dua orang itu selalu berada di sampingnya, dirinya seolah berubah menjadi suram seperti ini, apalagi begitu mengingat takdirnya yang pasti pergi meninggalkan kedua orang itu. Tapi bukankah semua orang akan pergi? Kalau begitu kenapa dirinya harus merasa takut seperti ini?
"Maaf..." Yui menangis seregukkan, semakin membenamkan wajah ke bahu hangat itu. "Aku malah menjadi suram seperti ini."
Perempuan itu mengangguk, membalas pelukan Yui dengan hangat seraya mengusap rambut sebahu gadis itu dengan lembut. "Enggak apa, Tante mengerti bagaimana jika berada di posisimu. Memang terasa menakutkan. Tapi perlu kamu ketahui, di dunia ini semua orang pasti akan merasakan rasa yang sama. Seseorang pasti pernah takut, sedih, dan berada di titik rendahnya, mengerti?"
Yui mengangguk pelan.
"Tapi untuk sekarang," Perempuan paruh baya itu menghirup napas panjang, mengangkat wajah Yui dari bahunya seraya menepuk kedua bahu gadis itu dengan kuat. Sungguh, tepukan itu tidak terasa sakit, yang ada malah terasa hangat dan menenangkan. "Kita harus bangkit, oke?"
Pemilik bola mata yang berair itu mengangguk, tersenyum tipis.
Perempuan itu menyengir seraya menyipitkan mata dengan senang, seolah tengah memberikan sedikit tenaga pada ponakannya. "Sekarang Yui ganti seragam dulu ya, nanti Tante beri obat penenang."
Kedua bola mata Yui terangkat, memerhatikan alat berukuran besar itu dengan ragu. Berbaring dan masuk ke dalam bulatan itu lalu dengan seragam khusus dan badan yang terikat dengan sabuk. Baiklah dirinya tidak apa-apa.
Ya, semuanya pasti akan baik-baik saja.
"Ayo," Sebuah uluran tangan terulur di hadapan Yui. Yui mengangkat kepala, memerhatikan wajah oval Tantenya itu sejenak lalu tersenyum membalas uluran itu.
Yui bangkit, meletakkan tas sandang ke kursi sejenak, seraya berjalan menuju ruang ganti. "Tante..."
"Ya," Kedua alis perempuan itu terangkat seraya meletakkan sebelah tangannya ke bahu Yui. "Ada apa?"
Yui menggumam, bibir bawah gadis itu terangkat seraya berpikir. "Apa boleh aku pergi ke taman bermain lagi dengan Senior suatu saat nanti?"
Perempuan itu tersenyum, mengangguk kuat. "Kalau dia mau."
Yui menyengir, sorot mata bulat itu kembali berbinar, menuju ruang ganti dengan semangat.
🍁🍁🍁
Please, comment dong gimana kesan kalian selama baca cerita ini?
I'm feel confused now. Cerita ini jauh lebih sepi dari cerita yang lain :'
Vote dan comment ya. Terimakasih. ^^

KAMU SEDANG MEMBACA
POLARIS [LENGKAP]
Teen Fiction"Pada akhirnya kita sama-sama melangkah, menuju dunia baru yang sama-sama saling melindungi dan tanpa sadar saling menyakiti." ... Gadis itu percaya akan adanya hujan sebelum matahari bersinar cerah. Gadis itu percaya manusia harus jatuh lebih dahul...